Ditengah gencarnya PSSI dalam melakukan naturalisasi pemain sepak bola Indonesia, serta ramainya pembicaraan publik mengenai statement yang dikatakan oleh salah satu pejabat publik di negeri ini tentang ketidakharusan penerima beasiswa dari negara untuk kembali ke tanah air, menggugah banyak diskusi di khalayak ramai. Dengan jumlah diaspora yang tak sebanyak negara tetangga, bagaimana pemerintah bisa mengoptimalisasi peran diaspora dalam berkontribusi untuk Indonesia?Â
Beberapa waktu lalu (saat tulisan ini dibuat), publik sedang dihebohkan dengan pernyataan yang disampaikan oleh Mendiktisaintek Satryo Soemantri Brodjonegoro, ia mengatakan bahwa para penerima beasiswa LPDP tidak harus lagi kembali ke Indonesia apabila mereka telah menyelesaikan studi di negara tujuannya masing-masing. Namun, hal ini menimbulkan banyak pro dan kontra dari berbagai elemen masyarakat. Sebagian banyak yang setuju, namun tak sedikit pula dari mereka yang tidak setuju dengan pernyataan putra sulung teknorat ulung era Orde Baru Alm. Soemantri Brodjonegoro tersebut.
Para penggemar sepakbola tanah air pun juga sedang diramaikan dengan kritik yang disampaikan oleh salah satu Anggota DPR RI Fraksi Partai Demokrat, Anita Jacoba Gah, terkait naturalisasi pesepak bola asing untuk memperkuat Timnas Indonesia yang tengah digencarkan Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI). Padahal sejatinya, para pemain Timnas Indonesia yang dinaturalisasi oleh PSSI merupakan diaspora Indonesia dan memiliki darah keturunan Indonesia, sebut saja Ragnar "Wak Haji" Oratmangoen yang memiliki darah keturunan Maluku dan Shayne Pattynama yang memiliki ayah kelahiran Semarang, Jawa Tengah.
Romdiati, 2015, dalam tulisannya menyebutkan bahwa diaspora adalah emigran dan keturunannya yang tinggal di luar negara tempat leluhurnya namun mereka masih mempertahankan hubungan emosi dengan negara asalnya tersebut sendiri bisa didefinisikan sebagai sekelompok orang yang tinggal di tanah yang jauh dari tanah kelahirannya. Diaspora Indonesia sendiri pun tersebar di berbagai belahan penjuru dunia dengan berbagai alasan; mulai dari melanjutkan studi, bekerja, atau bahkan membangun usaha dalam rangka memperkenalkan Indonesia di mata dunia. Namun sayangnya, perhatian yang diberikan oleh pemerintah pusat terhadap diaspora Indonesia bisa dikatakan cukup minim. Sebut saja dari rawannya perdagangan orang secara ilegal, hingga sedikit bantuan beberapa perwakilan negara Indonesia (re: KBRI/KJRI) terhadap para diaspora yang bermasalah, maupun mereka yang ingin memperkenalkan Indonesia di negara mereka tinggal.Â
Jika kita berkaca pada dua negara superpower di Asia: China dan India, jumlah diaspora mereka jauh lebih berkali lipat lebih banyak daripada jumlah diaspora Indonesia. China misalkan, jumlah diaspora mereka mencapai angka 10 juta orang, namun jika termasuk mereka yang berketurunan China, bisa sampai angka 60 juta orang sekalipun yang tersebar di seluruh penjuru dunia (IOM, 2021), untuk jumlah diaspora India pun bisa menyentuh angka 18 juta orang (BBC, 2024). Sedangkan jumlah diaspora Indonesia yang berkewarganegaraan Indonesia hanya mencapai angka kurang lebih 5 juta orang (KPU, 2024). Tentu angka tersebut merupakan jumlah yang jauh lebih sedikit jika dibandingkan dengan jumlah diaspora China dan India.
Apabila kita pergi ke banyak negara di luar sana, kita akan dengan mudahnya menemukan banyak sekali warung makan yang menyuguhkan panganan khas India dan juga China, hal ini dikarenakan peran aktif pemerintah mereka dalam memberikan insentif kepada para diasporanya yang hendak mempromosikan negaranya melalui medium apapun. Tak jarang juga di warung makan tersebut para pemilik restoran tanpa sungkan-sungkan mempromosikan budaya dan juga objek wisata unggulan di negara asalnya. Sebenarnya, pemerintah melalui Kemenparekraf telah mencanangkan program bertajuk: "Indonesia Spice Up The World" yang bertujuan untuk menaikkan ekspor rempah khas Indonesia menjadi 2 miliar dollar AS, dan jumlah restoran Indonesia di luar negeri bertambah 4.000 restoran sampai 2024.
