Mohon tunggu...
Muhammad Iqbal
Muhammad Iqbal Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa

Pemerhati Pendidkan dan Sosial Budaya

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Analisis Wacana Kritis Isi/Teks Buku "Islam Menggugat Poligami"

4 Agustus 2023   21:49 Diperbarui: 5 Juli 2024   22:57 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Buku "Islam Menggugat Poligami" merupakan sebuah buku karya Prof. Dr. Siti Musdah Mulia, AM, APU yang dikenal sebagai seorang tokoh yang vokal dalam memperjuangkan hak-hak perempuan dan kesetaraan gender. Nah, tulisan ini akan coba mengulas beberapa potongan teks yang terdapat dalam buku tersebut dengan menggunakan metode analisis wacana kritis.

Pertama sekali kita akan mengulas judul bukunya, "Islam Menggugat Poligami". Kata "menggugat" menurut KBBI berarti mencela dengan keras atau menyanggah. Dari judul tersebut kita bisa memahami bahwa wacana yang hendak dikemukakan sang pengarang kepada para pembacanya bahwa syariat Islam tidak membenarkan dan melarang keras praktik poligami, sebagaimana dijelaskan dalam buku tersebut. 

Nah, kesimpulan tersebut sejatinya sangat berseberangan dengan pendapat mainstream para ulama yang menyatakan poligami dibolehkan dalam Islam berdasarkan dalil-dalil yang ada dan praktik Rasul serta para sahabat yang tentunya dengan syarat yang telah digariskan. 

Dengan demikian, kesimpulan tersebut bisa dikatakan terlalu subjektif dan tampak dipaksakan. Padahal semestinya penyimpulan hukum harus dilakukan secara objektif dan berdasar pada sikap netral serta mengikuti metode ilmiah yang telah dikukuhkan.

Sebagian teks yang terdapat dalam buku tersebut menjelaskan bahwa poligami merupakan bentuk penindasan, tindakan diskriminatif, pelecehan dan penghinaan terhadap martabat perempuan, karena tidak ada perempuan yang rela dimadu, sama seperti halnya laki-laki yang juga tak mau dimadu. Selain itu, ada juga teks yang menjelaskan bahwa poligami pada hakikatnya adalah perselingkuhan yang dilegalkan, dan karenanya jauh lebih menyakitkan perasaan istri.

Mengulik pilihan diksi yang digunakan mulai dari "penindasan, tindakan diskriminatif, pelecehan dan penghinaan terhadap martabat perempuan", terlebih lagi kalimat "perselingkuhan yang dilegalkan", penulis seakan hendak men-judge poligami sebagai perilaku yang sangat menyimpang. Wacana tersebut dikembangkan tanpa sedikit pun melihat sisi positif yang bisa timbul dari adanya legalitas poligami sebagaimana yang dikemukakan oleh para pakar lainnya. Ini lagi-lagi bersifat subjektif yang not fair dengan tanpa membandingkan sedikit pun dampak positif dan negatifnya.

Selanjutnya, dalam buku tersebut juga terdapat teks yang berbunyi "ironisnya, tidak sedikit umat Islam menganggap poligami sebagai tuntunan agama". Melalui diksi tersebut, penulis hendak mengungkapkan bahwa anggapan mayoritas umat Islam tentang poligami sebagai tuntunan agama merupakan suatu situasi yang bertentangan dengan yang diharapkan dan yang seharusnya terjadi. 

Penulis seolah ingin menggambarkan betapa seharusnya pendapat yang diterima secara umum adalah pendapat yang menyatakan bahwa Islam tidak membolehkan poligami. 

Sebenarnya kalau kita mau kritis, bisa saja kita balik mengatakan "sungguh ironis, masih ada orang yang menyalahi pendapat mainstream para ulama tentang keabsahan poligami", karena menurut pandangan para ulama poligami merupakan tuntunan agama, dalam arti dapat menjadi solusi dalam situasi tertentu serta dengan syarat tertentu. 

Poligami sebagai tuntunan agama bukan berarti agama mengajak atau mengajurkan seluruh umatnya melakukan praktik poligami, sebagaimana penjelasan para ulama bahwa agama tidak mengajurkan poligami bila tidak ada kebutuhan untuk itu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun