Mohon tunggu...
Muhammad Fiqih Saefudin
Muhammad Fiqih Saefudin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia di Universitas Pendidikan Indonesia

Saya suka menulis dan menonton film.

Selanjutnya

Tutup

Film

Unek-unek Setelah Menonton Film "How to Make Millions Before Grandma Dies"

18 Mei 2024   22:51 Diperbarui: 19 Mei 2024   14:16 302
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Still Cut Film "How to Make Millions Before Grandma Dies"

Dua hari yang lalu saya menonton film Thailand berjudul How to Make Millions Before Grandma Dies atau Lahn Mah (judul dalam bahasa Thailand) di bioskop. Film tersebut bercerita tentang M yang tiba-tiba ingin merawat Amah, neneknya yang sedang sakit kanker agar mendapat warisan darinya. Sebuah premis yang sederhana tetapi berhasil menampilkan hubungan cucu-nenek dan budaya Tionghoa-Thailand secara realis. Saya merasa orang-orang Indonesia juga akan dapat terhubung dengan ceritanya. Tidak terkecuali saya.

Sudah dua hari semenjak saya menonton Lahn Mah dan di sela-sela aktivitas saya, saya menangis. Ada sesuatu yang mengganjal. Setelah disadari, cerita di film Lahn Mah sangat dekat dengan kehidupan saya. Bukan hubungan antara cucu dan nenek, melainkan cucu dan kakek. Memang, saat menonton Lahn Mah saya teringat sosok Mbah (panggilan untuk nenek), seperti bau minyak tawon di kamarnya dan kulit tangan keriputnya yang seperti kurma. Bahkan Mbah yang memberi nama panggilan kepada saya yang masih dipakai sampai saat ini di keluarga besar. Sayangnya, Mbah meninggal saat umur saya 10 tahun. Beliau meninggalkan Abah (panggilan untuk kakek) yang sekarang berumur 96 tahun. Oleh karena itu, setelah menonton Lahn Mah saya lebih terkoneksi dengan Abah.

Abah masih sehat, tetapi matanya sudah tidak bisa melihat lagi, buram katanya. Setiap anak dan cucunya datang, beliau selalu menanyakan nama untuk mengenalinya. Dari lahir sampai berumur 7 tahun, saya beserta Ibu, Bapak, dan Kakak saya tinggal bersama Abah dan Mbah. Kini Abah tinggal dengan Uwa saya. Setiap dua kali dalam seminggu, keluarga saya mengirim makanan ke rumah Abah. Ketika saya ada di rumah, kadang saya yang mengantarkannya ke rumah Abah. Karakter Amah di film Lahn Mah mengingatkan saya kepada Abah yang keras kepala dan tidak ingin merepotkan anak dan cucunya. Beliau masih mampu melakukan kegiatan sendiri, seperti makan, berganti pakaian, dan pergi ke kamar mandi sambil meraba-raba dinding. Ketika saya di rumah Abah, saya membantu menuntunnya ke kamar mandi. Di mana dalam film Lahn Mah juga ada adegan M yang membantu menuntun Amah berjalan naik-turun tangga yang membuat saya menangis karena teringat dengan Abah.

Dulu saat masih kecil dan tinggal di rumah Abah, saya sering masuk ke kamar Abah dan tidak jarang tidur di kamarnya. Abah masih sama seperti dulu, masih diam-diam memberikan saya uang. Padahal uang tersebut ia dapatkan dari anak dan cucunya yang lain. Keluarga besar menganggap saya adalah cucu kesayangan Abah. Mungkin karena mereka melihat foto wisuda TK saya yang dipajang di lemari kaca ruang tamu. Tapi itu membebani saya karena saya belum bisa membalas kebaikan Abah. Sama seperti di film Lahn Mah di mana Amah sering berbicara kepada M untuk mencari kerja, beberapa waktu terakhir saat saya berkunjung ke rumah Abah, beliau juga sering berbicara kepada saya untuk segera menuntaskan kuliah dan mencari pekerjaan. Beliau berharap saya bisa mendapat pekerjaan yang dekat dari rumah.

Kepada Abah, terima kasih karena selalu mendukung dan mendoakan saya. Maafkan saya, karena di umur Abah yang hampir satu abad ini, Abah belum bisa melihat hasil kesuksesan cucunya. Maaf karena sudah terlalu lama menunggu. Maaf karena saya tidak lebih sering mengingat Abah dibanding Abah yang selalu mengingat kami, anak dan cucunya. Maafkan kami yang jarang berkunjung dan kadang hanya berkunjung saat lebaran saja. Maafkan kami jika Abah sering merasa kesepian. Semoga Abah selalu sehat dan bisa segera mendengar cerita-cerita saya yang bisa membuat Abah merasa bahwa saya adalah nomor satu di mata Abah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun