Warisan Tgk Chik Kuta Gle masih terasa hingga kini. Nama beliau diabadikan sebagai salah satu pahlawan Aceh yang dihormati. Banyak cerita kepahlawanan beliau yang masih diceritakan dari generasi ke generasi, menjadi inspirasi bagi perjuangan rakyat Aceh untuk mempertahankan kedaulatan dan martabat mereka.
Nama Kuta Gle mungkin tidak begitu familiar bagi sebagian besar masyarakat Aceh sekarang, namun begitu akrab bagi para pemerhati dan peneliti sejarah Aceh dan juga bagi sejarawan Belanda, karena Kuta Gle merupakan sebuah benteng besar di masa Kerajaan Aceh yang juga merupakan benteng terakhir.
Simbol Kebangkitan dan Pendidikan
Sejak Belanda berhasil mengalahkan pertahanan Kuta Gle, mulai saat itu Kuta Gle menjadi daerah terbengkalai sehingga menjadi hutan belantara. Satu-satunya kawasan kecil dari benteng Kuta Gle yang sedikit terawat adalah lokasi pemakaman para syuhada yang gugur dalam agresi Belanda. Salah satu dari mereka adalah Tgk. Chik Kuta Gle yang merupakan ketua/pimpinan.
Setelah sekian lama terbengkalai, pada tahun 2012 seorang ulama karismatik Aceh, Syekh H. Hasanoel Bashry HG (Abu Mudi), memprakarsai pendirian Dayah Jamiah Al-Aziziyah di sekitar lokasi tersebut. Mulai saat itu lokasi tersebut mulai dibersihkan dan dirapikan. Beberapa bukit diratakan untuk didirikan asrama santri, ruang belajar, mushalla dan sebagainya.
Saat ini, lokasi yang telah menjadi kompleks Dayah Jamiah Al-Aziziyah tersebut sebagian besarnya telah tertata rapi. Dan setelah mengalami beberapa kali perluasan sehingga mencapai 20 hektar lebih, Kuta Gle kini telah berubah wajah menjadi kampung santri. Hal ini membuat Dayah Jamiah Al-Aziziyah memiliki daya tarik tersendiri dengan menjadi detinasi wisata sejarah Benteng Kuta Gle.
Hadirnya Dayah Jamiah Al-Aziziyah di bekas lokasi Benteng Kuta Gle ini menimbulkan dampak positif bagi masyarakat sekitar dan juga bagi literasi sejarah. Karena selain menghidupkan kawasan yang telah terbengkalai, juga menjadikannya sebagai tempat menuntut ilmu agama, sehingga membuat sejarah perjuangan tersebut tetap hidup dalam ingatan masyarakat. Secara tidak langsung, Dayah Jamiah Al-Aziziyah tidak hanya berfungsi sebagai tempat belajar, tetapi juga sebagai pengingat akan masa lalu yang penuh perjuangan. Ini menunjukkan bagaimana sejarah dapat dihidupkan kembali melalui pendidikan dan pelestarian warisan budaya.
Dengan menghidupkan kembali lokasi Benteng Kuta Gle, dapat memberikan warisan berharga bagi generasi mendatang. Kisah perlawanan dan keteguhan hati para pejuang Aceh kini menjadi inspirasi bagi santri dan masyarakat luas. Benteng Kuta Gle tidak hanya berbicara tentang masa lalu, tetapi juga tentang harapan dan kebangkitan untuk masa depan yang lebih cerah.
Muhammad Iqbal
UNSIA
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H