Dalam persaingan di Pilpres 2024 mendatang, strategi gimik politik menjadi sorotan utama.
Prabowo Subianto, calon presiden nomor dua dikenal dengan 'joged gemoy'-nya yang viral, diikuti oleh partai pendukungnya yang merayakan suasana pilpres dengan joged gemoy ala Prabowo.
Tak hanya Prabowo, Ganjar Pranowo dan Mahfud MD juga menggunakan gimik 'tiga jari' sebagai simbol janji mereka.Â
Sedangkan Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar mempersilahkan komika untuk mengkritik mereka, serta menciptakan akun Instagram untuk kucing-kucing mereka.
Meski gimik politik bisa memperoleh popularitas dan menjadi sorotan di kalangan generasi muda, Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah, menyoroti risiko dari pendekatan ini.Â
Menurutnya, fokus pada gimik bisa mengurangi substansi dan gagasan dalam politik. Dedi menekankan bahwa para kandidat harus tetap fokus pada gagasan dan substansi program yang mereka usung, bukan hanya bergantung pada gimik.
Namun, menurut Direktur Eksekutif Trias Politika Strategi (TPS), Agung Baskoro, pendekatan gimik politik memiliki peran penting dalam menarik perhatian generasi muda ke dalam dunia politik.
Dia menyatakan bahwa strategi pendekatan 'pop culture' ini menjadi kunci untuk menjangkau pemilih dari generasi Z dan milenial.Â
Namun, Agung juga menekankan bahwa gimik politik haruslah mendukung dan melengkapi substansi serta program yang dijanjikan oleh para kandidat. Serta tidak boleh menggantikan urgensi dari visi, misi, dan program yang mereka usung.
Pengertian Political Branding
Political branding merujuk pada proses membangun dan mengelola citra serta identitas kandidat politik atau partai dalam pikiran publik.Â