Mohon tunggu...
Muhammad Indraprasta
Muhammad Indraprasta Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Islam Kalimantan Muhammad Arsyad Al Banjari Banjarmasin dan Universitas Padjadjaran

Seorang Mahasiswa yang tertarik dengan hal baru terkhusus bidang Komunikasi, Public Relation dan Jurnalistik dan ingin mengasah lebih lanjut keterampilan yang dimiliki lewat karya tulisan-tulisan ini.

Selanjutnya

Tutup

Bandung

Roda Emisi Rendah, tetapi Masalah Tinggi: Refleksi terhadap Kebijakan Sepeda Listrik di PIMNAS

10 Desember 2023   11:59 Diperbarui: 17 Desember 2023   13:02 223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Potret Sepeda Listrik Beam PIMNAS ke-36 di  Universitas Padjadjaran/dok.pribadi

Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS) sebuah ajang akademis bergengsi yang menjadi sorotan seluruh mahasiswa di Indonesia. Apalagi pada tahun ini Pimnas ke-36 digelar di Universitas Padjadjaran (Unpad) dengan puncak kegembiraan, persaingan akademis dan antusiasme bagi para mahasiswa yang tersebar dari 106 perguruan tinggi di Indonesia. Tetapi Pimnas tahun ini bukan hanya membawa pesona karya ilmiah, rumus dan eksperimen saja yang mencuat, melainkan perdebatan sepeda listrik “Beam” yang menjadi bahan perdebatan di lingkungan kampus Jatinangor ini. Sebagai salah satu sarana transportasi yang baru dan ramah lingkungan, kebijakan tentang penggunaan sepeda listrik ini telah banyak menimbulkan ketidakpuasan di kalangan mahasiswa, peserta dan juga panitia Pimnas, hingga banyak yang mempertanyakan keadilan mengenai akses Beam di tengah keberlangsungan kegiatan ilmiah yang besar dan luar biasa ini.

Dalam satu dekade terakhir, sepeda listrik Beam telah menjadi simbol kemajuan teknologi yang berkelanjutan. PT Beam Mobility selaku perusahaan dari sepeda listrik ini tidak hanya menawarkan mobilitas tanpa emisi gas buang, tetapi juga juga mencerminkan komitmen terhadap gaya hidup yang lebih ramah bagi lingkungan. Di Pimnas ke-36 ini, kehadiran sepeda listrik Beam diharapkan dapat membuktikan pernyataan bahwa mahasiswa sebagai pemimpin di masa depan mampu mengintegrasikan kemajuan teknologi dan keberlanjutan terutama di lingkungan kampus. Sayangnya, realitas penggunaan sepeda listrik di Pimnas ke-36 Unpad ini terbukti lebih rumit daripada yang dibayangkan maupun diharapkan. Kebijakan yang memberikan prioritas kepada panitia dan peserta Pimnas memicu banyak pertanyaan seputar sejauh mana para mahasiswa reguler Unpad pada umumnya dapat merasakan manfaat dari teknologi baru ini. Banyak para mahasiswa yang merasa terasingkan dan merasakan kesenjangan akses dalam menarik solusi dari transportasi keberlanjutan ini. Apalagi dengan pernyataan yang terdapat pada Instagram resmi unpad bahwa seluruh Civitas Akademik Unpad dapat merasakan sepeda listrik Beam ini yang menimbulkan ketidakpuasan di kalangan mahasiswa Unpad yang ingin merasakan fasilitas sepeda listrik tersebut. Suara – suara mahasiswa yang merasa terpinggirkan mencuat di lorong jalan – jalan kampus. Mereka menyatakan ketidakpuasan mereka melalui media sosial untuk menunjukkan kesulitan akses yang muncul sejak kebijakan ini ditetapkan.

