[caption id="attachment_32382" align="alignright" width="298" caption="ilustrasi"][/caption] Sekerumunan warga berkumpul di depan puskesmas tempat tugas saya di salah satu kabupaten di Aceh. Dua orang perwakilannya kemudian menemui saya dan mengutarakan maksud mereka. Mereka ingin membuktikan adanya perselingkuhan dengan memeriksa adanya tanda persetubuhan dan sisa sperma pada kemaluan kewanita yang mereka tangkap dengan tuduhan perselingkuhan yang baru terjadi denga seorang pria yang sudah tidak sempat ditangkap di tempat kejadian. Wah..Ada-ada saja keinginan warga ini. Beberapa waktu yang lalu beberapa orang pasangan mesum yang tertangkap tangan oleh warga telah di cambuk di depan masjid raya kabupaten ini. Sayapun sempat menjadi tim medis proses eksekusi. "Maaf, Pak. Saya tidak bisa memenuhi permintaan Bapak. Dokter hanya memeriksa korban dengan dugaan pemerkosaan atas permintaan pihak kepolisian sebagai penyidik. Bukan atas dugaan perselingkuhan atau perzinahan." "Dok, keterangan dokter akan memperkuat bukti kalau telah terjadi perzinahan. Kami akan minta surat dari kepolisian kalau dokter perlu surat itu." "Apa memang prosedur pembuktiannya perzinahan seperti ini?" Saya bertanya pada mereka. "Sebenarnya kami juga kurang tahu. Pada kasus-kasus sebelumnya dengan saksi yang cukup. Tapi kali ini warga belum memergoki mereka secara langsung. Jadi saksi perzinahan itu belum ada. Makanya kami minta pembuktian dari Dokter" "Wah..Gak bisa Pak. Saya hanya akan membantu proses hukum bila ada ada permintaan resmi dari penyidik. Lagipula walau pihak kepolisian meminta saya memeriksanya atas dugaan pemerkosaan dan ditemukan tanda-tanda persetubuhan dan sperma dalam kemaluan si wanita, saya tidak akan tahu siapa pemilik sperma. Kecuali spermanya dikirim ke Medan atau Jakarta untuk periksa DNA-nya." Saya menjelaskan panjang lebar. Kedua bapak ini kelihatan manggut-manggut. Entah mereka mengerti atau tidak, saya tidak tahu :-). Rupanya mereka telah beberapa kali memergoki pasangan tak resmi ini berduaan (berkhalwat) sampai dini hari di sebuah rumah kosong, namun belum ada bukti bahwa mereka telah berzina atau tertangkap tangan sedang be'indehoi' atau berasyik-masyuk. Namun pada penggerebekan kali ini mereka curiga pasangan ini baru saja selesai melakukan perzinahan, namun mereka terlambat datang. Beginilah mungkin kalau aparat penegak hukum (polisi dan polisi syariat) kurang sigap dan tegas dalam penegakkan hukum. Akhinya warga yang tidak rela melihat pelanggaran syariat jadi 'main hakim sendiri'. Sampai satu minggu kemudian tidak ada tindak lanjut dari kasus ini, apalagi ada surat dari kepolisian untuk meminta pemeriksaan. Saya pikir karena pembuktian perzinahan memang tidak dengan cara demikian. Hanya warga saja yang kurang tahu tentang hukum yang meminta saya demikian. Publish from Kompasiana Mobile
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H