Oleh
Novisyah Amelia Iskandar (2310341002), Puteri Nur Alya (2310342006), Dianra Taqiya Mafaza (2310342008), Muhammad Fajri Arif (2310343002), Gres Ciandha Purnawan (2310343010),Fahira Najla Fito (2310343016), dan Rahman Juniansyah (2310343020)
Akhir-akhir ini banyak pemberitaan di media mengenai perilaku penyimpangan seksual. Perilaku abnormal seseorang yang jika tidak ditangani dengan serius dapat berujung pada kejahatan seksual. Tak jarang perilaku penyimpangan seksual dapat menimbulkan korban sehingga membuat khawatir banyak orang, terutama kaum hawa dan anak kecil karena sering menjadi sasaran kejahatan seksual. Sebenarnya, apa yang dimaksud dengan perilaku penyimpangan seksual? Penyimpangan seksual merupakan kondisi seseorang yang merasakan gairah seksual yang intens dan abnormal pada objek, aktivitas, atau situasi umumnya yang tidak menimbulkan gairah seksual pada orang lain. Ada berbagai faktor yang diduga memicu seseorang mengalami penyimpangan seksual, yaitu rasa trauma yang dialami pada masa kecil, keluarga yang kurang harmonis, gangguan otak, dan masih banyak faktor lainnya. Dikalangan masyarakat, perilaku penyimpangan seksual merupakan tingkah laku yang tidak dapat diterima karena melanggar tata cara dan norma-norma agama. Oleh karena itu, para pelaku penyimpangan seksual kerap kali mendapat cemoohan dan cacian dari masyarakat. Akibatnya, penderita penyimpangan seksual tidak memiliki kesadaran penuh untuk melakukan pengobatan dengan psikolog atau psikiater tentang penyakit yang dideritanya. Perilaku penyimpangan seksual terbagi dalam berbagai jenis dan memiliki fokus berbeda pada gairah seksual penderitanya.Â
Berikut adalah jenis-jenis penyimpangan seksual:
1. Pedofilia
Merupakan jenis penyimpangan seksual yang ditandai dengan ketertarikan seksual terhadap anak-anak di bawah usia 13 tahun. Trik yang digunakan para penderita pedofilia biasanya akan mempengaruhi anak-anak yang kesepian dan kurang mendapat perhatian dari kedua orangtuanya.
2. Fetisisme
Merupakan jenis penyimpangan seksual yang ditandai adanya gairah seksual hanya dengan mencium, menyentuh, atau menggunakan benda disekitar. Benda- benda tersebut digunakan para penderita fetisisme untuk meningkatkan gairah ketika berhubungan seksual dengan pasangan atau menggunakan barang tersebut untuk menggantikan hubungan seksual yang sesungguhnya dengan orang lain.
3. LGBTQ+
LGBTQ+ merupakan kepanjangan dari Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender, Queer, Plus. LGBTQ+ merupakan perilaku penyimpangan seksual yang memiliki berbagai kategori, yaitu:
1) Lesbian : istilah untuk perilaku penyimpangan seksual yang menggambarkan ketertarikan antar sesama perempuan.
2) Gay : istilah untuk perilaku penyimpangan seksual yang menggambarkan ketertarikan antar sesama laki-laki.
3) Biseksual : istilah untuk perilaku penyimpangan seksual yang menggambarkan ketertarikan suatu individu terhadap laki-laki dan perempuan.
4) Transgender : istilah yang digunakan untuk menggambarkan suatu individu yang melakukan perubahan fisik, operasi, atau terapi hormon sehingga memiliki jenis kelamin yang berbeda dengan jenis kelamin saat lahir.
5) Queer : istilah untuk perilaku penyimpangan seksual yang melingkupi individu yang mempresentasikan dirinya sebagai lesbian, gay, biseksual, transgender, atau aseksual.
6) Plus (+) : Tanda yang merujuk pada orientasi seksual yang beragam, seperti aseksual, non binary, panseksual, dan interseks.
Di Indonesia, terdapat pasal-pasal yang mengatur terkait perilaku penyimpangan seksual, diantaranya :
1. Seks Oral
Merupakan perilaku seksual menyimpang dan dalam RUU KUHP termasuk jenis pemerkosaan.