Menurut Sulistyo Basuki (1993), menyediakan jasa informasi yang aktif tidak saja terbatas pada lingkungan di perguruan tinggi. Terkait dengan informasi yang bersumber pada Instagram Unpad, beberapa mahasiswa menyampaikan kekecewaan mereka yang menggambarkan bagaimana sulitnya mendapatkan akses untuk menaiki sepeda listrik Beam ini, meskipun mereka tidak terlibat langsung dalam penyelenggaraan Pimnas ke-36. Disisi lain, beberapa panitia dan peserta Pimnas memberikan tanggapan dengan menjelaskan tantangan logistik yang dihadapi selama acara tersebut berlangsung. Mereka juga menegaskan bahwa penggunaan sepeda listrik Beam ini tidak semata – mata menjadi sebuah keeksklusifan tetapi juga kebutuhan untuk menjaga mobilitas dan kelancaran jalannya acara. Keterbatasan jumlah sepeda dan waktu penggunaannya juga diakui sebagai kendala, namun, di mata mereka, kebijakan ini adalah langkah kecil menuju keberlanjutan untuk mensukseskan acara besar ini. Banyak peserta Pimnas yang mengungkapkan bahwa mereka juga tidak ingin merugikan mahasiswa Unpad, tetapi memang mereka lah yang lebih berhak untuk menggunakan sepeda listrik Beam ini untuk keperluan Pimnas.

Penggunaan sepeda listrik Beam di Pimnas ke-36 Unpad ini memiliki dampak positif yang cukup signifikan. Dari sudut pandang lingkungan, ini adalah langkah menuju transportasi berkelanjutan dan pengurangan emisi gas buang. Namun, ketidaksetaraan akses di antara mahasiswa Unpad itu menyiratkan dampak negatif sosial yang tidak bisa diabaikan. Untuk mengkaji dampak positif dan negatif dari permasalahan ini, kita harus bertanya pada diri kita sendiri sejauh mana manfaat lingkungan dapat diterima dengan mempertaruhkan kesetaraan di kalangan para mahasiswa. Apakah sepeda listrik Beam hanya akan menjadi simbol keberlanjutan yang dilihat oleh segelintir orang, ataukah ini harus menjadi langkah menuju inklusi dan kesetaraan?

Sebagai bagian dari solusi atas permasalah diatas, pertimbangan terhadap kebijakan waktu penggunaan sepeda listrik Beam ini dapat diadakan. Mungkin ada opsi untuk menyediakan lebih banyak unit sepeda atau memperpanjang jam operasionalnya sehingga mahasiswa reguler Unpad dapat lebih leluasa menggunakan layanan ini. Selain itu, pihak penyelenggara Beam dapat merancang suatu sosialisasi yang dapat meningkatkan kesadaran tentang keberlanjutan di kalangan mahasiswa agar dapat juga meningkatkan dukungan mereka terhadap kebijakan tersebut. Kontroversi mengenai penggunaan sepeda listrik Beam di Pimnas ke-36 kali ini mencerminkan suatu dilema yang lebih besar antara keberlanjutan dan keadilan. Sementara, mahasiswa reguler Unpad menuntut hak dan akses yang setara. Disisi lain juga para peserta dan panitia Pimnas mempertahankan penggunaan teknologi ini untuk menjaga kelancaran acara hingga rampung. Melalui diskusi yang terbuka dan kolaborasi antar semua pihak yang terlibat, solusi yang bisa diterima oleh semua pihak mungkin dapat ditemukan. Pengembangan kebijakan yang lebih inklusif, pendekatan melalui sosialisasi, dan peningkatan kesadaran akan pentingnya keberlanjutan ini dapat menjadi langkah – langkah penting untuk menuju kesetaraan dan keserasihan di lingkungan kampus Unpad. Dengan demikian, sepeda listrik Beam tidak hanya menjadi alat transportasi berkelanjutan yang memudahkan seluruh Civitas Akademik melainkan juga menjadi simbol kemajuan yang merata dan inklusif.

Dalam mengevaluasi kontroversi diatas seputar sepeda listrik Beam, artikel ini menggunakan referensi dari berbagai sumber untuk memberikan pandangan yang lebih kaya dan terinformasi. Dengan menggabungkan perspektif mahasiswa umum, panitia, peserta, dan referensi dari literatur ilmiah, artikel ini berusaha untuk memberikan sebuah pemahaman dan pemikiran yang lebih terhadap isu ini. Kesimpulannya, solusi yang adil dan berkelanjutan memerlukan kolaborasi dan dialog terbuka, serta implementasi yang bijaksana berdasarkan pengalaman dan pengetahuan dari berbagai sumber yang ada.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bandung Selengkapnya
Lihat Bandung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun