Minat baca masyarakat Indonesia, menurut laporan UNESCO pada Oktober 2024, masih berada di angka yang memprihatinkan, yakni 0,01 persen. Angka ini menggambarkan bahwa hanya 1 dari 10.000 orang yang memiliki kebiasaan membaca secara aktif. Ironisnya, Indonesia adalah negara dengan populasi terbesar keempat di dunia dan memiliki keragaman budaya dan bahasa yang luar biasa, yang seharusnya menjadi modal besar dalam pengembangan literasi.
Kendati sangat memprihatinkan, namun kisah keberhasilan beberapa daerah di Indonesia menunjukkan bahwa harapan masih ada. Dengan gerakan kreatif seperti perpustakaan keliling, taman baca, dan motor pintar baca, kita dapat mengubah wajah literasi bangsa ini. Kala pendidikan formal belum dapat membudayakan sekaligus belum meningkatkan minat baca, maka jalur pendidikan nonformal berbasis komunitas perlu dijadikan terobosan.
Perpustakaan mestinya bukan lagi hanya gedung penuh buku, melainkan pusat pembelajaran berbasis komunitas. Contohnya, Perpustakaan Umum Kabupaten Bantaeng di Sulawesi Selatan menjadi model perpustakaan yang hidup. Dengan kegiatan seperti diskusi buku, pelatihan menulis, dan program membaca untuk anak-anak, perpustakaan ini berhasil menarik perhatian masyarakat setempat. Pendekatan serupa jelas dapat diterapkan di daerah lain dengan fokus pada interaksi sosial. Perpustakaan harus menjadi ruang kreatif di mana membaca bukan kewajiban, melainkan kesenangan dan kebutuhan yang berakar dari pengalaman komunitas.
Gerakan rumah baca dan taman baca juga sudah terbukti efektif memberikan solusi, terutama di daerah pedesaan atau pelosok. Sebagai contoh, Rumah Baca Cerdas Mandiri di Flores, Nusa Tenggara Timur, menghadirkan buku-buku pendidikan dan cerita lokal yang relevan dengan kehidupan masyarakat. Keberhasilan ini berasal dari pendekatan berbasis budaya. Buku-buku yang disediakan tidak hanya berbasis kurikulum, tetapi juga cerita rakyat, legenda lokal, dan panduan praktis untuk kehidupan sehari-hari. Hal ini akan membuat masyarakat merasa lebih terhubung dengan bahan bacaan.
Literasi Menembus Batas Geografis
Inovasi motor pintar baca adalah bukti bahwa keterbatasan geografis tidak lagi menjadi hambatan. Di daerah terpencil seperti Pegunungan Bintang, Papua, motor pintar membawa buku, materi ajar, dan bahkan layanan digital kepada anak-anak dan orang dewasa. Motor pintar baca juga sering digabungkan dengan program literasi digital, di mana masyarakat diajarkan menggunakan perangkat elektronik untuk mengakses bacaan. Program seperti ini telah sukses di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, yang kini menjadi percontohan literasi digital berbasis desa.
Daerah seperti Yogyakarta, yang dikenal sebagai Kota Pelajar, telah berhasil membangun budaya baca yang kuat. Dengan perpustakaan di hampir setiap desa dan program-program seperti Malioboro Free Reading, Yogyakarta telah membuktikan bahwa investasi di sektor ini membawa dampak positif besar. Selain itu, Surabaya melalui Taman Bungkul telah menggabungkan konsep taman baca dengan ruang publik. Dengan menyediakan sudut baca di tempat-tempat rekreasi, Surabaya berhasil menarik minat masyarakat untuk membaca tanpa paksaan. Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka yang berada di Kabupaten Bogor misalnya, sudah mengembangkan sejumlah cabang taman bacaan dengan sejumlah program. Sejak berdiri pada 2017, TBM Lentera Pustaka telah membuat program seperti Taman Bacaan, Gerakan Berantas Buta Aksara, Kelas Pra Sekolah, Yatim Binaan, Donasi Buku, Literasi Finansia;, Literasi Adab, termasuk Motor Pintar Baca Keliling.
Motor pintar baca merupakan terobosan untuk menggantikan biaya yang besa jika harus mendirikan bangunan perpustakaan. Sesuatu yang menjadikan masyarakat memiliki budaya membaca adalah adanya stimulus untuk bisa mendapatkan bahan bacaan yang berkualitas. Yang dimaksudkan di sini adalah Motor Pintar beroperasi tidak hanya di lajur utama perkotaan, tetapi sudah menyebar dalam tiga penjuru, yaitu fasilitas publik umum, instansi pemerintahan, dan komunitas tempat tinggal. Sebab, masyarakat umum di Indonesia masih memosisikan buku sebagai kebutuhan yang terakhir setelah kesejahteraan yang lain terpenuhi, sehingga dengan adanya fasilitas baca buku gratis tentunya menumbuhkan "kecanduan" membaca.
Literasi adalah kunci pembangunan bangsa. Dengan memanfaatkan kreativitas, inovasi, dan komitmen, kita dapat menciptakan generasi yang mencintai buku dan informasi. Indonesia membutuhkan gerakan literasi kolektif yang tidak hanya membangkitkan semangat membaca, tetapi juga menjadikannya budaya yang melekat di setiap lapisan masyarakat. Jika jalur formal belum bisa membangkitkan minat baca, maka jalur nonformal perlu lebih diperhatikan sebagai alternatif. Mari kita bangkitkan semangat literasi dan wujudkan Indonesia yang lebih cerdas dan berdaya!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H