Oleh: Syamsul Yakin dan Muhammad Fathan Sahl (Dosen dan Mahasiswa UIN Syarif  Hidayatullah Jakarta)
Hubungan antara retorika dan dakwah sangatlah erat jika retorika adalah seni berbicara, maka dakwah tentu berarti mengajak dengan cara berbicara. Dakwah yang disampaikan dengan bahasa yang indah akan membuat mad'u terpesona. Inilah yang disebut bentuk dakwah Billisan.
Retorika menangkap komunikasi verbal, baik lisan maupun tulisan. Dalam dakwah, dikenal bentuk dakwah billisan dan bilkitabah (tulisan). Ruang lingkup dakwah tidak hanya mengajak dengan berbicara tetapi juga mengajak dengan tulisan.
Selanjutnya, retorika menangkap komunikasi nonverbal, baik tatap muka maupun tatap maya, Dalam dakwah, dikenal bentuk dakwah bilhal. Dakwah bilhal bisa dilakukan secara online maupun offline. Dalam retorika, kita mengenal bahasa tubuh dan gerakan tubuh, yang mana dalam bahasa dakwah sebagai menyampaikan keteladanan atau role model.
Jika retorika berkembang dari seni berbicara menjadi ke ilmu berbicara, maka dakwah juga berkembang dari kegiatan agama hingga menjadi kajian agama. Retorika bermula sebagai warisan budaya kemudian berkembang, dan dakwah pun berkembang menjadi ilmu dakwah yang sistematis, logis, dan dapat diverifikasi.
Jika tujuan retorika adalah menyampaikan pesan dengan cara yang informatif, persuasif, dan rekreatif, maka pesan dakwah yang mencakup akidah, syarjah, dan akhlak dapat disampaikan secara informatif, persuasif, dan rekreatif. Bahkan tujuan retorika dan dakwah, pada batas tertentu, sama-sama edukatif.
Dalam konteks tujuan retorika persuasif, dakwah mempunyai metode dakwah, yaitu bilhikmah, ceramah, dan diskusi itu harus diucapkan dengan lemah lembut.
Meskipun praktik retorika memerlukan penggunaan bahasa baku, berbasis data dan riset, persyaratan yang sama berlaku untuk dakwah, baik billisan, bilkitabah, dan bilhal. Selanjutnya jika kita melihat mad'u kian kritis dan rasional.
Dalam retorika, Aristoteles mengemukakan pathos, logos, dan ethos, para dai harus memiilki ketiganya, baik intelektual maupun spiritual. Namun, dalam konteks pathos, ekspresi kesedihan atau kegembiraan para dai lebih dari sekedar retorika.
Berdakwah haruslah menguasai retorika verbal dan nonverbal. Di sisi lain, beretorka juga harus memuat konten dakwah, meliputi, baik akidah, syariah, dan akhlak. Dakwah tanpa retorika adalah lumpuh, retorika tanpa isi dakwah adalah buta.*