Mohon tunggu...
Muhammad FishalPutra
Muhammad FishalPutra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang

Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang angkatan 2019. Mahasiswa Pendidikan Bahasa Indonesia. saya menyukai dan memiliki minat pada sastra, pendidikan, dan psikologi.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Stop Dehumanisasi Pendidikan di Masa Pandemi

16 November 2021   13:33 Diperbarui: 16 November 2021   14:44 287
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Ditulis oleh

Purwati Anggraini*

Jika pandemi terus berlanjut, maka siswa remaja yang mengalami stres akan semakin meningkat dan mencapai persentase 50% lebih dari total jumlah remaja di Indonesia. Jika hal ini tidak segera ditangani, maka persentase tersebut bisa jadi akan semakin membengkak. Hal ini dapat terlihat pada beberapa penelitian.

Pada tahun 2020, Komisi Perlindungan Anak Indonesia menerima laporan bahwa 79,9% siswa menyatakan ketidaksukaannya belajar dari rumah karena sebanyak 76,8% guru hanya memberi tugas dan tidak berinteraksi dengan siswa secara intensif. Pada tahun 2021, dengan jumlah sampel kurang lebih 150 per sekolah, sebagian sampel siswa menunjukkan bahwa mereka mengalami stres akademik. Jika digeneralisasi, maka persentase siswa yang stres pada tingkat SMP-SMA atau sederajat bisa mencapai 50%.

Setelah kurang lebih 1,5 tahun berlalu, saat ini siswa masih mengikuti pembelajaran daring (dalam jaringan/online). Pembelajaran daring di sebagian sekolah sudah relatif tertata dengan baik, namun demikian tidak sedikit pula yang masih meninggalkan PR besar. Di antaranya adalah stres siswa yang disertai dengan gejala dehumanisasi yang semakin meningkat.

Hal ini dapat terlihat di berbagai hasil survei dan artikel ilmiah. Fenomena stres pada siswa seperti gunung es di lautan, yang hanya terlihat puncaknya. Stres pada siswa lebih disebabkan oleh pola komunikasi siswa dengan gurunya yang belum optimal. Artinya ada unsur humanis yang tidak tersentuh. Siswa sesungguhnya lebih membutuhkan pertemuan langsung dengan guru, teman-temannya, dan orang lain tanpa rasa khawatir.

Interaksi siswa yang lebih banyak dilakukan di dunia maya, sedikit demi sedikit mengikis rasa kemanusiaan siswa. Dalam beberapa penelitian disebutkan, bahwa siswa lebih cenderung individualis dan semakin tidak peka terhadap kejadian di sekitarnya. Selain itu, kemudahan yang didapat dari gawai dan berbagai aplikasi online menyebabkan siswa semakin menggantungkan hidupnya pada gawai. Lalu dari situlah muncul gejala dehumanisasi.

Pandemi menjebak kita pada situasi yang mengharuskan kita menggunakan teknologi. Pertemuan kita dengan orang lain mau tidak mau harus diminimalisasi agar penularan virus dapat dikendalikan. Namun demikian, ternyata ada beberapa aspek yang tidak mungkin digantikan oleh teknologi. 

Misalnya kedekatan guru dengan siswanya ketika mengajar tidak dapat digantkan oleh teknologi. Perhatian penuh yang tampak dari tatapan mata, gerakan kinestetik, dan tutur kata guru dalam pembelajaran tidak dapat dirasakan oleh siswa ketika belajar secara daring. Dalam hal ini jelas peran guru sangat penting untuk membuat siswa merasa diperhatikan dan dihargai.

 

Gejala Dehumanisasi, Bisakah Dibendung?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun