Mengapa Produksi Plastik Harus Dibatasi Secara GlobalÂ
Plastik telah menjadi salah satu material yang paling berpengaruh dalam sejarah modern, mendorong kemajuan di berbagai sektor seperti kesehatan, teknologi, dan makanan. Namun, manfaat dari plastik ini dibayangi oleh dampak buruknya terhadap lingkungan dan kesehatan manusia. Menurut laporan dari Komisi Minderoo-Monaco tentang Plastik dan Kesehatan Manusia, lebih dari 8.300 megaton plastik telah diproduksi sejak 1950, dengan tingkat produksi meningkat hampir 230 kali lipat dari sekitar 2 megaton pada tahun tersebut hingga mencapai 460 megaton pada tahun 2019 (Landrigan et al., 2023). Ini menunjukkan skala masalah yang kita hadapi saat ini. Lebih dari 35% plastik yang diproduksi adalah plastik sekali pakai, yang sebagian besar tidak didaur ulang, menyebabkan polusi luas yang merusak ekosistem laut dan darat, dan bahkan memasuki rantai makanan manusia.
Sebagian besar plastik diproduksi dari sumber karbon fosil seperti minyak, gas, dan batu bara, dengan sekitar 3,7% dari total emisi gas rumah kaca global berasal dari proses produksi plastik. Jika tren ini berlanjut, kontribusi emisi dari produksi plastik diperkirakan akan meningkat hingga 4,5% pada tahun 2060. Ini adalah beban besar bagi upaya global kita dalam memerangi perubahan iklim. Selain itu, di negara-negara miskin dan berkembang, limbah plastik yang dikirim dari negara-negara maju menyebabkan krisis kesehatan dan lingkungan yang parah, memperkuat ketidakadilan sosial dan lingkungan. Melalui artikel ini, saya akan membahas pentingnya pembentukan Perjanjian Global tentang Plastik yang mampu mengatasi krisis plastik di setiap tahap siklus hidupnya, mulai dari produksi hingga pembuangan.
***
Permasalahan plastik tidak hanya mencakup produksi yang berlebihan, tetapi juga bagaimana plastik digunakan dan dibuang. Data dari laporan Minderoo-Monaco (Landrigan et al., 2023) menunjukkan bahwa tingkat daur ulang plastik secara global masih di bawah 10%. Artinya, lebih dari 90% plastik yang digunakan manusia akan berakhir di tempat pembuangan akhir, lautan, atau terbakar, yang semuanya menimbulkan dampak buruk. Sekitar 22 megaton limbah plastik masuk ke lingkungan setiap tahun, menambah lebih dari 6 gigaton sampah plastik yang sudah ada sejak tahun 1950. Pencemaran ini bukan hanya soal estetika, tetapi juga berdampak langsung pada kesehatan manusia. Mikroplastik dan bahan kimia beracun yang ada dalam plastik dapat masuk ke rantai makanan, menumpuk di tubuh manusia dan hewan, dengan risiko kesehatan yang serius, termasuk kanker, gangguan endokrin, dan penurunan kesuburan.
Ketergantungan pada bahan baku fosil untuk produksi plastik juga memberikan kontribusi signifikan terhadap krisis iklim. Pada 2019, produksi plastik menghasilkan emisi gas rumah kaca yang setara dengan 1,96 gigaton karbon dioksida. Ironisnya, di saat dunia sedang berjuang mengurangi penggunaan bahan bakar fosil, perusahaan-perusahaan besar seperti ExxonMobil dan Sinopec justru meningkatkan investasi mereka dalam produksi plastik, dengan proyeksi peningkatan hingga lebih dari 200% pada dekade mendatang. Konsumsi plastik global juga diperkirakan akan meningkat tiga kali lipat pada tahun 2060, terutama di negara-negara berkembang di Afrika Sub-Sahara dan Asia yang ekonominya sedang tumbuh.
Di sisi lain, dampak sosial dan lingkungan dari sampah plastik paling dirasakan oleh komunitas yang kurang mampu dan rentan. Negara-negara berpenghasilan rendah sering kali menjadi tujuan akhir bagi sampah plastik dari negara maju. Plastik yang dibakar di negara-negara ini tidak hanya mencemari udara, tetapi juga merusak kesehatan masyarakat setempat, termasuk peningkatan risiko penyakit pernapasan dan kanker. Selain itu, komunitas-komunitas yang tinggal dekat dengan fasilitas pengolahan limbah plastik, atau yang disebut dengan "fenceline communities", seringkali terpapar bahan kimia beracun yang meningkatkan risiko kelahiran prematur, berat badan lahir rendah, dan penyakit kronis lainnya.
Mengatasi permasalahan plastik di seluruh dunia membutuhkan komitmen internasional yang serius. Melalui Perjanjian Global tentang Plastik, kita dapat mulai menangani krisis ini dengan pendekatan yang lebih holistik. Perjanjian ini harus mencakup pembatasan pada produksi plastik sekali pakai, penerapan tanggung jawab produsen secara penuh, dan dorongan untuk mendesain ulang plastik agar lebih mudah didaur ulang. Pendekatan ini tidak hanya mengurangi polusi, tetapi juga mengurangi beban ekonomi global yang ditimbulkan oleh dampak kesehatan akibat plastik yang diperkirakan mencapai lebih dari $250 miliar per tahun.
***
Krisis plastik telah menjadi ancaman besar yang tidak hanya berdampak pada lingkungan tetapi juga pada kesehatan manusia. Dengan semakin meningkatnya produksi plastik dan rendahnya tingkat daur ulang, dunia menghadapi beban yang terus meningkat akibat limbah plastik. Situasi ini diperburuk oleh ketidakadilan yang dialami negara-negara miskin yang menjadi tempat pembuangan limbah plastik dari negara maju. Oleh karena itu, mendesak bagi kita untuk merumuskan dan melaksanakan Perjanjian Global tentang Plastik yang kuat dan komprehensif. Langkah-langkah seperti pembatasan produksi plastik, tanggung jawab penuh bagi produsen, dan desain ulang plastik yang lebih berkelanjutan harus menjadi prioritas utama.
Komisi Minderoo-Monaco telah memberikan panduan yang jelas tentang bagaimana kita dapat memerangi krisis ini, dan sekarang adalah waktu yang tepat bagi para pembuat kebijakan di seluruh dunia untuk mengambil tindakan nyata. Tanpa intervensi yang tegas, produksi plastik diproyeksikan akan terus meningkat, sementara dampaknya pada lingkungan dan kesehatan manusia akan semakin parah. Perjanjian Global ini harus bertujuan untuk menciptakan dunia di mana plastik digunakan secara bertanggung jawab dan berkelanjutan, demi melindungi generasi mendatang dari bahaya yang kita hadapi saat ini. Hanya melalui kerja sama internasional yang kuat dan komitmen jangka panjang, kita dapat mengubah masa depan dan menjaga bumi serta kesehatan umat manusia dari ancaman yang terus tumbuh ini.
Referensi:
Landrigan, P. J., Raps, H., Cropper, M., Bald, C., Brunner, M., Canonizado, E. M., Charles, D., Chiles, T. C., Donohue, M. J., Enck, J., Fenichel, P., Fleming, L. E., Ferrier-Pages, C., Fordham, R., Gozt, A., Griffin, C., Hahn, M. E., Haryanto, B., ... Dunlop, S. (2023). The Minderoo-Monaco Commission on Plastics and Human Health. Annals of Global Health, 89(1), 1-215. https://doi.org/10.5334/aogh.4056
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H