Kenyataannya, banyak sekali diaspora Indonesia yang terkenal akan karya-karyanya. Sebut saja Alm. Sehat Sutardja. Diaspora Indonesia berkewarganegaraan Amerika Serikat tersebut merupakan pendiri Marvell Technology pada tahun 1995 lalu, ia juga pemilik lebih dari 440 hak paten di bidang ilmu komputer dan elektronika. Yang dimana beberapa tahun silam, ia memiliki niat baik untuk kembali. Namun bagai gayung tak bersambut, justru malah pemerintah Singapura-lah yang menyambut ide baiknya, yang dimana ia dan sang istri mendirikan Siliconbox, perusahaan semikonduktor yang berfokus pada desain dan manufaktur pengemasan chiplet. Pada bulan September 2024 lalu, ia menghembuskan nafas terakhirnya di Las Vegas, Nevada, Amerika Serikat.
Bergeser ke ranah olahraga, publik tanah air juga dihebohkan dengan ramainya supporter Tim Nasional Sepakbola Indonesia yang datang mendukung kesebelasan kebanggaannya berlaga di Piala Asia Qatar 2023, Piala Asia U-23 Qatar 2024, serta yang terbaru ialah saat Tim Garuda berlaga di Arab Saudi dan Bahrain dalam rangka kualifikasi Piala Dunia 2026 ronde ketiga yang berlangsung di Jeddah, Arab Saudi serta Riffa, Bahrain. Para diaspora Indonesia yang tinggal di kawasan Timur Tengah tersebut pun bersepakat membentuk komunitas supporter yang diberi nama Garuda Timur Tengah yang menaungi seluruh komunitas ultras sepakbola di seluruh negara Timur Tengah; yakni Garuda Qatar, Garuda Bahrain, Garuda Saudia, Garuda UAE, Garuda Oman, dan Garuda Kuwait, yang dimana mereka memecahkan rekor jumlah penonton terbanyak di Stadium Abdullah bin Khalifa, Doha, Qatar saat Timnas Indonesia U-23 berlaga melawan Tim Ginseng Korea Selatan dengan jumlah penonton mencapai 9,105 penonton dengan kapasitas maksimal stadium ialah 10,000 penonton. Tak sedikit pula dari mereka yang menggunakan pakaian atau identitas khas Indonesia seperti seragam Pramuka, batik Korpri, dan baju-baju daerah dari seluruh penjuru Indonesia.
Keberhasilan diaspora dalam mengharumkan nama Indonesia di luar negeri, baik dalam bentuk dukungan olahraga maupun kontribusi di berbagai sektor, menunjukkan bahwa mereka adalah aset penting yang layak mendapat perhatian lebih besar. Dengan dibentuknya Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, diharapkan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dapat memperhatikan kesejahteraan para diaspora dan pekerja migran Indonesia yang merupakan agen bangsa di komunitas internasional. Ditambah lagi Pemerintah juga harus memiliki kebijakan yang konkret dan tepat sasaran untuk pada diaspora, seperti memberikan pendampingan hukum yang mudah diakses, dan mendirikan pusat-pusat komunitas di luar negeri melalui KBRI/KJRI yang dapat menjadi tempat perlindungan dan pengembangan diaspora, serta medium untuk mempersiapkan para diaspora untuk menjadi agen bangsa Indonesia di mancanegara, bukan sekedar pekerja yang bisa diandalkan untuk menyumbang devisa.
Referensi
Anggota DPR Fraksi Demokrat kritik naturalisasi pesepak bola: Kita tidak miskin atlet. (2024, November 5). Asumsi. https://asumsi.co/post/96519/anggota-dpr-fraksi-demokrat-kritik-naturalisasi-pesepak-bola-kita-tidak-miskin-atlet/
MEDIANA. (2022, May 11). Bukan Sekadar Membangun Restoran Indonesia di Luar Negeri. kompas.id. https://www.kompas.id/baca/ekonomi/2022/05/10/bukan-sekadar-membangun-restoran-indonesia-di-luar-negeriÂ
Wijayanto, N. (2024, September 19). Profil Sehat Sutardja, orang Indonesia Pendiri Marvell Technology AS meninggal dunia. SINDOnews Ekbis. https://ekbis.sindonews.com/read/1458341/34/profil-sehat-sutardja-orang-indonesia-pendiri-marvell-technology-as-meninggal-dunia-1726736957Â
Piala Asia 2023 Pecahkan Rekor Jumlah penonton. (2024, January 31). Tempo. https://data.tempo.co/data/1833/piala-asia-2023-pecahkan-rekor-jumlah-penonton
Romdiati, H. (2015). GLOBALISASI MIGRASI DAN PERAN DIASPORA: Suatu Kajian Pustaka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H