Mohon tunggu...
Muhammad Fauzan Alia Dwikarna
Muhammad Fauzan Alia Dwikarna Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa fakultas Hukum

Mahasiswa Universitas Pamulang Fakultas Hukum

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Dampak Omnibus Law terhadap Pekerja Perempuan, Pekerja Informal, dan Sektor Industri Tertentu

7 November 2024   13:40 Diperbarui: 7 November 2024   13:59 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar : https://www.pexels.com/id-id/pencarian/wanita%20pekerja/

Omnibus Law adalah konsep untuk menggabungkan beberapa peraturan perundang-undangan menjadi satu undang-undang baru. Istilah ini berasal dari bahasa Latin, omnis yang berarti "untuk semua" atau "banyak". 

Omnibus Law digunakan untuk mengatasi tumpang tindih regulasi dan masalah birokrasi yang menghambat kebijakan. Omnibus Law dapat mencakup berbagai isu atau topik, seperti perizinan, ketenagakerjaan, lingkungan hidup, dan lain-lain. 

Omnibus Law atau Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja memang membawa perubahan signifikan dalam sistem ketenagakerjaan Indonesia. Beberapa dampak yang perlu diperhatikan, khususnya bagi kelompok pekerja rentan seperti perempuan, pekerja informal dan pekerja sektor industri tertentu, dengan menghubungkan dengan dasar hukum Undang-undang Cipta kerja dan Undang-undang nomor 13 Tahun 2013 tentang hubungan ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan) adalah sebagai berikut:

A.Pekerja Perempuan 

  • Peningkatan Beban Kerja

Fleksibilitas waktu kerja yang lebih luas (Pasal 79 ayat (2) UU Cipta Kerja) dapat meningkatkan beban kerja pekerja perempuan, terutama yang memiliki tanggung jawab ganda. Hal ini berpotensi melanggar hak atas waktu istirahat dan cuti yang diatur dalam Pasal 76 UU Ketenagakerjaan.

  • Diskriminasi

Meskipun prinsip kesetaraan gender ditegaskan (Pasal 5 UU Cipta Kerja), namun dalam praktiknya, perlindungan terhadap pekerja perempuan dari diskriminasi masih lemah. Hal ini bertentangan dengan prinsip non-diskriminasi yang diatur dalam Pasal 5 UU Ketenagakerjaan.

  • Kesenjangan Upah

Sistem pengupahan yang lebih fleksibel (Pasal 88 UU Cipta Kerja) berpotensi memperlebar kesenjangan upah antara pekerja laki-laki dan perempuan. Hal ini bertentangan dengan prinsip pemberian upah yang adil dan layak sebagaimana diatur dalam Pasal 89 UU Ketenagakerjaan.

  • Keamanan dan Kesehatan Kerja

Standar keselamatan dan kesehatan kerja yang mungkin lebih longgar (Pasal 86 UU Cipta Kerja) dapat membahayakan kesehatan pekerja perempuan, terutama di sektor-sektor berisiko tinggi. Hal ini bertentangan dengan hak atas lingkungan kerja yang aman dan sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 85 UU Ketenagakerjaan.

B.Pekerja Informal

  • Ketidakpastian Kerja

Fleksibilitas dalam hubungan kerja (Pasal 59-64 UU Cipta Kerja) dapat meningkatkan ketidakpastian kerja bagi pekerja informal. Hal ini berpotensi melanggar hak atas kepastian kerja sebagaimana diatur dalam Pasal 59 UU Ketenagakerjaan.

  • Sulitnya Mengakses Perlindungan Hukum

Perubahan dalam mekanisme penyelesaian perselisihan perburuhan (Pasal 104-111 UU Cipta Kerja) dapat menyulitkan pekerja informal untuk mendapatkan keadilan. Hal ini bertentangan dengan hak untuk mendapatkan perlindungan hukum atas hak-hak normatif sebagaimana diatur dalam Pasal 58 UU Ketenagakerjaan.

  • Eksploitasi

Tanpa perlindungan yang kuat, pekerja informal rentan terhadap eksploitasi, seperti upah rendah dan jam kerja yang panjang. Hal ini bertentangan dengan prinsip pemberian upah yang adil dan layak sebagaimana diatur dalam Pasal 89 UU Ketenagakerjaan.

C.Pekerja Sektor Industri Tertentu

  • Sektor Manufaktur

Fleksibilitas dalam penempatan pekerja, outsourcing, dan PHK (Pasal 65-78 UU Cipta Kerja) dapat meningkatkan efisiensi produksi, namun juga berpotensi meningkatkan PHK. Hal ini perlu diimbangi dengan perlindungan terhadap hak-hak pekerja sebagaimana diatur dalam UU Ketenagakerjaan.

  • Sektor Jasa

Sektor jasa yang mengandalkan tenaga kerja perempuan, seperti pariwisata, dapat terdampak oleh perubahan dalam sistem kerja dan pengupahan. Hal ini perlu diperhatikan agar tidak terjadi diskriminasi terhadap pekerja perempuan.

  • Sektor Pertanian

Pekerja pertanian, terutama perempuan dan anak-anak, berpotensi mengalami eksploitasi yang lebih parah akibat pelonggaran pengawasan. Hal ini bertentangan dengan prinsip perlindungan terhadap pekerja anak dan pekerja perempuan sebagaimana diatur dalam UU Ketenagakerjaan.

Penting untuk dicatat bahwa dampak Omnibus Law ini masih terus berkembang dan membutuhkan penelitian lebih lanjut. Namun, secara umum, dapat disimpulkan bahwa Omnibus Law memiliki potensi untuk memperlemah perlindungan terhadap pekerja, terutama pekerja perempuan dan pekerja informal. Sehingga banyak pihak, termasuk serikat pekerja, LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat), dan akademisi, mengkritik Omnibus Law karena dianggap:

  • Melemahkan Perlindungan Pekerja

Fleksibilitas yang berlebihan dapat mengorbankan hak-hak pekerja yang telah diatur dalam UU Ketenagakerjaan, seperti hak atas upah yang layak, waktu istirahat, dan lingkungan kerja yang aman.

  • Meningkatkan Ketimpangan

Omnibus Law berpotensi memperlebar kesenjangan antara pengusaha dan pekerja, serta antara pekerja formal dan informal, bertentangan dengan prinsip keadilan sosial yang menjadi dasar negara.

  • Menurunkan Kualitas Tenaga Kerja

Persaingan yang semakin ketat dapat mendorong perusahaan untuk lebih mengejar efisiensi daripada kualitas tenaga kerja, yang pada akhirnya akan merugikan produktivitas nasional.

Omnibus Law telah membawa perubahan signifikan dalam sistem ketenagakerjaan Indonesia. Meskipun bertujuan untuk meningkatkan iklim investasi, namun perlu diwaspadai dampaknya terhadap hak-hak pekerja, terutama pekerja perempuan dan informal. Penting bagi pemerintah, pengusaha, dan serikat pekerja untuk bekerja sama dalam memastikan bahwa implementasi Omnibus Law tidak mengorbankan perlindungan terhadap pekerja dan prinsip-prinsip keadilan sosial.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun