Akan tetapi, setiap daerah di Indonesia memiliki seni debus tersendiri. Salah satunya seni debus Aceh atau yang lebih dikenal Rapai Dabus.
Rapai Dabus Aceh merupakan salah satu seni bela diri yang kebal terhadap senjata tajam dan prosesnya memiliki rapalan ataupun syair (kebiasaan salawat ataupun zikir).
Seni Rapai Debus Aceh merupakan salah satu dari kesenian (kebudayaan) yang begitu terkenal dan melegenda di Aceh. Karena, rapai dabus merupakan salah satu peninggalan (warisan) budaya Aceh yang dari masa kesultanan.
Bahkan, dari beberapa literatur menyatakan, bahwa orang Aceh memiliki ilmu-ilmu kebal yang luar biasa.
Sejarah Rapai Debus Aceh
Rapai Dabus atau rapa'i dabh merupakan kesenian gabungan antara syair-syair (islam) dan ilmu metafisika (ilmu kebal). Menurut beberapa literatur, asal mula rapai dabus di Aceh berasal dari puisi-puisi atau syair yang dilantunkan oleh kaum sufi yang ada di Aceh. Dulunya (bahkan sekarang) Aceh terkenal akan keislaman.
Jika melihat sejarah Aceh, pertama sekali manusia yang mendiami Aceh adalah masyarakat-masyarakat yang masih berpola-pikir animisme (kepercayaan kepada roh-roh).
Hingga pada awal abad 7 (pendapat lain abad ke 13) islam masuk ke Aceh melalui perantara perantau (pedagang) dari wilayah pesisir timur. Pesisir timur yang dimaksud adalah negara-negara mayoritas muslim, seperti Arab Saudi, Palestina, Mesir, dan sebagainya.
Rapai Dabus seperti yang sudah dijelaskan, pada mulanya, bukan kesenian yang memperagakan kekuatan tubuh, melainkan hanya kumpulan syair-syair islami yang dibacakan oleh mursyid (guru sufi) kepada muridnya untuk membersihkan jiwa.
Akan tetapi, seiring perkembangannya, syair-syair tersebut dijadikan sebagai alat (metode) untuk memperoleh kekuatan kebal. Terdapat pertentangan yang mendasar tentang rapai debus yang terjadi sekarang, karena terjadi penyelewengan unsur-unsur keagamaan, di mana syair-syair keagamaan dijadikan alat untuk memperoleh kekuatan yang tidak baik.
Walau demikian, rapai debus oleh beberapa kalangan dianggap sebagai suatu warisan budaya yang begitu kontroversi dan melegenda di Aceh.