Dalam pandangan Arjomand, kedekatan hubungan antara pelembagaan Mahkamah Konstitusi (MK) dan transisi politik merupakan bentuk rekonstruksi atas percepatan kebutuhan demokrasi. MK hadir guna mewujudkan era konstitusionalisme baru yang mengedepankan aspek perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM). Secara singkat dapat dikatakan bahwa gagasan membentuk Mahkamah Konstitusi adalah upaya untuk menegakan prinsip-prinsip negara hukum dan memberi perlindungan maksimum terhadap demokrasi dan hak-hak dasar warga negara.
Dalam teorisasi Ginsburg, judicial review hadir guna membatasi besarnya kekuatan politik mayoritas yang ada di parlemen terhadap proses pembentukan undang-undang. Mekanisme judicial review diyakini akan mampu menjaga keseimbangan dalam pelaksanaan checks and balances antar cabang kekuasaan negara. Selain itu, judicial review menimbulkan prinsip (kehati-hatian) bagi pembentukan undang-undang ketika membahas rancangan undang-undang.
 Mahkamah Konstitusi (MK) dibentuk pada tahun 2003 karena adanya kebutuhan menjawab berbagai persoalan hukum dan ketatanegaraan sebelumnya.Â
Untuk mengatasi berbagai persoalan tersebut, MK diberi mandat oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) untuk melaksanakan empat kewenangan dan satu kewajiban konstitusional, yaitu menguji undang-undang terhadap Undang -Undang Dasar NRI Tahun 1945, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan hasil pemilihan umum, dan memberi pendapat kepada Dewan Perwakilan Rakyat terkait dengan pemakzulan Presiden dan Wakil Presiden.Â
Kewenangan konstitusional yang dimiliki oleh MK tersebut pada dasarnya merupakan implementasi dari prinsip checks and balances yang bermakna bahwa setiap lembaga negara memiliki kedudukan yang setara, sehingga terdapat pengawasan dan keseimbangan dalam penyelenggaraan negara.
      Banyaknya pengujian yang dibawah ke Mahkamah Konstitusi terhadap produk undang-undang yang dihasilkan oleh DPR dan Presiden telah menunjukkan bahwa produk hukum yang dihasilkan oleh pembentuk undang-undang masih memiliki kecatatan baik materil dan formil.Â
Dengan kata lain, kualitas produk undang-undang sarat akan muatan yang bersebrangan dengan konstitusi, tidak transparan, partisipatif, aspiratif, dan akuntabel. Dalam hal ini, terdapat inkonsistensi dalam proses penyusunan undang-undang baik isinya dan bentuknya secara prosedur yang telah diatur dalam konstitusi dan turunannya dalam bentuk undang-undang. Bahkan ada beberapa undang-undang yang dibuat sarat akan kepentingan kelompok ketimbang aspek keadilan.
      Dalam kondisi demikian, produk legislasi tidak boleh dibiarkan bertentangan dengan konstitusi. Karena apabila hal ini tetap dibiarkan maka akan terjadi proses delegitimasi konstitusi, pelanggaran hak konstitusional warga negara, bahkan berujung pada menurunnya kualitas demokrasi. Itulah sebabnya MK dituntut menjadi benteng terakhir menjadi penyeimbang dalam mengontrol produk legislasi yang menabrak konstitusi.
      Pasal 1 Ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 menegaskan bahwa: "Kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar". Salah satu bentuk implementasi dari pasal ini adalah dengan adanya partisipasi masyarakat dalam setiap penyelenggaraan pemerintahan. Mulai dari pengambilan kebijakan sampai pembentukan undang-undang. Adanya partisipasi dari masyarakat menjadi syarat utama terwujudnya pemerintahan yang demokratis.
      Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020 tentang pengujian formil undang-undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja, membawa perluasan makna partisipasi masyarakat dalam pembentukan undang-undang yang harus dilakukan secara bermakna (meaningfull participation). Tujuannya, agar dapat menciptakan partisipasi masyarakat secara sungguh-sungguh. Partisipasi masyarakat dimaksudkan agar pembentukan undang-undang tidak hanya berasal dari kekuasaan pemerintah saja melainkan secara langsung berasal dari aspirasi dan kebutuhan masyarakat. Dengan adanya putusan MK ini membawa dampak bagi proses legislasi kedepan.
 MK menyebutkan bahwa partisipasi masyarakat dalam pembentukan undang-undang harus dilakukan secara bermakna (meaningfull participation). Tujuannya, agar menciptakan partisipasi masyarakat secara sungguh-sungguh. Berikut pendapat MK mengenai hal tersebut. Partisipasi masyarakat perlu dilakukan secara bermakna (meaningfull participation) sehingga tercipta/terwujud partisipasi dan keterlibatan publik secara sungguh-sungguh.
Partisipasi masyarakat yang lebih bermakna tersebut setidaknya memenuhi tiga prasyarat, yaitu: pertama, hak untuk didengar pendapatnya (right to be heard); kedua, hak untuk dipertimbangkan pendapatnya (right to be considered); Â dan ketiga, hak untuk mendapatkan penjelasan atau jawaban atas pendapat yang diberikan (right to be explained). Partisipasi publik tersebut terutama diperuntukkan bagi kelompok masyarakat yang terdampak langsung atau memiliki perhatian (concern) terhadap rancangan undang-undang yang dibahas.
 Dengan adanya partisipasi masyarakat maka putusan MK ini menjadi penting, karena prinsip representation in ideas dibedakan dari representation in presence, dimana perwakilan fisik saja belum tentu mencerminkan keterwakilan gagasan atau aspirasi. Maka perlu penegasan yang dilibatkan dalam pembentukan undang-undang adalah masyarakat terdampak atau bukan. Sejalan dengan itu, relevan kiranya ke depan proses pembentukan undang-undang dilakukan dengan pendekatan demokrasi deliberatif.Â
Dalam konsep demokrasi deliberatif yang dikemukakan oleh Jurgen Hubermas setidaknya mengharuskan adanya ruang publik agar masyarakat dapat menyampaikan setiap pendapatnya terkait pembentukan sebuah kebijakan. Ruang publik yang dimaksud Hubermas dapat berupa ruang publik secara fisik ataupun ruang publik dalam pengertian kondisi. Sehingga pemenuhan partisipasi akan dapat dinilai dari ada atau tidaknya ruang publik ini. Putusan MK ini menguatkan kontrol dari lembaga peradilan agar pembentuk undang-undang lebih berhati-hati dalam proses legislasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H