Drama kasus restitusi pajak PT Mobile 8 nampaknya masih menjadi perbincangan hangat di masyarakat maupun netizen. Kepala Subdirektorat Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Kejagung) Yulianto masih mengupayakan bagaimana mengkriminalisasi CEO MNC Group Hary Tanoesoedibjo. Setelah mengungkit kasus pajak pada tahun 2004 silam, Yulianto dan Jaksa Agung HM Prasetyo “curhat” kepada Komisi III DPR karena merasa diancam oleh Hary Tanoe lewat sms yang ditujukan keapda Yulianto.
"Mas Yulianto, kita buktikan siapa yang salah dan siapa yang benar. Siapa yang profesional dan siapa yang preman. Anda harus ingat kekuasaan itu tidak akan langgeng. Saya masuk ke politik karena ingin Indonesia maju dalam artian yang sesungguhnya. Termasuk penegakan hukum yang profesional dan tidak transaksional dan tidak semena-mena demi popularitas. Suatu saat saya akan jadi pimpinan negeri ini. Di situ lah saatnya akan berubah dan dibersihkan dari hal-hal yang tidak semestinya. Kasihan rakyat. Negara lain semakin berkembang dan maju." Begitulah isi sms HT kepada Yulianto.
Komisi III pun hanya menertawakan para utusan korps adhyaksa tersebut karena terlalu cengeng dalam merespon sms tersebut. Anggota Komisi III pun tidak tahu harus menanggapi apapun karena tidak menemukan kalimat mengancam dalam isi sms tersebut. Bahkan ahli bahasa dari Badan Pengembangan dan Pembinaan, Sriyanto. Menyatakan tidak ada nada mengancam dalam isi sms tersebut. Tapi, Karena masih ngotot merasa terancam, Yulianto memutuskan melaporkan Hary Tanoe ke Bareskrim atas tuduhan melanggar Pasal 29 UU ITE.
Dituduh mengancam, Hary Tanoe yang juga Ketua Umum Partai Perindo ini melaporkan balik Yulianto Di sisi lain, dengan pasal pencemaran nama baik, keterangan palsu, dan fitnah sebagaimana dalam Pasal 310, 311 KUHP atau Pasal 27 ayat 3 UU no 11/2008 tentang ITE.
Hingga kini Mabes Polri masih belum mengambil tindakan apa-apa, selain memangil Yulianto ke Bareskrim sebagai saksi. Namun menurut Guru Besar Hukum Pidana Universitas Padjajaran Romli Atmasasmita, Yulianto terancam dijerat pasal 318 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tentang persangkaan palsu dengan ancaman pidana empat tahun penjara. Yulianto juga terancam dijerat pasal 310 KUHP tentang pencemaran nama baik.
Menurut Romli, Yulianto yang merupakan ahli hukum seharusnya bisa membedakan yang mana ancaman dan yang mana yang bukan. Dia juga menilai sebagai seoarang jaksa harusnya tetaplah bertugas sebagai jaksa yang menegakan hukum, bukan malah sibuk dengan sms ancaman dan terkesan menggiring opini di masyarakat. Lagi pula, lanjutnya, Bareskrim juga akan kebingungan menemukan bentuk ancaman tersebut seperti apa dan Yulianto pastinya akan kesulitan untuk membuktikan ancaman yang ada dalam sms tersebut.
Laporan Yulianto ini juga sebenarnya ditentang oleh internal kejaksaan sendiri, Komisioner Komisi Kejaksaan (Komjak) FT Andi Lolo mengatakan, reaksi Yulianto dalam menyikapi sms tersebut sudah di luar batas dan berlebihan. Dilansir Tribunnews.com, sudah menjadi hal biasa seorang penegak hukum mendapat sms semacam itu karena memang sudah menjadi resiko bagi penegak hukum dan Yulianto, harus menerima itu dengan bijak.
"Pelaporan jaksa Yulianto terkait dengan SMS itu sedikit berlebihan. Itu bukan suatu ancaman yang besar bagi Kejaksaan," kata FT Andi Lolo.
Sebagai seorang Jaksa, lanjut Lolo, Yulianto seharusnya sudah siap mental untuk menghadapi segala kemungkinan yang ada. Dia pun menilai Yulianto kini lebih fokus kepada kasus sms tersebut daripada mengurusi kasus PT Mobile 8 yang menjadi akar permasalahannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H