Gambaran terjadinya pageblug Influenza Tahun 1928. sumber: https://pingpoint.co.id/ Â
Persoalan wabah atau pandemi virus Covid-19(dalam bahasa Jawa disebut Pageblug) yang tak kunjung bahkan belakangan kembali meningkat drastis menimbulkan berbagai pertanyaan, apakah wabah seperti ini belum pernah terjadi pada masa lalu? sehingga seakan-akan pageblug Covid-19 menimbulkan persoalan baru dan kepanikan yang menyebabkan kita terlihat sangat kewalahan dalam menghadapinya.
Kondisi tersebut menggerakkan kami, tiga mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) yaitu Taruna Dharma Jati, Muhammad Ibnu Prarista, dan Zalsabila Purnama untuk melakukan kajian tentang jejak dan upaya penanganan pageblug atau wabah pada masa lalu dengan basis budaya dan dalam  perspektif kesusastraan Jawa.
Setelah dilakukan pengkajian, wabah atau pageblug sesungguhnya sudah pernah terjadi pada masa lalu yang termuat di kesusastraan Jawa namun, seakan-akan ditinggalkan dan dilupakan masyarakat sebagai akibat dari pesatnya perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Oleh karena itu, dapat diketahui bahwa hal yang terabaikan dalam kajian tanggap darurat wabah Covid-19 saat ini adalah pengetahuan budaya tentang pageblug dan upaya penanganannya pada masa lalu yang termuat di kesusastraan Jawa.
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui upaya penanganan pageblug dibagi dalam dua hal yaitu dalam tataran Konseptual dan Historis. Dalam tataran konseptual, disampaikan bahwa terjadinya orang Jawa memaknai pageblug sebagai sebuah fenomena kosmologi yang mendorong manusia untuk mengembalikan keselarasan antara manusia dengan sesama, manusia dengan lingkungan, dan manusia dengan Tuhan. Konsep tersebut dijelaskan melalui sastra tulis berupa naskah Jawa yakni Calon Arang, Kidung Sudamala, dan Kakawin Negarakretagama.
Kemudian lebih lanjut, konsep tersebut dijelaskan lebih lanjut melalui sastra lisan dalam beberapa ajaran yang diterapkan dalam kehidupan masyarakat Jawa seperti Mangasah mingsing budi, memasuh malaning bumi, memayu hayuning bawana, Pageblug terjadi karena hukuman dari Bathara Kala kepada orang yang tidak pernah menghargai dan peduli kepada sesama dan lingkungan, dan Tri Hita Karana.
Upaya penanganan pageblug secara histroris atau sejarah ditemukan bahwa wabah penyakit atau pageblug sudah pernah terjadi bahkan sejak abad ke-16 dna abad ke-20, pageblug tersebut yakni Malaria, Tuberkolosis, Penyakit kulit Gudhig, Cacar, Pes, Kolera, dan Influenza yang disampaikan melalui beberapa sastra tulis berupa naskah Jawa seperti Lelara Tuberkolose, Lelembut Kolerah, dan Lelara Influenza. Dari keseluruhan naskah yang ditemukan, termuat pengetahuan tentang jejak dan upaya penanganan pageblug secara fisik.
Secara umum, seluruh naskah di atas menjelaskan pentingnya menerapkan pola hidup bersih dan isolasi mandiri bagi orang sakit, serta berbagai upaya seperti suntik vaksin sudah diterapkan pada masa itu. Disamping itu, upaya fisik tersebut juga telah terkonfirmasi dalam karya sastra lisan historis melalui wawancara kepada beberapa perwakilan Keraton dan saksi hidup pageblug.
Sementara, karya sastra lisan historis memuat upaya penanganan pageblug secara kosmologi yang diwujudkan dalam bentuk tradisi budaya yakni Kirab Kanjeng Kyai Tunggul Wulung, Upacara Wilujengan Nagari Mahesa Lawung, dan Barikan. Â Pada intinya, tradisi budaya yang dilakukan adalah upaya untuk memohon keselamatan kepada Tuhan YME dan tradisi buaya tersebut merupakan perintah Pemimpin (Raja), sehingga apabila hal tersebut dipercayai maka dapat meningkatkan imunitas tubuh dan meminimalisir kepanikan masyarakat.Â
Maka berdasarkan hal tersebut, berangkat dari beberapa data dan literatur mengenai wabah yang melanda Indonesia sejak masa lampau, dapat disimpulkan bahwa pageblug merupakan suatu siklus yang harus diwaspadai kemungkinan muncul kembali pada periode waktu tertentu. Sehingga, dapat diketahui bahwa pola kemunculan pageblug pasti disertai pula dengan pola kebijakan dalam penanganannya di masing-masing zaman.