Mohon tunggu...
Muhammad Jailani
Muhammad Jailani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Pascasarjana Universitas Nasional

saya adalah aktivis mahasiswa dan aktif diberbagai organisasi kemahasiswaan baik internal kampus maupun eksternal kampus. pernah menjabat sebagai presiden mahasiswa IAIN Langsa dan juga sekarang aktif sebagai wasekjend internal Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam di Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Financial

Perbankan AS Terkena Krisis, Sanggupkah Perbankan di Indonesia Bertahan?

5 Mei 2023   21:17 Diperbarui: 5 Mei 2023   23:06 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
svb bank - Bing images 

krisis dunia perbankan di Amerika Serikat sangatlah tajam, hal ini ditandai dengan penutupan Silicon Valley Bank (SVB) atau SVB effect dan Signature Bank di Amerika Serikat dan ini sangatlah berdampak kepada dunia perbankan baik di Amerika sendiri juga telah maupun Eropa Raya. Oleh karena itu Indonesia sebagai salah satu negara berkembang yang secara finance memiliki kecondongan yang cukup besar kepada Amerika tentu diharuskan sangatlah berhati hati dan mewaspadai hal ini.

Dalam amatan seorang Moch. Doddy Ariefianto selaku Pengamat Ekonomi dan Perbankan Univ. Bina Nusantara, Jakarta menyampaikan "penutupan Silicon Valley Bank cukup terkendali. Meski berdampak di Eropa Raya Namun, krisis perbankan di Amerika Serikat itu tidak terlalu berdampak kepada industry perbankan di Indonesia dan Doddy juga yakin perbankan di Indonesia mampu bertahan ditengah goncangan global".

"SVB itu akan terkendali, serta kepada perbankan di Indonesia tidak akan terlalu berdampak dikarenakan tidak memiliki hubungan langsung yang begitu kuat dengan SVB maupun Signature Bank, dan juga kita melihat kemampuan perbankan di Indonesia juga cukup kuat dimana permodalan 23% ditengarai dengan likuiditas 88-89%. Dan jika diamati penyebab krisis pada dunia perbankan di Amerika itu diawali dengan upaya menaikkan suku bunga dengan cukup agresif oleh Bank Sentral dengan acuan 0,25% dan itu merupakan upaya menaikkan suku bunga untuk ke sembilan kali nya dengan kisaran 4,75 - 5 persen. Berbeda dengan Indonesia meski isu inflasi tinggi, namun masih cukup terkendali  dan pengetatan moneter di Indonesia tidak seagresif di Amerika dan negara negara maju lainnya.

Disisi lain, Sri Mulyani selaku Menteri Keuangan Indonesia pada Seminar ASEAN 2023 ; "Enhancing Policy Calibration for Macro Financial Resilience" di Bali Nusa Dua Convention Center mengungkapkan bahwa pihaknya memantau dengan cukup cermat pada situasi dan kondisi perbankan global khususnya Amerika dan Eropa saat ini yang tengah dilanda krisis.

"kondisi di Amerika dan SVB itu dimana bank yang memegang obligasi pemerintah, tingkat suku bunga yang sangat curam oleh Federal Reserve mempengaruhi harga, jadi simpelnya itu market to market dan itu pasti akan menggerus neraca mereka, oleh karena itu kita bersama OJK dan Lembaga Penjamin Simpanan di Indonesia sedang melakukan konsolidasi dan pengawasan serta street test yang ketat agar dampak SBV effect tidak melanda ke perbankan di Indonesia begitu besar.

Oleh karena itu, jika ditanya apakah Indonesia mampu bertahan terlebih dengan keadaan inflasi saat ini ?, maka jawabannya adalah dalam hemat kami, kami yakin sangatlah mampu (Insya Allah), selain kita tidak memiliki hubungan perbankan yang langsung dan cukup kuat  dengan SVB effect, juga keadaan inflasi di Indonesia dinilai cukup terkendali.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun