Mohon tunggu...
Muhammad Ihyak
Muhammad Ihyak Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWA UIN KHAS JEMBER

MUHAMMAD IHYAK HASANUDDIN HUKUM PIDANA ISLAM UIN KHAS JEMBER

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Hukum Pernikahan Beda Agama Berdasarkan Perspektif Hak Asasi Manusia

15 April 2022   20:25 Diperbarui: 15 April 2022   20:33 277
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Indonesia merupakan suatu negara yang juga mengesahkan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM). Secara tidak langsung, Indonesia juga mengakui aturan berupa pasal-pasal mengenai hak untuk menentukan pasangan. Dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, disebutkan bahwa setiap orang berhak menikah dengan seseorang yang disukai dan tidak bisa dibatasi dengan perbedaan apapun termasuk agama.

Permasalahan mengenai hak asasi manusia di Indonesia, secara khusus telah diatur dalam Undang-undang Dasar 1945 (UUD 1945). Di situ disebutkan, "Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undangundang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis". Pasal ini  merupakan batasan pelaksanaan HAM di Indonesia. Meski begitu, bukan berarti negara tidak memberi kebebasan berperilaku sesuai dengan hak masing-masing individu. Pasal itu dibuat dengan tujuan untuk dijadikan acuan dan batasan agar setiap individu tidak menganggap dirinya punya kebebasan yang absolut.

Melihat dari konteks sejarah pembentukan Undang-Undang Perkawinan (UUP) dan amandemen ke-4 UUD 1945, yang di dalamnya membahas mengenai Hak Asasi Manusia, UUP tidak mencerminkan undang-undang yang relevan dengan aturan perundang-undangan di atasnya yaitu UUD 1945 masa Orde Baru. Seperti kita ketahui bahwa nilai-nilai HAM yang mencakup hak privat warga negara baru dirumuskan dalam UUD 1945 pasca revormasi, yaitu tepatnya pada Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) tanggal 18 Agustus 2000, sedangkan UUP adalah produk hukum Orde Baru. Berdasarkan kenyataan tersebut, ketentuan pasal 28J UUD 1945 bukanlah aturan yang membatasi hak perkawinan beda agama di Indonesia yang diatur dalam UUP No 1 Tahun 1974.

Larangan perkawinan beda agama di Indonesia tidak terlepas dari status Indonesia sebagai negara ber-agama. Maksudnya ialah, setiap warga negara yang memiliki status kewarganegaaran Indonesia wajib mengikuti salah satu agama atau kepercayaan yang ada di Indonesia. Dalam konsititusi, hak untuk memeluk agama termasuk ke dalam hak sipil. Hak sipil adalah hak seseorang yang melekat dan tidak dapat diintervensi oleh negara dalam keadaan apapun dan bagaimanapun. Maka dari itu, agama yang kedudukannya sebagai identitas hak sipil seseorang, dijadikan dasar untuk membatasipemberlakuan hak lain sebagaimana sudah ditetapkan dalam UUD 1945 pasal 28J ayat 1. Hal ini tentunya sebagai langkah progresif pemerintah agar dalam memenuhi hak-haknya, setiap warga negara tidak terlalu bebas sehingga dikhawatirkan melanggar hak orang lain, norma, dan nilai-nilai agama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun