Mohon tunggu...
Muhammadibrahim Halim
Muhammadibrahim Halim Mohon Tunggu... lainnya -

.: diet ngopi

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Cihuy, Akhirnya Berhasil Posting Artikel Perdana

15 Mei 2010   16:15 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:11 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

MENULIS, bagi saya, ternyata bukan hal yang mudah (sampai sekarang). Sejak menempuh pendidikan menengah, saya sudah tertarik dengan dunia kepenulisan. Di bangku kuliah, akhirnya minat dan hobi mulai tersalurkan. Meski gagal lulus di jurusan pilihan (ilmu komunikasi), tetapi pintu masuk untuk menyalurkan hobi ini sudah terlanjur terbuka lebar.

Tapi, itu tadi. Hingga sekarang pun saya belum juga berhasil menjadi seorang penulis meski selalu mengaku gemar dengan dunia tulis menulis dan ingin jadi jurnalis. Bergabung dengan penerbitan kampus (koran kampus) “identitas” Universitas Hasanuddin Makassar menjadi kesyukuran tersendiri bagi saya.

Singkat cerita, bermodal pengalaman di “identitas” itulah, akhirnya saya terjun ke dunia jurnalistik secara profesional. Saat kuliah saya belum kelar, KOMPAS Gramedia (KG) membuka peluang karier sebagai jurnalis (awal tahun 2004) untuk dipekerjakan di harian Tribun Timur Makassar (anak perusahaan KG).

Nekad. Saya mendaftar meski belum mengantongi ijazah. Padahal, itu salah satu persyaratan utama pendaftaran. Yah, namanya rejeki, nama saya ternyata tetap masuk dalam daftar lulus untuk mengikuti proses penyaringan terakhir, tes wawancara. Selang sebulan, saya pun resmi menyandang status wartawan. Sempat kerepotan beberapa bulan, akhirnya, kuliah pun kelar dan resmi bergelar sarjana, cie...!

Jurnalisme adalah dunia tak bertepi. Dunia yang bagi siapa pun yang sudah masuk di dalamnya, akan enggan keluar. Meski tak lagi bekerja di Tribun Timur sejak tahun 2008, saya tidak merasa telah menepi apalagi berpaling dari dunia jurnalistik. Saya menyebut diri saya jurnalis freelance meski hanya menulis untuk diri sendiri. Mengirimnya untuk diri sendiri. Dan menikmatinya sendiri.

Tapi, saya akhirnya menyerah. Blog Kompasiana menghantam pertahanan saya. Narsisme yang sempat terkubur beberapa lama akhirnya bangkit lagi. Kompasiana menjadi magnet yang mengangkat tulang-belulang saya untuk kembali terhimpun. Menyatu. Lalu melahirkan narsisme baru yang lebih dahsyat.

Namun, meski sudah beberapa pekan bergabung, saya tidak langsung bisa menemukan kepercayaan diri untuk segera melakukan postingan artikel. Nyali saya ciut. Selain memiliki stok tulisan yang tidak bermutu, faktor tulisan-tulisan yang terpajang di blog ini menjadi bumerang bagi saya. Saya terpuruk. Saya semakin sadar bahwa saya memang tidak pernah berhasil menjadi penulis yang bagus. Memang cocoknya menulis untuk diri sendiri. Mengirimnya untuk diri sendiri. Dan menikmatinya sendiri.

Entah, angin apa yang datang? Akhirnya saya tergerak untuk memberanikan diri mem-posting tulisan ringan berjudul, “Yuk, Mampir di Kotanya Habibie”? Jadilah tulisan ini menjadi tulisan pertama yang saya posting di blog yang saya sebut sebagai blog orang-orang luar biasa. Mengapa tulisan “Yuk, Mampir di Kotanya Habibie” saya pilih? Saya pun bingung. Mungkin satu-satunya alasan adalah karena di kota inilah saya menemukan gadis kecilku yang kini jadi pasangan hidup bahagia saya. Ciiihhuuuuuy......!!!

[caption id="attachment_141761" align="alignnone" width="300" caption="keluarga kecil identitas foto bareng di pantai senggol parepare, juli 2009"][/caption]

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun