Mohon tunggu...
Muhammad Hatta
Muhammad Hatta Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa

Hobi membaca, olahraga, dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerita Dipinggiran Pantai "Part I"

18 Januari 2024   01:43 Diperbarui: 18 Januari 2024   01:47 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di sebuah sore kala lalu, di bawa patahan dinding gaba-gaba yang menyangga dua lampu loga-loga. Di laut lepas yang memancar sepotong senyum berlawan keluh di atas layar perahu semang papa, cerita itu terukir bergaris-garis di antara pinggiran pantai Halmahera yang panjang.

Di teras gubuk tua hampir retak, di atas dipan yang memanjang, perempuan paruh baya itu duduk memangku harap untuk temu pada seorang lelaki tangguh yang berlayar membelah ombak demi menuai hasil penuhi makan di malam itu.

Perempuan itu menanti di sepanjang sore berbekal pinang dan siri, sesekali meramu daun kelapa yang berhamburan di atas dipan untuk  dijadikan ketupat. Di sepanjang sore dipinggiran pantai, ia duduk meramu daun kelapa bersama setumpuk harap pada kekasihnya di tengah laut.

Senja perlahan memudar bersama matahari yang juga pelan-pelan turun arah ufuk. Laut telah perlahan dipenuhi remang-remang, rembulan merangkak naik dengan terang. Lelaki tua tangguh itu masih juga berlayar di atas ketenangan laut bersama perahunya yang kecil. Dua lampu loga-loga telah dinyalakan bersama doa-doa yang gemar di langitkan.

Daun-daun kelapa itu telah habis menjadi ketupat, perempuan itu menganyamnya bersama penantian yang tak pernah ada kata lelah. Hari telah lelap bersama kecamuk gelap yang meremang di segala juru, nampak dengan jelas bintang-bintang mengitari rembulan dengan teriaknya yang adalah terang.

Angin malam telah berhembus bersama beduk Maghrib yang telah bertalu. Tungku dapur kepunyaannya telah berasap dengan beberapa ketupat yang telah diisi beras. Ia kembali keluar ke teras, duduk di atas dipan sembari menghadap jauh ke laut lepas seraya berujar, "Pulanglah, aku menanti mu". Ia terus ulang kalimatnya ini hingga purnama telah setengah merangkak di tengah langit.

Kekasihnya belum juga pulang, sedang pinggiran pantai telah sunyi tak berpenghuni. Hanya dia yang berteman lampu loga-loga dan siri pinang yang ia kunyah menjadi merah di tepi bibir. Adzan telah usai berkumandang, perempuan itu segera meramu diri dengan pakaian sembayang, masuk ke dalam bale lalu melaksanakan sholat dengan khusyuk. Hingga di sujud paling akhir, ia mengalamatkan secarik doa yang bermuara pada kesehatan dan keselamatan.

Mha

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun