Sudah dua malam aku bersamanya, lewati hari bersama bulan dan juga bintang-bintang. Tak ada banyak perbincangan yang kami bicarakan. Hanya sedikit, tapi itu, sudah cukup bagi aku untuk memelihara rasa dalam diam meski perih.
Percakapan kami banyak lewat Via Wahtsaap, ada banyak hal yang kami bahas, tapi, Perempuan yang ku sebut Bermata Senja ini tidak pernah serius, ia selalu tertawa disetiap percakapan yang terkirim. Sementara aku, hanya bisa menahan dan menyembunyikan rasa ini dengan tenang meski, sekali lagi, perih.
Wajah lugu juga polos tampak menghiasi wajahnya yang manis. Cara ia berbahasa pun demikian lembut, pokoknya ia sopan juga santun disetiap teman, senior, dan sahabatnya. Langkah kakinya santai, gerak gerik tubuh mungilnya mencerminkan kedewasaan seperti seorang ibu yang tak pernah lelah, dan kini aku kagum padanya.
Ternyata ia juga seorang pelupa. Kenapa, pernah sewaktu saat aku belum terlalu terbiasa dengannya, saat itu ia bersamanya temannya sedang membeli minyak bensin, tanpa sadar kunci motor mereka tertutup oleh tempat duduk motor didalam bagasi setelah selesai mengisi bensin. Ia lalu meminta bantu, tapi saya menolak dan kemudian pergi meninggalkan mereka berdua bersama penjaga warung dengan tawa yang saya tahan.
Kini aku dan dia sudah saling akrab, perihal kunci motor yang tertutup oleh bagasi motor mereka telah menjadi pengantar wacana yang membuatnya malu, marah, juga tertawa. Perempuan Bermata Senja, gadis lugu yang telah menjebak ku dengan cantiknya yang sederhana. Kini aku bukan sekadar kagum, tapi juga rindu.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI