Perkembangan manusia dapat diartikan sebagai perubahan yang bersifat kualitatif daripada fungsi fungsi karena perubahan tersebut dikarenakan adanya proses pertumbuhan material yang memungkinkan adanya fungsi tersebut serta adanya perubahan perubahan tingkah laku. Setiap segi biologis maupun psikologis ini akan memberikan pengaruh sehingga menjadikan manusia tersebut berkembang sesuai dengan pola nya masing masing. Manusia adalah salah satu mahluk ciptaan Allah Swt yang memiliki rasa dan emosi yang menjadikannya dapat menjalani kehidupan secara optimal. Manusia bukanlah manusia jika tanpa emosi, karena emosi menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam kehidupan (Hm, 2016).Perkembangan merupakan ilmu kejiwaan atau proses mental manusia dari sisi serangkaian perubahan bertahap yang terjadi sebagai akibat dari proses pematangan dan pengalaman hidupnya. Menurut Al Juhari (2019, hal 6) Psikologi perkembangan adalah suatu cabang dari psikologi yang membahas tentang gejala jiwa seseorang baik menyangkut perkembangan atau kemunduran perilaku seseorang sejak masa konsepsi hingga dewasa. Dengan demikian psikologi perkembangan juga dapat diartikan sebagai suatu ilmu psikologi yang membahas tentang masalah masalah perkembangan manusia mulai dari usia awal pembentukan sampai usia akhir.Perasaan emosi merupakan perasaan yang bergejolak pada setiap diri individu yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan pada ekspresi wajah, perasaan yang akhirnya akan mengakibatkan aksi untuk melampiaskan emosi tersebut, seperti menangis, tertawa, terharu, marah dan sebagainya ( Karisma, 2020). Kecerdasan emosi merupakan penentu dari keberhasilan seseorang. Sosioemosional pada anak penting dikembangkan karena anak memiliki masa emas perkembangan sosioemosional sesuai tahap perkembangannya (Wahyuningsih, 2014).Kecerdasan emosional merupakan kecakapan emosional yang meliputi kemampuan untuk mengendalikan diri sendiri dan memiliki daya tahan ketika menghadapi rintangan, mampu mengendalikan impuls dan tidak cepat merasa puas, mampu mengatur suasana hati dan mampu mengelola kecemasan agar tidak mengganggu kemampuan berpikir, dan mampu berempati serta berharap. Menurut Goleman (2000), kecerdasan emosional adalah kemampuan mengenali perasaan sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain. Menurut Shapiro (2003), kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk merasakan emosinya untuk mengeluarkan atau membangkitkan emosi, seperti emosi untuk membantu berpikir, memahami emosi dan pengetahuan tentang emosi serta untuk merefleksikan emosi secara teratur seperti mengendalikan emosi dan perkembangan intelektual. Menurut Daniel Goleman dalam kostelnik, Soderman, & Whiren (2017) sebagai penggagas Emotional Intelligence, menjelaskan bahwa dibutuhkan keterampilan yang konkret dalam mengidentifikasi dan emosi sehingga siap untuk melakukan komunikasi efektif dengan orang lain. Pada anak, apabila mereka mengalami kesulitan dalam membuat koneksi yang sulit antara perasaan-perasaan dan pemikiran tentu akan berdampak terhadap kurangnya kemampuannya anak untuk mengalami segala konflik yang dihadapi dengan cara yang damai dan empati terhadap orang lain. Maka dari itu, kemampuan anak usia dini dalam mengoperasionalkan kecerdasan /kemampuan emosionalnya penting untuk dikembang dengan baik dan tepat dengan ini mereka akan tumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang lebih ramah serta cenderung lebih mudah dalam menjalin pertemanan dan menjadi sahabat bagi orang lain.Menurut Gaddes, Johnson dan Myklebust, Njiokiktjien, penyebab utama kesulitan belajar adalah fisiologis; psikologis dan psikiatris; sosiologis atau lingkungan. Penyebab fisiologis adalah disfungsi neurologis yang dapat disebabkan oleh faktor genetik, biokimiawi, kurang gizi, cedera yang terjadi pada periode prenatal atau postnatal (indrirawati, 2013). Mengembangkan kemampuan emosional pada anak usia dini tidak mudah dan sulit dipelajari karena anak-anak masih dalam masa pertumbuhan dan berada pada rentang usia dini. Hurlock dalam Mulyani (2018) menjelaskan sulitnya memahami emosi anak karena emosi bersifat subjektif dan hanya dapat dicapai melalui pemeriksaan diri. Melakukan pemeriksaan disini, seperti: mengenali kelemahan diri sendiri, terbuka terhadap kritik yang membangun, memiliki keinginan kuat untuk memperbaiki dini, mengakui kesalahan dan selalu belajar dari pengalaman untuk menjadi lebih baik. Selain itu, perkembangan emosi pada anak usia dini berlangsung lebih terperinci bila dikaitkan dengan aspek-aspek perkembangan lainnya (kognitif, seni, moral, dan agama, fisik motorik maupun sosial). Anak usia dini adalah kelompok anak yang berusia antara 0 hingga 6 tahun. Pada periode ini, anak berada dalam fase perkembangan yang sangat kritis dan rentan terhadap pengaruh lingkungan sekitar. Dalam pengertian anak usia dini, terdapat beberapa aspek yang perlu diperhatikan, yaitu perkembangan fisik, kognitif, sosial, dan emosional. Perkembangan fisik pada anak usia dini meliputi pertumbuhan tubuh, perkembangan motorik kasar dan halus, serta perkembangan indra. Pada usia ini, anak akan mengalami pertumbuhan yang pesat, baik dalam ukuran tubuh maupun