Dari beranda depan rumahku, cuaca hari ini terlihat sangat baik. Langit biru dengan banyak gumpalan-gumpalan awan cumulus. Ibu bilang pagi ini akan cerah, informasi yang diperoleh dari menonton ramalan cuaca di TV.Â
Sebenarnya aku tidak pernah percaya dengan ramalan cuaca. Tapi karena ibu yang bilang pagi ini akan cerah, aku percaya saja, perkataan ibu sudah pasti makbul.
Sudah entah berapa jumlah awan cumulus yang ku hitung, tapi tetap saja bapak belum menunjukkan dirinya. Pagi ini bapak sudah memiliki janji denganku. Lelah menunggu lama, aku mencoba melihat kedalam rumah apa yang sedang bapak lakukan.
 "Cepat pak!"
Seruku dengan semangat kepada bapak yang tengah sibuk menyemir sepatu kulit asli favoritnya. Dilengkapi jam tangan mekanik yang sesekali digoyang agar dapat terus berdetak dan kemeja biru pekat lengan pendek yang kemarin disetrika oleh ibu. Hey, lihatlah tampilan bapak hari ini. Persis seperti kepala desaku yang baru saja dilantik minggu lalu.
"Haduh pak, nanti kita telat!" lagi-lagi aku menyeru bapak agar segera bergegas.
Bapak memang selalu terlihat sangat tenang, bahkan di hari sepenting ini. Setelah memastikan ikatan tali disepatunya sudah cukup kuat, bapak kemudian melihat jam mekanik dilengan kirinya.
"Ini baru jam 7 pagi nak, kenapa kamu tidak pergi bersama ibumu saja seperti tahun-tahun sebelumnya?!" ucap bapak ketus.
 Aku selalu tahu bagaimana sikap bapak ketika kesal, seperti apa mimik wajahnya ketika marah dan semua gerak-gerik bapak. Aku tahu persis itu semua. Jadi sangat mudah bagiku menebak suasana hati bapak sekarang.Â
Wajahnya kali ini tampak semakin kesal setelah mengingat lagi surat undangan dari sekolah yang kemarin aku berikan. Pada surat itu tertera dengan jelas pukul berapa kegiatan akan dimulai. PUKUL 09.00 WIB. Ya, 2 jam dari sekarang.
"Yaaaaah, kalau pergi dengan ibu, bisa-bisa sampai besok pagi juga belum sampai ke sekolah. Lagian ibu juga sudah pergi ke tempat kerjanya dan yang terpenting adalah teman-temanku sudah sangat penasaran dengan bapak"