FILSAFAT, AGAMA DAN SAINS (EMPIRISME HUMME).
Berbicara tentang filsafat, agama dan sains tidak akan ada habisnya, karena pembahasan ini selalu hangat untuk diperbincangkan baik pada zaman dahulu maupun sekarang. Karna temanya yang selalu up to date dan tak lekang di makan zaman.
Filsafat, agama dan Sains dalam hubungannya dengan Buku yang saya baca, kebetulan buku yang saya baca berhubungan denga empirisme atau pengalaman dan David Humme, Semangat dari kaum empirisme adalah ingin menyempurnakan apa itu kebenaran. Sebelumnya saya ingin mengutip apa kata Muhammad Iqbal Al-Pakistani seorang filsuf dari Pakistan, beliau mengatakan “baik agama maupun sains sebenarnya mencoba untuk membuktikan apa itu kebenaran, dengan metode yang berbeda. Baik agama maupun sains keduanya beranggapan dengan metode yang benar. (read: sains ; empirisme +rasional, agama (rasional+intuisi+spiritual+keimanan).
Ontologi
(Humme hanya percaya bahwa yang ada itu yang bisa dilihat oleh mata; wujud, eksistensi, materi, hal yang penting)
Kita kembali, niat David Humme sebenarnya baik, ingin menyempurnakan teori yang sebelumnya, bahwa kebenaran itu hanya bisa dengan pendekatan rasional saja (Rene Descatres) padahal tidaklah demikian, David Humme datang dengan pandangan empirisme nya, walau dikatakan empirisme yang radikal dan ekstrim bahwa segala sesuatu harus bisa dilihat oleh mata, mukjizat, Tuhan, malaikat sebagai salah satu dari konsep agama itu menurut David Humme susah untuk dijelaskan dan di buktikan secara mata inderawi.
David Humme hanya percaya dengan apa yang bisa dilihat dan diukur, kebaikannya untuk menyempurnakan metode sains malah menjadikan dia menjadi seorang skeptis (ragu) .
Teori Humme tentang bola penghancur, teori Rene Descartes bahwa ada sesuatu yang tidak bisa dinalar oleh akal (rasio) manusia yaitu harus dengan pengalaman, salah satu dalilnya yaitu :
Kita tidak bisa tahu apakah besok matahari akan terbit atau tidak, baik dengan seba-b-akibat, premis mayor-minor pun seberapa hebatnya kita melakukan premis mayor-minor dan sebab-akibat. Kesimpulannya, tetap saja kita harus melihat langsung keesokan harinya apakah matahari akan terbita atau tidak.??? Harus dengan mata, pengalaman diri sendiri.
Memang benar juga, tidak semua ilmu pengetahuan bisa diselesaikan dengan matematika, koherensi, korespondensi, logika, silogisme (premis mayor-minor filsafat) tapi ada hal-hal yang harus kita lihat sendiri (empiris).
Epistimologi
(Akibat dari Ontologinya, Humme menganggap metode untuk tahu realita itu dengan mata dan empirisme , pengalaman , perhitungan, pengukuran).
Ini berdampak pada kepercayaan Humme akan agama, dan sains karena ontologi .
Tentang agama Humme tidak percaya dengan hukum sebab-akibat (mukjizat), tidak percaya malaikat, setan, surga, Tuhan dan neraka. Karna dianggap tidak bisa dilihat oleh mata kepala sendiri.
Tentang Sains, Humme tidak percaya dengan metode matematika, logika dan silogisme saja. Tapi harus dengan empirisme. Nantinya akan disempurnakan oleh Immanuel Kant yang menggabungkan antara David Humme dan Rene Descartes (empirisme+rasional) yang menjadi metodologi ilmu sains modern saat ini.
AKSIOLOGI
(Akibat dari Ontologi, epistimologi dari Humme tentang pengalaman, pengaplikasian Humme./ etika, estetika).
·Membuat Humme menjadi seorang skeptis (meragukan ) adanya Tuhan, neraka, surga, mukjizat, malaikat dan hal-hal yang metafisik.
·Bahwa nafsu itu mengendalikan akal, Humme tidak percaya dan tidak mengedepankan akal, tapi mengedepankan panca indera mata dan nafsu. Sehingga kebaikan dan keburukan menurut Humme karna pengalaman dan nafsu manusia saja.
·Kaum empirisme menganggap orang baik dan buruk karena apa yang mereka lihat, dengar dan dimana mereka tinggal.
·Kebenaran itu adalah yang dapat di indera (empiris) sesuai pengalaman, belum penyempurnaan Immanuel Kant (empirisme+rasional) yang jadi metode sains sekarang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H