Mohon tunggu...
Muhammad Fauzi
Muhammad Fauzi Mohon Tunggu... Buruh - Buruh

Hanya seorang buruh kecil yang hobi menulis

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur Pilihan

Bikin KemenkopUKM Heran, Alasan Perbankan Jarang Beri Kredit ke UMKM

24 Desember 2023   21:36 Diperbarui: 24 Desember 2023   21:38 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Industri Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) merupakan salah satu sektor yang menyumbang kontribusi besar terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Menurut data Kementerian Koperasi dan UKM pada tahun 2023, setidaknya terdapat sekitar 65 juta UMKM yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Bahkan UMKM juga memberikan kontribusi hingga 61,9% terhadap produk domestik bruto (PDB) dan menyerap tenaga kerja lokal sekitar 97%.

Namun, meskipun memiliki peran yang vital dalam perekonomian Indonesia, masih banyak UMKM yang mengalami kesulitan dalam memperoleh akses kredit dari perbankan. Bahkan, menurut data Bank Indonesia, hanya sekitar 30% dari total UMKM yang memperoleh kredit dari perbankan. Hal ini tentu menimbulkan pertanyaan, mengapa perbankan jarang memberikan kredit kepada UMKM?

Salah satu alasan utama perbankan jarang sekali memberikan kredit adalah kurangnya jaminan yang dimiliki oleh UMKM. Jaminan memang menjadi faktor utama yang dipertimbangkan oleh perbankan dalam memberikan kredit. Jaminan tersebut dapat berupa aset yang dimiliki seperti tanah, bangunan, atau kendaraan. Pada umumnya, UMKM masih dalam tahap awal dan belum memiliki aset yang cukup untuk dijadikan jaminan. Hal inilah yang membuat perbankan ragu untuk memberikan kredit kepada UMKM, apabila terjadi gagal bayar maka mereka tidak memiliki jaminan yang cukup untuk menutupi kerugian.

Selain itu, UMKM juga sering dianggap memiliki risiko kredit yang tinggi oleh perbankan. Meskipun memiliki potensi yang besar, masih banyak UMKM yang belum memiliki pengalaman dan manajemen yang baik dalam menjalankan usahanya. Oleh karena itu, perbankan seringkali menganggap kredit kepada UMKM sebagai kredit yang berisiko tinggi dan cenderung menolak memberikan kredit.

Kondisi tersebut juga dipengaruhi oleh rendahnya literasi keuangan di kalangan UMKM. Banyak UMKM yang belum memahami mengenai kebutuhan finansial dan manajemen keuangan yang baik untuk menjalankan usahanya. Hal ini membuat mereka sulit untuk memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh perbankan dalam mengajukan kredit. Kondisi ini juga memengaruhi kepercayaan perbankan terhadap kemampuan UMKM dalam mengelola dan mengembangkan usahanya.

Selain faktor internal UMKM, regulasi yang ada juga turut mempengaruhi sulitnya UMKM dalam memperoleh akses kredit dari perbankan. Pada tahun 2020, Bank Indonesia menerapkan kebijakan Loan to Value (LTV) yang membatasi rasio kredit terhadap nilai jaminan. Hal ini membuat perbankan cenderung berhati-hati dalam memberikan kredit karena diharuskan untuk menahan sebagian besar dana mereka untuk memenuhi persyaratan regulasi tersebut.

Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah telah meluncurkan berbagai program pengembangan UMKM yang bertujuan untuk meningkatkan akses kredit bagi UMKM. Salah satu program tersebut adalah Program Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang ditujukan untuk UMKM dengan bunga yang lebih rendah dan proses pengajuan yang lebih sederhana. Selain itu, pemerintah juga memberikan kemudahan akses ke pasar dan pendampingan untuk meningkatkan kapasitas dan literasi keuangan UMKM.

Namun, kenyataannya yang terjadi saat ini berbanding terbalik, bahkan Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki dibuat heran dengan perbankan yang jarang memberikan kredit ke UMKM. 

Hal itu diungkapkan secara langsung oleh Teten Masduki pada acara Refleksi 2023 dan Outlook 2024 di SMESCO Indonesia, Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Kamis (21/12/2023). 

Menurutnya, mayoritas perbankan lebih banyak memberikan kredit kepada korporasi besar daripada UMKM yang notabene sebagai penunjang perekonomian negara. Hal ini tentunya menjadi sebuah paradoks.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun