Indonesia merupakan negara berkembang yang berpenghasilan menengah ke bawah dengan angka kejadian stunting cukup tinggi.. Stunting merupakan kondisi di mana anak mengalami gangguan pertumbuhan yang ditandai dengan tinggi badan yang pendek, hal tersebut dapat disebabkan oleh asupan zat gizi yang kurang akibat pemberian makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan zat gizi. Faktor penyebab stunting dapat dikelompokkan menjadi faktor penyebab langsung dan tidak langsung. Faktor langsung penyebab stunting meliputi pemberian ASI, pola konsumsi makanan, dan penyakit infeksi, sedangkan faktor tidak langsung penyebab stunting meliputi akses dan ketersediaan makanan serta sanitasi dan kesehatan lingkungan (Wulandari et al., 2021).Â
Berdasarkan data Riskesdas tahun 2013 menunjukkan bahwa prevalensi stunting pada anak-anak sebesar 37,3% (18,1% sangat pendek dan 19,2% pendek). Kemudian dari data Riskesdas tahun 2018 menunjukkan bahwa prevalensi stunting pada anak-anak sebesar 30,8% (19,3% balita pendek dan 11,5% balita sangat pendek). Berdasarkan dari data Riskesdas tersebut, dapat disimpulkan bahwa terjadi penurunan prevalensi stunting sebesar 6,4% selama kurun waktu 5 tahun terakhir (Hatijar, 2023). Data terbaru pada Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023, masih terdapat prevalensi stunting sebesar 21,5%. Walaupun prevalensi stunting mengalami penurunan, tetapi angka stunting di Indonesia tergolong masih cukup tinggi dan harus segera untuk diselesaikan. Maka dari itu, diperlukan upaya yang konkret dan nyata untuk mencegah terjadinya stunting di kalangan masyarakat Indonesia.Â
Untuk mengatasi masalah ini, berbagai intervensi dilakukan melalui konseling dan edukasi gizi bagi ibu balita. Edukasi ini menekankan pentingnya pemberian ASI eksklusif selama enam bulan pertama kehidupan bayi dan cara yang tepat dalam pembuatan makanan pendamping air susu ibu (MPASI) setelah bayi mencapai usia enam bulan. Tujuannya adalah meningkatkan pemahaman dan motivasi ibu dalam praktik pemberian ASI eksklusif serta pengenalan MPASI dengan benar. Konseling gizi yang diberikan bertujuan untuk menambah pemahaman ibu dalam pemberian makanan kepada anak menjadi lebih baik. Melalui konseling ini, ibu memperoleh pengetahuan mendalam tentang nutrisi yang dibutuhkan untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan optimal anak. Selain itu, konseling membantu ibu mengidentifikasi faktor risiko stunting dan mengambil langkah-langkah pencegahan yang tepat melalui perubahan pola makan dan gaya hidup.
Efektivitas kegiatan edukasi ini diukur dengan menggunakan lembar pre-test dan post-test untuk membandingkan peningkatan pengetahuan ibu. Hasil post-test menunjukkan bahwa semua peserta, yaitu tujuh ibu, mencapai kategori pengetahuan yang baik. Peningkatan ini mencerminkan keberhasilan sesi edukasi, mengindikasikan bahwa pengetahuan yang diperoleh ibu-ibu tersebut dapat diimplementasikan untuk mencegah stunting pada anak-anak mereka.
Stunting patut mendapat perhatian lebih karena dapat berdampak bagi kehidupan anak sampai tumbuh besar, terutama risiko gangguan perkembangan fisik dan kognitif apabila tidak segera ditangani dengan baik. Dampak stunting dalam jangka pendek dapat berupa penurunan kemampuan belajar karena kurangnya perkembangan kognitif. Selain itu, dalam jangka panjang dapat menurunkan kualitas hidup anak saat dewasa karena menurunnya kesempatan mendapat pendidikan, peluang kerja, dan pendapatan yang lebih baik. Selain itu, terdapat pula risiko cenderung menjadi obesitas dan dapat meningkatkan risiko berbagai penyakit tidak menular, seperti diabetes, hipertensi, dan kanker.
Referensi :
Hatijar, H. (2023). Angka Kejadian Stunting Pada Bayi dan Balita. Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada, 12(1), 224--229. https://doi.org/10.35816/jiskh.v12i1.1019
Wulandari Leksono, A., dkk. (2021). Risiko Penyebab Kejadian Stunting pada Anak. Jurnal Pengabdian Kesehatan Masyarakat: Pengmaskesmas, 1(2), 34--38.