Januari yang menarik telah pergi menyisakan bekas-bekas lirik tentang sepotong cerita dan pada akhirnya, harus takdir yang jadi titik akhir disaat semua sudah tak baik-baik.
Lalu Februari hadir membawa harapan baru untuk hari-hari yang nanti di lalui, jejak dan bekas mu masi tegah mengikis, hingga aku harus berusaha kuat untuk menepis jika tidak, kita akan makin terpisah jauh.
Hari yang rumit dan sulit selalu aku ikuti dan nikmati. Berusaha untuk tenang dan sabar adalah kerja rutin hati untuk tabah mengikhlaskan, meski sakit, luka dan kecewa sering mampir dan tak pergi-pergi.
Kau pergi bersama Januari diakhir tanggal padahal, di akhir Februari nanti kita akan sama-sama menanti Ramadan dengan dadah lapang tanda bersyukur atas kehidupan dan cinta yang masi di jaga tuhan.
Kini kau pergi dan mungkin telah lupa, bahwa kita adalah dua jiwa yang perna terluka, hingga di suatu malam kau hadir dengan niat tulus dan berkata,"mari saling mengobati dengan janji saling memiliki", aku pun tertikam dan terbunuh karena bahagia, sembari aku berkata, " Iya, aku menerima mu".
Minggu berganti Minggu, awal baru yang dimulai kini banyak dihiasi rindu dan rasa ingin bertemu, saling beri kabar disela-sela jarak tak perna jeda dalam seminggu, bahkan Namu mu selalu ku ucap disaat sujud.
Tapi kini aku patah dan ratah bersama tanah, kata-kata ku tak lagi kau dengar sebagai pengantar, dan aku seakan terlantar diantara selat yang tak lagi dekat dengan mu. Kau pergi meninggalkan duri yang begitu perih.
Samapi pada saat terakhir kau bersama ku, diujung malam menuju pagi, kau hadir menjadi mimpi, lalu menebar cahaya sejuk dibalik jendela. Tiba-tiba aku terbangun dan langsung tunduk menyapu air mata, ternyata tentang mu masi sulit ku lupa, tetapi cantik mu tak lagi ku suka.
Sebab dia hanyalah mawar harum yang tidak selamanya mekar, dan mungkin akan segera layu bahkan busuk.
Bersama Februari yang baru aku akan selalu mengukir mu sebagai pahlawan yang patut kita pelajari karena dibalik ini ada dinamika menuju dewasa yang tanpa disadari. Kuat, sabar, dan tegar adalah kunci untuk menjadi dewasa dan aku mulai pelajari.
Ini adalah implementasi kekecewaan ku terhadap mu, bukan karena dendam atau marah tapi, ini adalah bentuk kekecewaan dan rasa menyesal paling mendasar yang diungkapkan hati melalui puisi.
Dan terima kasih atas selaga tipu-tipu dengan dasar kata manisnya, semoga kau dan lelaki sejati baru mu selalu diberkati Tuhan. Aamiin.!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H