Bahasa Indonesia, sebagai simbol persatuan dan identitas nasional, terus berkembang seiring waktu. Namun, tantangan globalisasi dan kebutuhan ekspresi yang dinamis memunculkan urgensi untuk memperkaya kosakata dengan inovasi yang relevan dan berdaya guna. Salah satu momen penting dalam diskusi ini adalah pernyataan Anies Baswedan yang mengusung istilah "menggaunglantangkan" dalam merespons pelarangan pameran lukisan Yos Suprapto.
Istilah "menggaunglantangkan" tersebut bukan hanya menarik secara linguistik, tetapi juga mencerminkan keberanian untuk bereksperimen dalam ranah bahasa. Anies Baswedan yang pernah menjadi Menteri Pendidikan dan calon presiden itu, pernah menyampaikan target penambahan kosakata Bahasa Indonesia menjadi 250 ribu dalam waktu lima tahun jika menjadi Presiden.
Bahasa adalah cerminan dinamika masyarakat. Penambahan kosakata baru menjadi salah satu cara untuk memastikan bahasa tetap relevan dalam berbagai konteks, baik lokal maupun global. Inovasi kosakata tidak hanya memperkaya khazanah bahasa, tetapi juga memberikan alat baru untuk mengekspresikan gagasan yang kompleks dan unik. Pemerintah mesti membangun kebudayaan, termasuk pembangunan literatur dan sastra. Selain bahasa Indonesia, bahasa daerah perlu diperkaya. Bahasa daerah akan menjadi kaya jika bahasa Indonesia juga diperkaya. Oleh karena itu, pembangunan literatur bahasa Indonesia dapat dipercepat karena tanda-tanda pengabaian bahasa Indonesia sudah semakin menggejala.
Dalam konteks "menggaunglantangkan" misalnya, istilah ini adalah penggabungan kata yang menghadirkan makna intensitas dalam menyuarakan atau menggaungkan suatu isu. Penggunaan kata ini bukan hanya sebuah permainan linguistik, tetapi juga respons terhadap kebutuhan untuk menghadirkan istilah yang tepat dalam mengekspresikan semangat perjuangan, keberanian, dan resistensi.
Strategi Pengembangan Bahasa Indonesia, setidaknya dapat dilakukan melalui beberapa aktivitas. Pertama, eksplorasi morfologi kreatif istilah, sebagaimana "menggaunglantangkan" yang menunjukkan potensi penggabungan kata dasar dengan afiks yang menghasilkan makna baru. Strategi ini dapat diperluas dengan mendorong pembentukan kata baru melalui kompetisi kreatif linguistik, sekaligus mengintegrasikan proses pembentukan kata baru dalam kurikulum pendidikan.
Kedua, adaptasi dari bahasa daerah dan bahasa asing. Bahasa Indonesia yang memiliki kekayaan bahasa daerah belum sepenuhnya dimanfaatkan. Kosakata dari bahasa daerah dapat diangkat untuk memperluas pilihan istilah, sebagaimana istilah asing diadaptasi dengan penyesuaian fonetik dan morfologi. Langkah ini seperti kata "Lingko" yang digunakan sebagai identitas transportasi Jakarta dengan nama Jak-Lingko, mengambil dari istilah masyarakat Manggarai di NTT terkait pesawahan yang saling terhubung pengairannya seperti jaring laba-laba.
Ketiga, legitimasi akademik dan sosial. Badan Bahasa perlu proaktif dalam melegitimasi kosakata baru melalui kamus resmi dan platform daring. Hal demikian perlu dilakukan dengan adanya kolaborasi dukungan dari media, akademisi, dan komunitas sastra, untuk memperkenalkan kosakata baru kepada masyarakat luas. Kontekstualisasi dengan isu kontemporer menjadi sangat penting dalam proses penambahan kosakata. Istilah yang terkait dengan teknologi, seni, lingkungan, atau politik dapat menjadi prioritas untuk dikembangkan dan diadaptasi. Langkah demikian seperti penyebutan berkaitan artificial intelligence, cryptocurrency, metaverse, dan istilah-istilah dalam keilmuan tertentu
Tantangan dan Solusi
Penambahan kosakata seringkali menghadapi resistensi sosial dan budaya, terutama ketika dianggap terlalu sulit atau tidak konvensional. Untuk mengatasi tantangan ini, kampanye edukasi perlu dilakukan. Pemerintah perlu secara massif menjelaskan makna dan relevansi kosakata baru kepada masyarakat melalui media dan literasi digital. Upaya tersebut juga perlu diiringi integrasi dalam media dan seni. Kosakata baru harus digunakan secara konsisten dalam karya sastra, film, dan diskusi publik untuk membangun familiaritas.
Pernyataan Anies Baswedan yang mengusung istilah "menggaunglantangkan", menjadi momentum refleksi untuk lebih berani dalam mengembangkan Bahasa Indonesia. Sebagai bahasa yang dinamis, penambahan kosakata baru harus menjadi bagian dari strategi jangka panjang untuk memastikan Bahasa Indonesia mampu menjawab kebutuhan ekspresi masa kini dan masa depan. Dengan dukungan semua pihak, Bahasa Indonesia dapat menjadi bahasa yang tidak hanya berfungsi sebagai alat komunikasi, tetapi juga sebagai medium kreativitas dan inovasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H