Mohon tunggu...
Muhammad Haikal Azzadin
Muhammad Haikal Azzadin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

nama saya Muhammad Haikal Azzadin saya berasal dari tulungagung dan sekarang menempuh ilmu di Universitas Islam Negeri maulana malik ibrahim malang, saya sejak Sma sudah memiliki hobi wirausaha,sejak saat ini saya masih berkecimpung dalam dunia wirausaha

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Menyibak Kompleksitas Data Digital: Solusi Pengumpulan Data di Era Teori Konspirasi

18 September 2024   23:12 Diperbarui: 18 September 2024   23:48 10
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gambar (Sumber : Pinterest.com)

Menyibak Kompleksitas Data Digital: Solusi Pengumpulan Data di Era Teori Konspirasi


Artikel "Challenges of and Approaches to Data Collection Across Platforms and Time: Conspiracy-related Digital Traces as Examples of Political Contention" yang ditulis oleh Annett Heft, Kilian Buehling, Xixuan Zhang, Dominik Schindler, dan Miriam Milzner membahas tantangan dalam pengumpulan data digital lintas platform dengan fokus pada jejak digital terkait teori konspirasi. Penelitian ini menyoroti masalah krusial dalam konteks konten politik yang tersebar di berbagai platform digital, seperti Facebook, Twitter, Reddit, dan Telegram. Platform-platform ini memiliki perbedaan signifikan dalam arsitektur, budaya penggunaan, dan aturan akses, yang mengakibatkan tantangan besar bagi para peneliti untuk mengumpulkan data yang konsisten dan valid.

Salah satu isu yang diangkat adalah bagaimana teori konspirasi sering kali berkembang dan menyebar di berbagai platform, melibatkan komunitas yang berbeda dengan norma komunikasi yang bervariasi. Hal ini diperparah oleh perbedaan temporal, di mana konten di satu platform dapat dengan cepat berubah atau bahkan hilang karena kebijakan moderasi yang berbeda-beda. Misalnya, Facebook dan Twitter memiliki sistem moderasi otomatis yang sering menghapus konten berbau teori konspirasi, sehingga menyulitkan peneliti dalam mengakses data historis. Sebaliknya, platform seperti 4chan dan Telegram memungkinkan tingkat anonimitas yang lebih tinggi, sehingga konten teori konspirasi sering tidak tersentuh oleh moderasi yang ketat.

Penelitian ini juga mencatat bahwa pendekatan lintas platform semakin kompleks dengan adanya dinamika waktu dan budaya, terutama dalam konteks perdebatan politik global. Dalam studi ini, penulis menggunakan teori konspirasi sebagai studi kasus untuk menggambarkan tantangan dan peluang dalam mengumpulkan data lintas platform, sekaligus mengusulkan strategi untuk meminimalkan kesenjangan dalam validitas data. Mereka menekankan perlunya pendekatan multidimensional yang mempertimbangkan perbedaan platform, waktu, dan konteks budaya untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat dan representatif.

Penelitian yang dilakukan oleh Heft et al. (2024) menunjukkan bahwa pengumpulan data lintas platform menghadapi berbagai tantangan, terutama terkait perbedaan arsitektur platform dan aturan akses. Salah satu tantangan terbesar adalah memastikan kesetaraan fungsional dalam pengumpulan data dari berbagai platform. Misalnya, platform seperti Twitter memberikan akses API penuh untuk peneliti, memungkinkan mereka melakukan pencarian arsip, sementara Facebook membatasi akses hanya pada halaman dan grup publik melalui API CrowdTangle. Keterbatasan akses ini membuat data dari platform berbeda sulit dibandingkan secara langsung karena adanya perbedaan dalam cara platform menyimpan dan menyediakan data.

Tantangan lain yang dihadapi adalah sifat ephemeral dari konten digital, terutama di platform seperti 4chan, di mana postingan dihapus secara otomatis setelah aktivitas menurun. Ini menyulitkan pengumpulan data historis kecuali peneliti sudah mengarsipkan konten tersebut sebelumnya atau menggunakan arsip pihak ketiga. Pada kasus Telegram, konten bersifat terbuka namun hanya dapat diakses jika peneliti mengetahui nama grup atau kanal yang relevan, membuat pendekatan berbasis aktor menjadi kurang efektif di platform ini.

Studi ini juga menunjukkan bahwa perubahan temporal memiliki dampak besar pada kualitas data yang dikumpulkan. Buehling (2023) menemukan bahwa kualitas data sosial media menurun seiring berjalannya waktu, karena konten dapat dihapus oleh pengguna atau dimoderasi oleh platform. Peneliti menemukan bahwa 20-30% konten terkait konspirasi dihapus secara sukarela oleh pengguna karena konten dianggap tidak sesuai dengan norma sosial atau hukum yang berlaku di platform. Selain itu, penelitian ini juga mencatat bahwa kata kunci dan narasi teori konspirasi sering kali berubah seiring dengan krisis global atau perkembangan peristiwa. Misalnya, teori QAnon mengalami evolusi signifikan dari awalnya terkait isu Pizzagate hingga menyerap berbagai narasi baru seperti pandemi COVID-19 dan teori 5G.

Penulis mengusulkan beberapa pendekatan untuk mengatasi tantangan ini. Salah satu pendekatan yang diusulkan adalah menggunakan strategi berbasis aktor dan konten secara bersamaan. Pada pendekatan ini, peneliti dapat melacak aktor-aktor tertentu yang diketahui terlibat dalam penyebaran teori konspirasi di berbagai platform, sambil menggunakan kata kunci atau istilah spesifik untuk mengumpulkan konten yang relevan. Strategi ini juga diperkuat dengan pendekatan validasi kamus, di mana kata kunci dikembangkan berdasarkan sampel teks platform yang relevan, lalu diperluas untuk mencakup variasi temporal dan budaya.

Secara keseluruhan, artikel yang ditulis oleh Heft et al. (2024) memberikan kontribusi yang signifikan dalam memahami tantangan serta pendekatan terbaik untuk pengumpulan data lintas platform dalam konteks perdebatan politik, khususnya terkait teori konspirasi. Dengan kompleksitas arsitektur platform, perbedaan budaya penggunaan, dan perubahan temporal, peneliti dihadapkan pada kesulitan yang memerlukan strategi pengumpulan data yang lebih terarah dan fleksibel. Pendekatan multidimensi yang melibatkan kombinasi metode berbasis aktor dan konten menjadi solusi yang disarankan oleh para penulis untuk mengatasi tantangan tersebut.

Implikasi dari penelitian ini sangat penting bagi studi-studi masa depan tentang komunikasi politik di era digital, di mana data yang tersebar di berbagai platform harus dikumpulkan secara hati-hati untuk menghasilkan analisis yang valid dan dapat diandalkan. Selain itu, penggunaan strategi seperti validasi kamus dan pemanfaatan API diharapkan dapat meminimalisir bias dalam pengumpulan data serta memastikan kesetaraan fungsional antarplatform. Penelitian ini membuka jalan bagi peneliti untuk lebih memahami bagaimana teori konspirasi dan isu-isu politik lainnya menyebar secara lintas platform dan memberikan panduan yang praktis bagi mereka yang ingin mendalami topik ini lebih lanjut.

Dengan demikian, artikel ini tidak hanya relevan bagi akademisi yang tertarik pada studi komunikasi politik dan teori konspirasi, tetapi juga bagi pembuat kebijakan yang ingin memahami dinamika penyebaran informasi di era digital serta dampaknya terhadap opini publik dan stabilitas politik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun