Pukul 16:12 WIT, langit Halmahera perlahan memerah dengan senja-senja yang mulai nampak. Pasir putih yang bening menjadi tempat paling nyaman untuk di duduki, apalagi dengan menikmati kopi. Sepanjang pantai yang luas, pohon-pohon kelapa dan juga Ketapang membentang menjadi tempat berteduh bagi Mama-Mama yang telah lelah mengumpul kayu-kayu kering. Tawa, bahagia, dan cerita di masa lalu saya hadirkan sebagai wacana untuk membunuh gemuruh dari suara-suara ombak.
Di laut biru yang luas, layar perahu milik papa hampir berlabu di pinggir pulau. Ketenagan laut dan embusan angin dari arah selatan menjadi penyejuk dari terik matahari yang menyengat, padahal hari sudah sore. Wajarlah, daerah-daerah di Indonesia timur kan paling dekat dengan garis katulistiwa. Meski pun, matahari Masi sedikit panas, tapi semangat dan juga ke gigihan dari orang-orang di sini sangat luar biasa dalam bekerja.Sementara, dari arah belakang tempat saya duduk, muncul belasan anak-anak kecil yang berlari menuju pantai dengan membawa bola. Salah satu dari mereka mengajak saya untuk gabung bermain bola bersama, "Kaka, mari gabung main bola." Saya hanya  tersenyum tidak bergerak. Beberapa dari mereka  mencari kayu, rupanya kayu-kayu itu  akan dijadikan tiang gawang. Saya hanya menatap mereka dari kejauhan, sambil menikmati kopi. Setelah, tiang gawang mereka telah siap, pertandingan pun di mulai. Berbagai macam kelebihan dan skil individu mau pun kelempok mereka perlihatkan. Melihat itu, saya terpukau dan berdecak kagum.
Mama-Mama di ujung sana mulai kerja lagi, mengumpul kayu-kayu kering yang akan mereka bawah pulang ke rumah. Beberapa dari mereka Masi mengumpul, sedang yang lain sudah taruh langsung ke "Saloi" (Tempat seperti keranjang). Saya masi menikmati kopi di atas pasir putih pantai, sembari menunggu hadirnya senja di awan-awan cerah disore hari ini. Dari arah laut, beberapa laki-laki tua yang kuat sudah mulai pulang. Mereka mendayungkan perahu yang mereka naiki ke tepi pantai dengan dayungan yang santai.
Senja pun hadir, menghiasi suasana pantai dengan warna-warnanya yang membuat setiap mata takjub ketika melihat. Halmahera paling timur memang tempatnya senja-senja untuk menebar warna, terbenam dan tenggelamnya matahari pun di sini. Dan saya menikmati dan mengabadikan itu lewat tulisan, baik itu puisi mau pun dengan cerpen.
Hampir di sepanjang awan yang membentang itu, senja hadir dan menebar cahayanya dengan ikhlas. Laut yang tadinya biru kini memerah dengan warna senja, satu kapal lewat dengan kecepatan santai menambah indahnya pemandangan hari ini. Saya masi terus menikmati kopi sambil memaikan jemari di atas papan keyboard, merangkai kata demi kata untuk melukis warna senja Halmahera hari ini lewat tulisan.
Tak terasa waktu sudah pukul 18:2 WIT, dan kopi yang ku nikmati pun kini telah tandas tinggal ampas. Gema suara tarhim di tetangga desa pun sudah terdengar, sementara bocah-bocah tadi juga sudah selesai bermain bola, dan yang lain langsung menuju pantai untuk mendi. Meski kopi yang saya nikmati telah habis, tapi saya tetap masi berdiri disini untuk mengamati dan mensyukuri keindahan Tuhan hari ini.
Hari hampir gelap dan senja pun perlahan lenyap, jejak-jejak warnanya masi saya nikmati dengan terus menulis. Hanya lampu-lampu yang kini terlihat, rumah-rumah dan orang-orang yang saya lihat dari kejauhan kini hilang di halangi gelap. Sedikit demi sedikit warna senja hilang, di pulau sana nampak terlihat api yang menyalah. Setelah beberapa paragraf selesai saya tulis, saya pun langsung pulang menuju rumah dengan rasa takjub akan warna senja yang begitu indah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H