ototototnya. Mereka juga mulai mengembangkan kemampuan motorik kasar, seperti berjalan, berlari, dan melompat. Selain itu, kemampuan motorik halus, seperti menggenggam benda kecil dan menggambar, juga mulai berkembang pada periode ini. Oleh karena itu, dibutuhkan analisis tentang perkembangan kecerdasaan emosi pada anak usia dini dengan menggunakan teori daniel Goleman.2. METODEMetode penelitian ini menggunakan pendekatan studi kepustakaan atau literatur yang bertujuan untuk menganalisis teori Daniel Goleman dalam perkembangan kecerdasan emosi anak usia dini. Teknik pengambilan data dalam penelitian ini melibatkan pengumpulan berbagai sumber literatur yang relevan dan kredibel, termasuk buku, jurnal ilmiah, artikel, dan dokumen lainnya yang berkaitan dengan teori kecerdasan emosi yang dikembangkan oleh Daniel Goleman dan penerapannya pada anak usia dini. Sumber-sumber tersebut diperoleh melalui penelusuran di perpustakaan, database akademik online seperti Google Scholar, JSTOR, dan ProQuest, serta situs web resmi yang menyediakan informasi akademik.Teknik analisis data dalam studi kepustakaan ini melibatkan beberapa tahap. Pertama, data yang terkumpul diklasifikasikan berdasarkan tema dan subtema yang relevan dengan fokus penelitian. Selanjutnya, dilakukan analisis konten terhadap literatur yang telah diklasifikasikan untuk mengidentifikasi konsep-konsep kunci, temuan, dan kesimpulan yang disajikan oleh berbagai penulis. Analisis ini juga mencakup perbandingan dan sintesis informasi dari berbagai sumber untuk mendapatkan gambaran yang komprehensif mengenai aplikasi teori Daniel Goleman dalam perkembangan kecerdasan emosi anak usia dini. Hasil analisis kemudian disajikan dalam bentuk naratif yang sistematis untuk memberikan pemahaman yang mendalam mengenai topik penelitian.3. TEMUAN DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa teori kecerdasan emosi yang dikembangkan oleh Daniel Goleman memiliki pengaruh signifikan terhadap perkembangan kecerdasan emosi anak usia dini. Literatur yang dianalisis mengungkapkan bahwa anak-anak yang dibimbing dalam pengembangan kecerdasan emosinya cenderung menunjukkan kemampuan yang lebih baik dalam mengenali, memahami, dan mengelola emosi mereka sendiri serta emosi orang lain. Selain itu, penerapan teori Goleman dalam lingkungan pendidikan dan keluarga terbukti meningkatkan keterampilan sosial, empati, dan kemampuan untuk membangun hubungan yang positif. Anak-anak yang didukung dengan pendekatan ini juga menunjukkan peningkatan dalam aspek-aspek penting seperti motivasi diri, pengendalian impuls, dan ketahanan terhadap stres. Kesimpulannya, integrasi teori kecerdasan emosi Goleman dalam pendidikan anak usia dini berkontribusi positif terhadap perkembangan emosi yang sehat dan seimbang, yang pada gilirannya mendukung pertumbuhan sosial dan akademis anak secara keseluruhan. Definisi mengenai kecerdasan sangatlah beragam, ada memiliki pandangan bahwa kecerdasan adalah berupa faktor tunggal atau juga pernyataan yang mengatakan kecerdasan adalah faktor multiple. Bahkan ada yang menganggap IQ lebih penting dari El dalam capaian sukses seseorang, padahal dalam banyak penelitian 80% kesuksesan seseorang ditentukan oleh El (Intelligence Quotient) adalah kemampuan seseorang dalam melakukan penalaran dan pemecahan dengan menggunakan unsur-unsur matematika serta logika. Dalam perspektif Daniel Goleman, kecerdasan emosional adalah kemampuan mengelola dan memahami emosi dengan bijaksana. Ini melibatkan kesadaran diri, pengelolaan emosi, motivasi, empati, dan keterampilan sosial. Kecerdasan emosional membantu kita berinteraksi dengan orang lain secara lebih baik dan mencapai kesejahteraan emosi.Dengan kecerdasan emosional tersebut seseorang dapat menempatkan emosinya pada porsi yang tepat, memilihlah kepuasan memilah kepuasan dan mengatur suasana hati. Daniel Goleman (Emotional Intelligence) menyebutkan bahwa kecerdasan emosi lebih berperan ketimbang IQ atau keahlian dalam menentukan siapa yang akan jadi bintang dalam suatu pekerjaan. Hasil penelitian dan sumber yang membahas tentang teori kecerdasan emosi menurut Daniel Goleman:1. “Kecerdasan Emosional dalam Perspektif Daniel Goleman (Analisis Buku Emotional Intelligence)”: Penelitian ini menganalisis buku “Emotional Intelligence” oleh Daniel Goleman. Dalam buku ini, Goleman mengklasifikasikan kecerdasan emosional menjadi lima komponen penting: kesadaran diri, pengaturan diri, motivasi, empati, dan keterampilan sosial. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan analisis isi. Tujuannya adalah untuk memahami dan memajukan kecerdasan emosional berdasarkan pandangan Goleman dalam bukunya. Kecerdasan emosional memungkinkan kita mengenali emosi diri dan orang lain serta mengelola emosi dengan baik dalam hubungan sosial1.2. “Mengenal Konsep Daniel Goleman dan Pemikirannya dalam Kecerdasan Emosi”: Penelitian ini menggunakan pendekatan content analysis untuk menggali konsep kecerdasan emosional yang digagas oleh Daniel Goleman. Data diperoleh dari tulisan-tulisan yang membahas teori Goleman tentang kecerdasan emosional. Hasil penelitian ini memberikan wawasan lebih lanjut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H