Prioritas Faktor Keberhasilan Rekayasa Kebutuhan dalam Pengembangan Sistem Informasi
Rekayasa kebutuhan (Requirements Engineering atau RE) merupakan elemen kunci dalam kesuksesan proyek pengembangan sistem informasi (SI). Dalam konteks proyek-proyek teknologi, terutama yang berskala besar, pengumpulan dan pengelolaan kebutuhan pengguna sering kali menentukan apakah sistem yang dikembangkan akan diterima dan digunakan secara efektif oleh para pemangku kepentingan. Artikel yang ditulis oleh Imairi Eitiveni dan Hardyn Alexander Hutapea (2023) dalam Jurnal Sistem Informasi menggarisbawahi pentingnya faktor-faktor kritis yang mempengaruhi keberhasilan RE. Penelitian mereka menemukan bahwa kepuasan pengguna (user satisfaction) merupakan kriteria terpenting yang mempengaruhi kesuksesan RE, diikuti oleh kecocokan dengan organisasi dan kualitas analisis biaya-manfaat.
Hasil studi yang dipublikasikan dalam volume 19, edisi 1 dari Jurnal Sistem Informasi ini menyajikan temuan menarik bahwa hanya 27% dari proyek pengembangan SI di Indonesia yang berhasil, berdasarkan penelitian Apriyanto dan Putro (2018). Kegagalan yang sering terjadi pada proyek SI dapat dikaitkan dengan buruknya manajemen kebutuhan, terutama dalam hal cakupan proyek yang tidak jelas, kurangnya keterlibatan pengguna, dan kemampuan tim yang tidak memadai. Selain itu, penelitian ini menggunakan metode Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk memprioritaskan sebelas faktor keberhasilan kritis dalam RE, di mana definisi cakupan proyek dan tujuan yang jelas menjadi faktor terpenting.
Dengan meningkatnya ketergantungan organisasi terhadap sistem informasi, peran rekayasa kebutuhan menjadi semakin krusial. Artikel ini tidak hanya menyoroti tantangan yang dihadapi dalam proses RE, tetapi juga memberikan panduan praktis untuk mengatasi masalah-masalah tersebut, seperti perlunya keterlibatan pengguna yang lebih aktif dan peningkatan keahlian tim pengembangan.
Artikel karya Eitiveni dan Hutapea (2023) secara efektif menyoroti masalah utama yang dihadapi proyek pengembangan sistem informasi, terutama dalam fase rekayasa kebutuhan. Salah satu temuan yang paling penting adalah bahwa 72% proyek SI di Indonesia gagal, yang sebagian besar disebabkan oleh kesalahan dalam manajemen kebutuhan (Apriyanto & Putro, 2018). Faktor-faktor seperti cakupan proyek yang tidak jelas dan kurangnya keterlibatan pengguna menjadi penyebab kegagalan paling dominan. Dalam hal ini, artikel ini sangat tepat menyoroti bahwa keterlibatan pengguna memainkan peran penting dalam menentukan keberhasilan rekayasa kebutuhan.
Salah satu poin utama dari artikel ini adalah pemanfaatan metode Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk memprioritaskan faktor keberhasilan kritis. Pendekatan ini sangat relevan mengingat kompleksitas proyek SI, di mana banyak faktor harus dipertimbangkan dan ditimbang secara hati-hati. Sebagai contoh, hasil penelitian menunjukkan bahwa cakupan dan tujuan proyek yang jelas merupakan faktor paling penting dengan nilai eigen tertinggi sebesar 0.138. Keterlibatan pengguna berada di posisi kedua dengan skor 0.132, menekankan pentingnya memastikan bahwa kebutuhan pengguna terwakili dengan baik dalam spesifikasi proyek (Eitiveni & Hutapea, 2023).
Lebih lanjut, artikel ini memberikan wawasan tentang bagaimana keterampilan dan pengetahuan tim pengembangan juga memainkan peran penting. Tim dengan pemahaman yang mendalam tentang teknik rekayasa kebutuhan cenderung menghasilkan spesifikasi yang lebih akurat, yang pada akhirnya meningkatkan kualitas sistem yang dikembangkan. Dalam artikel ini, keterampilan dan pengetahuan tim mendapatkan skor sebesar 0.104, menunjukkan signifikansi yang tinggi dalam menentukan keberhasilan proyek (Eitiveni & Hutapea, 2023). Fakta ini sejalan dengan studi sebelumnya oleh Memon et al. (2010), yang menemukan bahwa kurangnya keterampilan adalah salah satu tantangan terbesar dalam melaksanakan proses rekayasa kebutuhan.
Namun, yang menjadi perhatian besar adalah masih adanya beberapa faktor penting yang kurang diperhatikan, seperti dukungan manajemen dan pelatihan terkait RE. Dukungan manajemen hanya mendapatkan skor 0.072 dalam artikel ini, meskipun berbagai penelitian menunjukkan bahwa manajemen yang mendukung sangat penting dalam memastikan bahwa tim memiliki sumber daya dan dukungan yang cukup untuk melaksanakan RE secara efektif (Kauppinen et al., 2004). Pelatihan, yang juga dinilai rendah, bisa menjadi kunci dalam meningkatkan kemampuan tim untuk menangani proses yang kompleks ini. Artikel ini memberikan pemahaman mendalam tentang bagaimana faktor-faktor ini berkontribusi terhadap keberhasilan proyek SI dan mengapa beberapa di antaranya harus mendapatkan perhatian lebih dalam praktik industri.
Secara keseluruhan, artikel ini berhasil mengidentifikasi dan memprioritaskan faktor-faktor penting yang mempengaruhi keberhasilan rekayasa kebutuhan. Hasil-hasil penelitian yang disajikan menawarkan panduan bagi praktisi SI untuk memfokuskan upaya mereka pada faktor-faktor kunci seperti cakupan proyek, keterlibatan pengguna, dan peningkatan keterampilan tim, yang pada akhirnya dapat meminimalkan risiko kegagalan proyek.
Kesimpulannya, artikel yang ditulis oleh Eitiveni dan Hutapea (2023) memberikan pandangan yang mendalam tentang pentingnya memprioritaskan faktor keberhasilan kritis dalam rekayasa kebutuhan untuk pengembangan sistem informasi yang sukses. Dengan menggunakan metode Analytical Hierarchy Process (AHP), penelitian ini mengungkapkan bahwa cakupan proyek yang jelas, keterlibatan pengguna, serta keterampilan dan pengetahuan tim adalah elemen kunci yang harus menjadi fokus utama dalam proyek pengembangan sistem informasi.