Di tengah isu reshuffle yang makin memanas dan kericuhan di internal kabinet membuat masyarakat bertanya ada apa dengan negeri ini? Drama dan friksi yang kerap terjadi makin menguatkan bahwa mereka bekerja bukan untuk rakyat tapi hanya demi golongannya masing-masing. Sementara, disadari atau tidak, Indonesia yang terkena dampak krisis global belum juga membaik dari sektor perekonomian nasional.
[caption caption="sumber foto : merdeka.com"][/caption]Penurunan tren ekonomi berbanding lurus dengan keadaan Indonesia, terutama dalam hal kemiskinan. Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suryamin mengatakan penduduk miskin di Indonesia tahun 2015 bertambah dari tahun sebelumnya. Menurut data BPS penduduk miskin Indonesia per September 2015 mencapai 28,51 juta orang, bertambah 780 ribu orang dibanding September 2014 sebanyak 27,73 juta orang dan 25 persen penduduk miskin di Indonesia adalah nelayan. Sangat ironis memang jika melihat potensi bahari Indonesia yang begitu luar biasa dimana 2/3 wilayahnya adalah laut.
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang dipimpin menteri Susi Pudjiastuti memang membuat beberapa gebrakan yang dinilai mampu menyejahterakan nelayan, salah satunya dengan menangkap pelaku illegal fishing dan menenggelamkan kapal mereka. Menurut Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Era Presiden Megawati, Prof. Dr. Rokhmin Dahuri MS menilai penenggelaman kapal pengangkut ikan ilegal memang baik untuk kedaulatan, Â namun jangan dijadikan fokus utama karena KKP harus menitikberatkan konsentrasi pada program kesejahteraan nelayan.
Menurutnya, kesejahteraan nelayan selama ini masih memprihatinkan. Kebanyakan nelayan tidak memiliki sarana dan prasarana yang memadai untuk mendapatkan hasil maksimal. Dia menyebutkan dari 650 ribu kapal yang ada di Indonesia, hanya 0,7 persen yang merupakan kapal besar. Sisanya merupakan kapal kecil yang tidak dapat menjangkau potensi hasil laut yang lebih besar.
Senada dengan Dahuri, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI), Farouk Muhammad juga meminta pemerintah memberikan solusi konkret untuk nelayan melalui program-program yang inputnya langsung bisa dirasakan para nelayan. Menurutnya, Indonesia jangan jauh-jauh bermimpi untuk menjadi poros maritim dunia, sementara nelayan Indonesia masih jauh dari kata sejahtera.
Sementara itu, Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) menginginkan pemerintah Indonesia belajar dari Malaysia guna membuat kebijakan pengelolaan dan peningkatan kesejahteraan nelayan. Sekretaris Jenderal Kiara Abdul Halim menjelaskan pemerintah Malaysia memberikan uang yang cukup untuk hidup para nelayan dan mendapatkan subsidi khusus untuk BBM. Nelayan di Negeri Jiran juga mendapatkan pelayanan kesehatan gratis di rumah sakit-rumah sakit pemerintah. Jika mengalami kematian, lanjutnya, nelayan juga mendapatkan dana hingga 2.000 ringgit Malaysia yang dikelola langsung oleh badan pengelolaan perikanan Malaysia. Nelayan juga mendapatkan jaminan perbaikan kapal jika saat berlayar mengalami kerusakan. Dia juga menilai, hal yang dilakukan kepada nelayan di Malaysia sebenarnya juga bisa dialami nelayan yang ada di berbagai daerah di Indonesia.
Program nyata untuk kesejahteraan nelayan sebenarnya sudah ada di beberapa daerah, salah satunya di Padang, Sumatera Barat. Para nelayan di Pantai Purus kini telah membangun koperasi nelayan yang diprakarsai oleh CEO MNC Group Hary Tanoesoedibjo. Dengan adanya koperasi ini, para nelayan dapat mengembangkn usahanya dengan mendapat bantuan modal dan pelatihan agar bisa menjalankan usaha dengan baik.
Program koperasi nelayan ini nampaknya harus dicontoh pemerintah apabila serius ingin menyejahterakan nelayan. Di Hari Nelayan Nasional, saya berharap bukan hanya dijadikan hari seremonial belaka tapi pemerintah dan para pemangku kepentingan lain bisa bersatu untuk mencari jalan keluar dari masalah kemiskinan nelayan. Sebab, jika nelayan ini sudah tidak ingin berlayar mencari ikan dan profesi nelayan mulai ditinggalkan maka misi Indonesia untuk menjadi poros maritim dunia akan sulit diwujudkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H