Opini lagi nih, hehe ok jadi kali ini aku mau bahas video beberapa waktu lalu, ceritanya gini temen-temen,
Beberapa hari lalu itu aku sempat buka FB dan muncullah sebuah tayangan di media detik.com tepatnya, nah di video tsb ada seorang dosen di UIN Jakarta yg menghina paham As'ariyah, nah itu terjadi pada sesi mengisi perkuliahan online, kemudian tanpa ragu & minimnya rasa malu ,mahasiswanya membagikan video itu ke publik, medsos tepatnya, sehingga menimbulkan kontroversi, sampai2 pengurus NU pusat ikutan berkomentar, lucu memang, tapi ya begitulah adanya. Padahal dulu saat kuliah di IAIN Jember(sekarang UIN KHAS) hal semacam itu sudah biasa dilakukan dosen kami, pak Ali Hasan tepatnya, ketika mengisi bab wahabisme, maka beliau jadi wahabi, ketika ngisi bab syiah beliau jd orang syiah, dan ketika bahas bab lainnya seperti jabariyah, qodariyah, aswaja, dst beliau jadi orang di bab yg dibahas tsb.
Tapi ga ada mahasiswa yang menshare ke medsos, ya untuk apa, hal semacam itu kan untuk membangkitkan emosi(luapan perasaan) mahasiswa, sehingga aktiflah nalar mahasiswanya untuk membantah dg argumen based on data ataupun point of views, sehingga melahirkan suatu paradigma baru yang sifatnya lebih luas dari pemikiran mahasiswanya yg masih sempit. Hehe
Entah mungkin karna sekarang covid dan serba praktis, seonggok mahasiswa menginginkan berpikir instant tanpa proses, ingin yang sesuai2 aja dg pemikirannya tanpa mau belajar, bahkan lebih parahnya, mereka mungkin berpikir bahwa perkuliahan tidak ada bedanya dg pengkaderan organisasi yang hanya boleh 1 pemahaman saja yang masuk di pemikirannya. Mahasiswa seperti ini kami menyebutnya mahasiswa Indomie.
Saya jadi berpikir, bagaimana jika dosen-dosen yang memiliki keluasan ilmu seperti ini dishare hanya karna kesalahpahaman mahasiswa, dan kemudian karirnya kedepan dijegal dg berbagai cara oleh segelintir orang, maka semakin sedikitlah orang2 cerdas di negeri ini dan kamu tau lah apa yg akan terjadi selanjutnya, melahirkan mahasiswa-mahasiswa yang manggut-manggut tanpa paham apa yg dibahas dan berpandangan sempit, degradasi toleransi thd perbedaan pandangan akan semakin sempit pula, dan bahkan terbesarnya akan berpengaruh pada kondusifitas ke-indonesiaan yang multikultural, multi etnis, multi religi dan multi isme isme lainnya.
Oleh : Muhammad Husni
Jember, 7 november 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H