2. Seks Anal
Merupakan seks menyimpang yang termasuk jenis pemerkosaan. Hal ini tertuang dalam pasal 479 ayat 1 RUU KUHP, yang berbunyi: "Setiap orang yang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang bersetubuh dengannya dipidana karena melakukan perkosaan, dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun." "Dalam ketentuan ini, permerkosaan tidak hanya persetubuhan dengan perempuan di luar perkawinan yang bertentangan dengan kehendak perempuan tersebut, melainkan diperluas, termasuk laki-laki memasukkan alat kelaminnya ke dalam anus atau mulut perempuan," demikian bunyi penjelasan pasal 479 ayat 1.
3. Homoseksual
Perilaku homoseksual masih menjadi perdebatan. Dalam KUHP saat ini, homoseksual menjadi pidana apabila salah seorang diantaranya adalah anak. Saat ini, RUU KUHP sudah disetujui DPR dalam Rapat Tingkat I pada Oktober 2019. Namun pengesahanannya ditunda karena banyaknya penolakan dari masyarakat. Selain dari perspektif hukum negara, perilaku penyimpangan seksual juga diatur dalam hukum agama. Salah satu penyimpangan seksual yang mendapat kecaman dari banyak agama adalah LGBTQ+. Perilaku LGBTQ+ merupakan perilaku yang banyak dikutuk oleh berbagai agama karena termasuk perbuatan yang bertentangan dengan hukum alam. Para pelaku penyimpangan seksual dianggap menutup diri terhadap karunia hidup yang diberikan oleh Tuhan. Dalam agama Katolik, ditegaskan bahwa semua orang, baik pria maupun wanita harus mengakui dan menerima identitas seksualnya. Dalam Yahudi dikatakan bahwa orang yang melakukan homoseksualitas akan mendapat kecaman yang tegas, bahkan harus dihukum mati. Dalam agama Buddha tidak dijelaskan secara eksplisit terkait homoseksual, tetapi masayarakat di luar biara diharapkan untuk mematuhi lima sila yang salah satu isinya untuk tidak terlibat dalam perbuatan asusila. Dalam agama Hindu, isu terkait homoseksualitas merupakan hal yang sangat kontroversial karena banyaknya jenis kehidupan yang beragam, tetapi secara umum, Hindu melarang umatnya melakukan tindakan homoseksual. Dalam agama Islam, perilaku homoseksual mendapat peringatan yang sangat tegas dalam Al-Qur'an dan hadits. Para ulama pun berbeda pendapat terkait bentuk hukuman yang akan dijatuhkan kepada pelaku homoseksual. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa semua agama mengecam tindakan homoseksual karena dianggap bertentangan dengan hukum alam dan karunia hidup yang diberikan oleh Tuhan. Meskipun sebagian agama tidak menjelaskan secara eksplisit, tetapi sangat jelas bahwa perilaku homoseksual merupakan perilaku yang tidak bisa dibenarkan.
Referensi
Abidin, A. A. (2017). Perilaku penyimpangan seksual dan upaya pencegahannya di kabupaten jombang. Prosiding, 1(7), 545-563.
Astuti, N. R. D. P., & Pamungkas, Y. P. (2018). Deteksi dini perilaku penyimpangan seksual menggunakan metode forward chaining berbasis web. JIKO (Jurnal Informatika Dan Komputer), 3(1), 52-58.
Irawan, E. (2017). Hukuman bagi pelaku homoseksual dan lesbian dalam perspektif hukum Islam dan hukum positif (Bachelor's thesis, Jakarta: Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah).
Saidah, E. M. (2016). Penyimpangan perilaku seksual (Menelaah maraknya fenomena LGBT di indonesia). Al-Ishlah: Jurnal Pendidikan, 8(1), 56-68.
https://www.kompas.com/sains/read/2021/10/06/190000423/13-macam-perilaku-menyimpang-seksual-termasuk-hiperseks?page=all
https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-6669493/memahami-arti-lgbt-faktor- penyebab-dan-berbagai-istilah-lgbt
https://news.detik.com/berita/d-5724947/ruu-kuhp-semua-jenis-seksual-menyimpang-jadi-delik-dan-dipidana
https://www.kompas.com/tren/read/2020/01/27/062900365/marak-soal-kasus-penyimpangan-seksual-bagaimana-cara-menghadapinya-?page=all#google_vignette
https://www.alodokter.com/penyimpangan-seksual-ketahui-penyebab-hingga-cara-mengatasinya
https://republika.co.id/amp/o1t1lj1/agama-tegas-terhadap-perilaku-seks-menyimpang
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H