Mohon tunggu...
Muh Khamdan
Muh Khamdan Mohon Tunggu... Human Resources - Researcher / Paradigma Institute

Penikmat kopi robusta dan kopi arabika dengan seduhan tanpa gula, untuk merasakan slow living di surga zamrud khatulistiwa.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Membangun Ekosistem Pencegahan Korupsi

22 Desember 2024   23:31 Diperbarui: 22 Desember 2024   23:31 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Upaya Membangun Ekosistem Pencegahan Korupsi Melalui Pendidikan. Dok. Khamdan

Sejak berdirinya KPK pada 27 Desember 2002, masyarakat menaruh harapan tinggi perjuangan melawan korupsi di Indonesia akan berhasil. Harapan itu muncul dipengaruhi oleh sejumlah aksi KPK sejak awal dengan adanya "festival" operasi tangkap tangan (OTT) dan pengungkaan sekaligus penetapan tersangka dari semua kalangan. Perkara-perkara pidana sulit yang membutuhkan langka kerja khusus oleh para penyidik, hampir semuanya bisa terungkap. Hal demikian seperti bidang perbankan, perpajakan, pasar modal, perdagangan, serta transaksi keuangan lintas sektor oleh penyelenggara negara maupun penerima anggaran negara.

Ironisnya, harapan tinggi masyarakat terhadap strategi pemberantasan korupsi justru terciderai. Indonesia Corruption Watch (ICW) dalam laporan pemantauan kasus korupsi selama 2023, terdapat 791 kasus korupsi yang melibatkan 1.695 orang tersangka. Parahnya, rata-rata putusan terhadap para tersangka pidana korupsi adalah pidana penjara 40 bulan atau 3 tahunan. Realitas hukuman terhadap koruptor di Indonesia jelas tidak memberikan efek jera, sehingga menampilkan tren praktik korupsi yang tidak berhenti.

Korupsi dalam perkembangannya seringkali berkaitan dengan praktik merebut kekuasaan dan upaya mendapatkan prestise sosial. Korupsi pada akhirnya mempererat hubungan antara pemegang kekuasaan politik dan praktik mengumpulkan modal untuk mempertahankan kekuasaan sekaligus mempertahankan kekayaan. Ikatan demikian sering disebut dengan istilah oligarki dalam politik. Penguasaan politik bertujuan untuk dapat mempertahankan sekaligus menambah sumber kekayaan, sedangkan penguasaan kekayaan akan memudahkan merebut sekaligus mengokohkan pondasi kekuasaan.

Relasi antara kekuasaan politik dan kekuasaan kekayaan yang berpotensi menimbulkan praktik korupsi, perlu mendapatkan perlawanan melalui pembangunan ekosistem pemberantasan korupsi. Ekosistem dalam konteks pemberantasan korupsi setidaknya mencakup tiga ruang lingkup, yaitu penindakan, pencegahan, dan pendidikan. Ekosistem demikian dapat terbangun dengan pelibatan masyarakat dalam pengawasan perijinan layanan publik di setiap jenjang, pelibatan masyarakat dalam pengawasan pengelolaan keuangan di tingkat daerah maupun pusat, serta kualitas keterbukaan informasi dalam layanan publik.

Ekosistem pencegahan korupsi tergantung pada sistem yang mampu meminimalisir potensi praktik korupsi. Selama ini, merebaknya tindak pidana korupsi berupa pungutan liar, penyuapan, gratifikasi, maupun praktik lainnya, dipengaruhi oleh rumitnya prosedur pelayanan publik. Perijinan yang berbelit-belit dalam aspek berkas administrasi maupun alur layanan, seringkali menjadi sebab penyalahgunaan kewenangan.

Praktik korupsi yang seringkali memanfaatkan kerumitan prosedur dan lamanya layanan, bagi kalangan tertentu juga menumbuhkan metamorfosis perilaku negatif. Sejumlah istilah keagamaan setidaknya turut menjadi faktor pendukung pembenaran praktik koruptif, seperti infaq, shodaqoh, hibah, bisyaroh, hadiah, atau jariyah. Hal demikian dapat dimaklumi karena penambahan biaya di luar prosedur layanan dan transaksi jual beli kewenangan, sering menggunakan istilah keagamaan sebagai sampul perilaku.

Sejumlah praktik korupsi yang disamarkan status hukumnya dalam perilaku shalih, tentu menjadi tantangan tersendiri dalam proses pemberantasan korupsi. Hal demikian membutuhkan ekosistem pendidikan untuk memberikan kesamaan persepsi tentang korupsi. Permainan simbol agama dalam praktik pemberian sesuatu untuk dan dari pejabat tertentu di luar prosedur, jelas memudahkan timbulnya ambiguitas hukum. Pemerintah sendiri sudah menyusun strategi nasional pencegahan korupsi melalui penerbitan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2018 tentang Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK). Ekosistem pencegahan korupsi sebagaimana Stranas PK, terfokus pada strategi membangkitkan kesadaran masyarakat tentang dampak negatif korupsi dan pembudayaan perilaku antikorupsi.

Pembentukan ekosistem pencegahan korupsi melalui pendidikan antikorupsi misalnya, dapat dilakukan melalui tiga faktor. Pertama, infrastruktur berupa kebijakan-kebijakan yang menjamin berjalannya habituasi nilai antikorupsi sebagaimana kebijakan muatan isi dalam kurikulum antikorupsi. Kedua, struktur berupa pelembagaan tata kelola organisasi yang menjunjung nilai-nilai antikorupsi, yaitu keadilan, transparansi, dan tanggung jawab. Ketiga, kultur yang dikembangkan melalui gerakan kolektif sekaligus diinstitusikan menjadi kegiatan rutin sebagai bentuk praktik antikorupsi dan publikasi bahan-bahan ajar maupun kampanye antikorupsi.

Krisis moralitas yang semakin akut dari merebaknya praktik korupsi di segala bidang dan semua jenjang, berdampak pada permakluman atas praktik korupsi. Paradigma kekuasaan di Indonesia masih mengedepankan modal uang untuk memengaruhi pilihan politik dari kondisi perekonomian masyarakat yang buruk. Oleh karenanya, perlu sebuah kerangka teoritik dan gerakan praksis untuk melawan korupsi. Tentu ini menjadi momentum bagi para pimpinan KPK setelah dilantik oleh Presiden Prabowo Subianto pada 16 Desember yang lalu.

Nilai-nilai moralitas agama sesungguhnya dapat berfungsi sebagai modal untuk membangun etika sosial baru yang memberdayakan rakyat kecil sekaligus membangun persepsi baru bahwa korupsi adalah kejahatan yang harus dilawan. Etika sosial baru itu sangat membutuhkan peranan institusi keagamaan. Kalangan agamawan yang cenderung memiliki peran yang sakral di hadapan masyarakat tentu menjadi efektif untuk menginternalisasi nilai-nilai antikorupsi, yaitu kejujuran, kepedulian, kemandirian, kedisiplinan, tanggung jawab, kerja keras, kesederhanaan, keberanian, dan keadilan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun