Malam satu Suro di wilayah Jawa identik dengan perayaan berupa ritual adat, iringan masyarakat atau kirab, pesta dan macapatan. 1. Dukacita jatuh pada tanggal 1 Muharram dalam penanggalan Islam. Pada tahun 2022, malam pertama berkabung jatuh pada hari Jumat, 29 Juli 2022. Awal mula hubungan penanggalan Jawa dengan penanggalan Islam konon membawa penanggalan Islam di kalangan masyarakat Jawa. Perlu diketahui bahwa 1 Sura adalah hari pertama Sura atau Suroku dalam penanggalan Jawa. 1 Sura biasanya di ingat pada malam hari setelah matahari terbenam karena pergantian siang di Jawa dimulai saat matahari terbenam. Orang Jawa memiliki banyak pandangan tentang 1 Sura yang salah satunya dianggap sakral, apalagi jika jatuh pada pentas hari Jumat. Bahkan sebagian orang meyakini bahwa 1. Pada malam berkabung dilarang pergi ke mana pun kecuali untuk sholat atau ibadah lainnya. Kalender Jawa yang berkaitan dengan penanggalan Hijriah atau penanggalan Islam pertama kali diterbitkan sekitar tahun 1940 oleh Raja Mataram, Sultan Agung Hanyokrokusumo. Saat itu, Sultan Agung menginginkan persatuan rakyat untuk menyerang Belanda di Batavia, antara lain mempersatukan Belanda. Pulau Jawa. Itu sebabnya dia ingin umatnya tidak terpecah belah, terutama karena keyakinan agama. Laporan pemerintah daerah dibuat setiap Jumat Baca untuk menyatukan kelompok Santri dan Abangan. Selain melapor, semua yang berkumpul berpidato kepada para bupati, berziarah ke kuburan dan diangkut ke makam Ngampel dan Giri. Karena 1 Muharram atau 1 hari berkabung jatuh pada hari Jumat waktu itu, maka hari itu juga suci. Bahkan, sebagian orang percaya bahwa selain membaca Al-Qur'an, haji dan perjalanan pada hari itu akan membawa sial.
Beberapa bagian di Jawa, seperti Yogyakarta dan Solo, menjadi tuan rumah dalam merayakan tradisi malam satu suro.
- Merayakan Malam Sulo di Yogyakarta
Berbeda dengan perayaan di Solo, Malam Sulo ke-1 di Yogyakarta biasanya membawa keris, gunungan dan pusaka sebagai bagian dari prosesi kirab. Yogyakarta juga memiliki tradisi Mubeng beteng. Selama acara, abdi dalem dan masyarakat umum diam dengan melakukan tapa tenang atau dengan tidak mengucapkan sepatah kata pun selama upacara, ditafsirkan sebagai ritual introspeksi dan introspeksi.
- Merayakan 1 Malam Berkabung Solo
Merayakan malam berkabung di Solo diibaratkan seperti karnaval Kebo (kerbau) bule yang dianggap keramat oleh masyarakat setempat. Kerbau yang mengikuti kirab tersebut bukanlah kerbau biasa. Sebaliknya Kebo Bule Kyai Slamet. Dalam buku Babad Solo karya Raden Mas (RM) Said, nenek moyang kebobule adalah peninggalan atau binatang kesayangan Paku Buwono II, karena keratonnya masih di Kartasura, kurang lebih 10 kilometer sebelah barat keraton sekarang. Menurut pujangga keraton Kasunanan terkenal di Surakarta, Yosodipuro, leluhur kerbau dengan warna kulit yang khas, yakni. H. bule (putih agak kemerahan), pemberian Kyai Hasan Beshari Tegalsari Ponorogo kepada Paku Buwono II. Kala itu, kebobule disebut sebagai cucuk lampah (penjaga) pewaris keraton bernama Kyai Slamet ketika kembali dari pengungsiannya di Pondok Tegalsar saat pecah pemberontakan di Pecinan dan membakar Keraton Kartasura.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H