Rupiah Indonesia kembali menguat pada akhir pekan lalu, dengan mencapai level Rp14.250 per dolar AS. Penguatan ini cukup signifikan, mengingat pada awal tahun 2023 rupiah sempat menyentuh level Rp15.000 per dolar AS.
Penguatan rupiah ini terjadi tanpa adanya intervensi valas dari Bank Indonesia (BI). Hal ini cukup menarik, mengingat intervensi valas biasanya menjadi salah satu instrumen yang digunakan BI untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.
Faktor Penyebab Penguatan Rupiah
Ada beberapa faktor yang diduga menjadi penyebab penguatan rupiah tanpa valas, antara lain:
Kenaikan harga komoditas ekspor: Indonesia merupakan salah satu negara pengekspor komoditas utama, seperti minyak sawit, batu bara, dan CPO. Kenaikan harga komoditas ekspor ini turut meningkatkan pendapatan devisa Indonesia, yang berdampak positif terhadap nilai tukar rupiah.
Perbaikan kinerja ekonomi: Ekonomi Indonesia menunjukkan perbaikan pada triwulan III 2022, dengan pertumbuhan mencapai 7,07% secara tahunan. Perbaikan kinerja ekonomi ini turut meningkatkan kepercayaan investor terhadap perekonomian Indonesia, yang juga berdampak positif terhadap nilai tukar rupiah.
Arus modal asing yang masuk: Arus modal asing yang masuk ke Indonesia juga turut mendukung penguatan rupiah. Arus modal asing ini berasal dari berbagai sumber, seperti investasi langsung, investasi portofolio, dan pinjaman luar negeri.
Dampak Positif Penguatan Rupiah
Penguatan rupiah tanpa valas merupakan kabar baik bagi perekonomian Indonesia. Penguatan ini dapat membantu menurunkan biaya impor, yang akan berdampak positif terhadap inflasi dan daya beli masyarakat.
Selain itu, penguatan rupiah juga dapat meningkatkan daya saing produk ekspor Indonesia di pasar global. Hal ini akan mendorong pertumbuhan ekspor Indonesia, yang akan berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi.