Sebelumnya sudah dibahas mengenai bisnis model sektor energy dan barang kimia. Kali ini akan diulas mengenai sektor consumer non-cyclicals atau juga sering disebut sektor consumer primer.
Banyak pihak yang mendefinisikan sektor consumer primer merupakan sektor defensif dikarenakan produk yang dijual sifatnya mendasar yang merupakan kebutuhan masyarakat sehari-hari sehingga tidak terlalu dipengaruhi oleh gejolak siklus ekonomi. Pada IDX industrial classification, sektor consumer primer ini dibagi menjadi 7 sub sektor yakni Food & Staples Retailing, Beverages, Processed Foods, Agricultural Products, Tobacco, Household Products dan Personal Care Products. Hingga Januari 2023, ke-7 sub sektor tersebut terdiri dari 108 emiten yang listing di Bursa Efek Indonesia.
Karena sifat produknya merupakan kebutuhan primer masyarakat, maka secara umum, karakteristik yang mempengaruhi peningkatan-penurunan pendapatan serta kemampulabaan sektor consumer primer adalah meningkatnya laju inflasi baik yang didorong karena adanya demand pull maupun cost push inflation. Demand pull inflation merupakan inflasi yang dipicu oleh meningkatnya permintaan barang dan jasa oleh masyarakat. Sedangkan cost push inflation terjadi karena meningkatnya harga bahan baku untuk memproduksi barang dan jasa akhir, seperti kenaikan BBM, listrik, harga komoditas dll. Terjadinya inflasi akan menjadi alasan bagi emiten untuk menaikkan harga produknya.
Sektor consumer primer sebenarnya tidak sepenuhnya defensive yang tidak terpengaruh oleh gejolak siklus ekonomi. Ini tergantung dengan sifat produk yang dihasilkan oleh emiten. Emiten yang memproduksi barang substitusi akan mengalami penurunan pendapatan pada saat pertumbuhan ekonomi mengalami kontraksi seperti yang terjadi pada saat pandemi covid-19 yang mulai merebak pada tahun 2020 lalu. Saat itu pertumbuhan ekonomi Indonesia bahkan sempat mengalami penurunan -5,32% secara tahunan. Terjadinya penurunan pertumbuhan ekonomi serta dengan adanya pembatasan kegiatan sosial merubah perilaku konsumsi masyarakat. Hal ini berdampak terhadap penurunan pendapatan salah satu emiten sektor consumer primer yakni Charoen Pokphan Tbk.
Factor lain yang dapat mendorong peningkatan pendapatan sektor consumer primer adalah naiknya populasi dan pendapatan per kapita suatu negara. Jumlah populasi dan pendapatan per kapita yang meningkat akan menaikkan permintaan dan daya beli masyarakat terhadap produk consumer primer. Berdasarkan data dari Bank Dunia, populasi Indonesia pada tahun 2021 sebesar 273,8 juta dimana telah meningkat lebih dari 26 juta dalam 1 dekade terakhir yakni dari 247,1 juta pada tahun 2011. Data Bank dunia juga mencatat bahwa GDP per kapita Indonesia per tahun 2021 adalah sebesar US$ 4332,71 dibandingkan US$ 3613,8 pada tahun 2011.
Sementara itu dari sisi beban pokok penjualan (COGS) yang harus ditanggung oleh emiten adalah tergantung dengan harga komoditas yang menjadi bahan baku utama, seperti gandum, tepung, minyak (sebagai bahan baku pembungkus plastic), CPO, jagung, dll. Kecuali untuk emiten yang memproduksi minyak kelapa sawit dan jagung yang bahan bakunya adalah pupuk, benih, biaya pemeliharaan dll. Sentimen terhadap pergerakan harga komoditas ini berbanding terbalik dengan pergerakan indeks sektor consumer primer. Dimana indeks consumer primer akan turun jika harga komoditas naik, sebaliknya indeks akan naik apabila harga komoditas turun, seperti terlihat pada grafik dibawah ini.
Secara riil, peningkatan-penurunan harga komoditas ini akan mempengaruhi COGS dan gross profit margin emiten. Sebagai contoh, kontribusi utama pendapatan Indofood CBP Sukses Makmur adalah berasal dari penjualan mie instant +/- 73% dari total pendapatan. Bahan baku utama yang digunakan dalam proses produksi mie instan antara lain adalah tepung dan CPO. Meningkatnya harga tepung dan CPO akan menaikkan COGS emiten ini sehingga akan menggerus turun gross profit margin. Sebaliknya menurunnya harga tepung dan CPO akan mendorong turun COGS sehingga akan menaikkan gross profit margin.