Sumber: Muhammad Hamdani
Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Bantar Gebang yang diberdekatan dengan 3 kelurahan, yaitu terdiri dari Kelurahan Cikiwul, Kelurahan Sumur Batu, dan Kelurahan Ciketing Udik. Hal ini mengakibatkan terjadinya pencemaran lingkungan di daerah tersebut, dampak dari pencemaran lingkungan yang diterima oleh warga sekitar yaitu udara yang tidak sehat dan air yang keruh / tidak bersih.
Dilansir dari infobekasi.co yang mengutip buku “Konflik Sampah Kota” karya Ali Anwar yang merupakan sejarawan Bekasi. Pemda DKI yang saat itu dipimpin oleh Gubernur Soeprapto membeli lahan dari warga yang bernama Kurnia seluas 100 Hektar, dan Zaelani Zein seluas 15 Hektar, lahan ini lah yang dijadikan lokasi TPST sampai saat ini. Dahulu lokasi ini adalah tempat galian – galian besar yang berdiri pada tahun 1878, yang tanahnya digunakan untuk proyek properti di Jakarta. TPST Bantar Gebang sudah ada sejak tahun 1985, dan sampai saat ini TPST Bantar Gebang sudah menginjak tahun ke – 36.
TPST Bantar Gebang yang berlokasi mengelilingi 3 Kelurahan, terdiri dari Ciketing Udik, Sumur Batu, Cikiwul, Kecamatan Bantargebang, Kota Bekasi. TPST yang sudah ada sejak bertahun – tahun mengakibatkan lingkungan yang berada disekitarnya menjadi tercemar oleh penumpukan sampah, yang setiap harinya mencapai 7000 ton. Dimana sampah – sampah tersebut berasal dari sampah rumah tangga, Perseroan Terbatas (PT), Hotel, Restoran, Pasar, Perkantoran, dan lain sebagainya. Terlihat saat ini tumpukan sampah itu semakin menjulang tinggi diperkirakan tingginya mencapai 50 meter.
Dari pencemaran lingkungan tersebut sangat berdampak langsung kepada warga sekitar lokasi TPST Bantar Gebang, hal ini terjadi karena aroma tidak sedap yang berasal dari tumpukan sampah mengakibatkan udara yang dihirup tidak sehat untuk warga sekitar. Dan limbah sampah yang menumpuk terserap kedalam tanah sehingga membuat kualitas air disekitar lokasi TPST Bantar Gebang menurun, air yang dihasilkan menjadi keruh dan berbau.
Warga sekitar mengalami pencemaran udara dan mengalami pencemaran air setelah beberapa bulan sejak lokasi tersebut dijadikan tempat pembuangan sampah terpadu (TPST), dampak dari lingkungan yang tercemar banyak warga yang akhirnya mengalami penyakit, seperti gatal – gatal pada kulit dikarenakan air yang kumuh / tidak bersih, serta menyebabkan udara yang kurang baik untuk dihirup oleh warga sekitar. terlebih saat musim hujan aroma dari sampah tersebut sangat menyengat, sehingga menganggu aktivitas warga di daerah tersebut.
Sumber: Muhammad Hamdani
“Iya benar warga sini sering ngalamin gatal – gatal di badan, karena air nya yang kotor dan bau juga. Udara yang kita hirup sehari – hari ya bau sampah, ditambah kalo lagi musim ujan bau nya semakin nyengat, menggangu banget aktivitas warga sini” Ujar Epi (48), warga sekitar TPST BantarGebang, Minggu (12/06/2022).
Warga sekitar TPST Bantar Gebang mengatakan bahwa mereka mendapatkan uang kompensasi/ biasa mereka sebut “uang bau” setiap pertiga bulan, nominal yang diberikan sebesar Rp. 1.200.000,- per kepala keluarga. Menurut mereka uang tersebut tidak sebanding dengan apa yang mereka alami.
“kita warga sini dikasih duit 1.200.000,- ribu pertiga bulan sekali, ya berarti sebulan kita dapet 400 ribu. Kalo saya disuruh milih lebih baik engga dapet uang kompensasi, tapi engga ada gunung sampah kaya gini karena uang yang kita dapet pun engga sebanding, sebenernya mah engga nyaman tinggal disekitar TPST, tapi mau gimana lagi rumah saya disini” Kata Jamal (52), warga sekitar TPST Bantar Gebang, Minggu (12/06/2022).
Permasalahan yang dialami warga sekitar diakibatkan tidak berkurang nya sampah setiap hari yang dikirim ke TPST Bantar Gebang. Hal ini harus menjadi perhatian Pemda DKI dan Pemda Kota Bekasi untuk mengatasi permasalahan yang dialami oleh warga sekitar, agar warga sekitar mendapatkan lingkungan yang layak untuk melaksanakan aktivitasnya sehari – hari.