Mohon tunggu...
Muhammad Jabir
Muhammad Jabir Mohon Tunggu... profesional -

Urologist || http://muhammadjabir.com

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Waktu Bukanlah Ilusi

6 Desember 2009   15:56 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:03 792
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Albert Einstein pernah mengatakan "Waktu adalah Ilusi" Tidak ada ada perbedaan hari ini dengan tahun depan. Kalau merujuk pada teori relativitas hal  itu benar. Namun jika melihat fakta  kehidupan nyata bisa hal itu bisa"kurang benar". Buktinya Einstein juga pernah kecil, rambutnya tidak jabrik  dan putih seperti yang kita lihat di fotonya. Jika waktu dianggap ilusi, maka tak akan ada pengaruh waktu pada kehidupan. Einstein tidak akan pernah jadi ilmuwan karena akan tetap menjadi bayi sepanjang masa. Waktu tidak mengenal tanda titik untuk berhenti dan bahkan tidak pernah menoleh ke belakang. Yang berlalu akan tetap berlalu dan akan menjadi masa lalu. Jangan dikenang apalagi ditangisi, tapi jadikan pelajaran berharga. Kita hanya bisa berdamai dengan diri sendiri. Umur yang bertambah bukan untuk dirayakan tanggal berulangnya, tapi bagaimana menginstrospeksi diri dan menjadikan diri untuk lebih baik dan lebih bertakwa. Saya kira tidak ada contoh  dari Rasulullah untuk merayakan hari kelahiran (kalau saya salah, mohon dikoreksi). Apalagi sampai mengadakan pesta segala. Kalau tidak  ada contohnya dan kita bermaksud mendekatkan diri kepadaNya dengan cara itu,  menurut Ustadz, bisa-bisa kita terjerumus pada bid’ah atau minimal tasyabbuh bil kuffar (meniru-niru orang kafir). Padahal barang siapa yang meniru-niru suatu kaum maka ia adalah bagian dari mereka. Waktu terus berlalu. Seharusnya kita berpikir sudah sejauh mana persiapan kita menghadapi alam akhirat? Sudah cukupkah amal kebajikan yang akan menemani kita di alam barzak sambil menunggu datangnya hari kiamat? Sudah siapkah kita meniti jembatan shirat? Atau kita hanya ingin bertamasya ria di neraka jahannam bersama iblis dan orang-orang yang mengingkari agama Allah? Atau hanya rindu terjun bebas ke dasar neraka? Tak seorangpun manusia yang punya impian seperti itu. Naudzubillah. Umur yang bertambah berarti makin makin mendekatkan kita pada kuburan. Manusia diberikan pilihan untuk membentangkan sajadah ke kuburan atau menaburi jalan ke kuburan dengan maksiat. Karena hidup setelah kematian hanya ada dua pilihan, ke syurga atau ke neraka. Semua orang mempunyai kesempatan yang sama untuk masuk ke dua tempat itu. Tapi kadang saya ingat mati tapi lupa diri. Melakukan segala sesuatu di dunia yang fana ini seolah-olah saya tak akan mati. Padahal orang yang berakal sehat pasti yakin akan mati dan jika ingin masuk syurga juga harus melalui pintu kematian. Orang yang paling pintar bukanlah orang yang minum tolak angin, tapi mereka yang sering ingat kematian. Diriwayatkan oleh Ath-Thabrani dan Ibnu Majah dari Umar bahwa ia berkata, “Ketika kami sedang duduk bersama Rasulullah, tiba-tiba muncul seorang sahabat Anshar. Setelah mengucap salam kepada beliau, ia bertanya, “Rasulullah, siapakah orang mukmin yang terbaik itu?” Beliau menjawab, “Yang paling baik akhlaknya.” Ia bertanya, “Siapakah orang mukmin yang paling pintar?” Beliau menjawab, “Yang paling sering ingat kematian dan yang punya persiapan terbaik untuk menyambut apa yang terjadi sesudahnya. Mereka itulah orang yang paling pintar.” Hadits ini juga diketengahkan oleh Malik. Sudahkah kita ingat mati? Demi mengingat kematian ini, ada orang yang menyimpan kain kafan di antara lipatan pakaian atau digantung berdampingan dengan baju kerja sehingga selalu teringat mati bila melihat kain kafan tersebut. Teungku Zulfikar Akbar sepertinya sudah menulis pidato untuk dibacakan pada upacara kematiannya (Subhanallah..). Ingat, waktu bukanlah ilusi yang seolah ada namun hakikatnya tiada. Waktu itu nyata. Setiap detik yang kita lewati akan dipertanggung jawabkan di hadapanNya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun