Selama ini engkau terlalu berputus asa
Berkoar rasa paling menderita
Menceritakan nestapa pada semua
Padahal Ia hanya sedang mengajarimu cinta
Dalam setiap derita yang engkau rasa
Dengan lancang engkau mengutuknya
Berkata bahwa Ia tak pernah adil kepadamu
Padahal siapa sebenarnya Sang Adil itu?
Lantas keesokan harinya
Dengan wajah merasa tak berdosa
Engkau meminta Ia hadir
Agar deritamu diperkenankan segera berakhir
Dan benar, bahagia itu benar-benar datang
Tetapi penglihatanmu malah tertutup oleh kesombongan
Sehingga engkau tega mencampakkannya
Seakan Ia tak pernah memberimu cinta
Namun begitu, Ia tetap saja merindumu
Ia tetap setia mendengar ocehanmu yang tak tahu malu
Yang terus meminta kenikmatan
Tanpa pernah sempurna dan setia dalam sujud yang lima
Siapakah Ia?
Seperti apakah wujudnya?
Apakah Ia benar-benar ada?
Kawan, aku juga tak pernah mengetahui sebenarnya
Jangankan untuk menjawab
Memikirkan pertanyaan-pertanyaan itu saja aku tak akan kuasa
Tetapi dengarlah sahabat,
Selama perjalanan sunyiku aku merasakan
bahwa Ia adalah cinta
Ia adalah cahaya
Ia adalah kekuatan
dan Ia juga adalah tujuan
Lantas,
Katakanlah kepadaku
Adakah cinta yang sanggup melihat kekasihnya sengsara?
Adakah cahaya yang kuasa menyaksikan kesasihnya tersesat dalam kegelapan?
Adakah kekuatan yang tega membiarkan kekasihnya lemah tak berdaya?
Adakah tujuan yang merelakan kekasihnya tak kembali kepadanya?
Pulanglah segera
Karena engkaulah kekasih yang dinantikannya
Jangan kurang ajar
Lantas lupa siapa yang sebenarnya memberimu cinta
Entah hari ini, esok, ataupun lusa
Mungkin keadaannya tak akan pernah lagi sama
Puri, 18/04/2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H