Kemaren sekitar jam 3/4 ketika perjalanan ke rumah salah satu rekan kerja di kecamatan sumber baru, saya singgah di salah satu mesjid yg terletak di bangsalsari jember, sehabis solat, istirahat sebentar di pelataran masjid, lalu datanglah seorang tua dg penampilan seolah ga mandi berbulan-bulan dan pakaian kumelnya.Â
Dia kemudian duduk di pelataran masjid itu, awalnya saya cuek saja, saya membuka gawai dan mengecek pesan-pesan yang masuk di watsap dan belum terbaca. Ditengah keasyikanku itu, tiba-tiba saya dikagetkan olehnya, karna dia bicara sendiri spt orasi.Â
Dia mulai berbicara tentang NU, Muhammadiyah, Soekarno, Bung hatta, cina, arab, dan pancasila, ya terlihat ngelantur seperti kebanyakan orgil sih, susunan kalimatnya bercampur-campur dan tidak teratur. Saya tetap saja bersikap cuek tapi suaranya yang keras tetap saja terdengar ditelingaku yg tak jauh tempat duduknya dg dia. lalu setelah itu karna lelah agak terobati saya melanjutkan perjalanan yang masih sekitar 30 menitan lagi.Â
Nah, tau gak? Â dari pengamatanku itu, setidaknya ada hal unik dari orang ini, aku menangkap hal-hal positif darinya, setidaknya ada 3 hal yg ku amati scr singkat: pertama bahwa dia memakai sendal dan mencuci kakinya sebelum naik ke pelataran mesjid. Bagi orang yang katanya waras, tak jarang lho kita temui orang yang tanpa cuci kaki ketika naik ke mesjid, mentang-mentang udah merasa bersih sehingga kurang berhati-hati oada bab najis.Â
Kedua, dia beramal tanpa menampakkan, ya anda tidak salah baca, jadi nih saya melihat orang tua ini ngisi kotak amal dg pecahan 5 ribuan entah berapa lembar dg cara sembunyi-sembunyi, seriusan sembunyi dan saking sembunyinya sampek kaga ade yg ngeliat, kaga ada yg nyadar atas tindakannya itu kecuali aku deh kayaknya(sama malaikat tentunya), nah kalo kita melihat di komunitas masyarakat kita, tentunya ini jarang dilakukan, orang-orang yg katanya waras itu banyak yang ingin terlihat mata ketika beramal, kalo perlu direkam dan dijadiin konten di media sosial entah kebutuhan akan pujian maupun agenda politis.
Ketiga, dia berbicara banyak hal dan berisi, salah satu kalimat yang sempat kutulis dari penyampaiannya yg khas orgil pada umumnya itu adl kalimat "masio wong edan yo podo umate kanjeng nabi(orang gila ya sama2 umatnya nabi(muhammad))" , beh ngeri bet dah, pikirku.Â
Bagaimana dengan kita? Apakah kita yang waras ini bangga sebagai umatnya kanjeng nabi? Kalau iya, apa yang sudah kita lakukan sebagai bentuk rasa bangga itu? Ngelakuin sunnahnya? Ngikutin jalannya? Yaitu sholat, puasa, zakat dan sedekah, dan amal-amal solih lainnya? Atau kita mengaku bangga tapi melakukan hal-hal yang harom? Minum-minuman keras, zina, ga baca dan mentadaburi qur'an, dan maksiat-maksiat lainnya? Kalo itu yg dilakukan, bukankah kebanggan kita adl kebanggan palsu? Karna ga mungkin dikatakan bangga tapi dg terang-terangan melakukan yg dilarang dg sadar dan berkesinambungan.
Get the point?
Jember, 19 november 2022
Husni samudra
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H