BANDUNG - Program Kuliah Kerja Nyata (KKN) 291 SISDAMAS UIN Sunan Gunung Djati Bandung di Desa Pada Asih, RW 11, menginisiasi sebuah program kerja yang berfokus pada pemulasaraan jenazah. Program ini merupakan hasil kolaborasi dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) setempat dan diharapkan dapat menjadi bagian penting dalam pendidikan masyarakat.
Pemahaman tentang pemulasaraan jenazah di Desa Pada Asih memang sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari, tetapi melalui program KKN ini, tradisi tersebut semakin dikuatkan dan dilestarikan. Kegiatan pembelajaran ini dipimpin oleh Ibu Haji Sri, seorang tokoh masyarakat yang telah lama berkecimpung dalam tradisi ini, bersama dengan para tokoh agama setempat.
Setiap tahunnya, Desa Pada Asih rutin mengadakan pelatihan pemulasaraan jenazah yang diikuti oleh warga desa, terutama generasi muda. Pelatihan ini bertujuan untuk melestarikan tradisi sekaligus memastikan bahwa setiap warga memiliki pengetahuan yang memadai dalam mengurus jenazah sesuai dengan syariat Islam.
Pelatihan tersebut mencakup dua aspek penting: teori dan praktik. Dalam sesi teori, peserta diajarkan tentang pentingnya pemulasaraan jenazah, makna dari setiap tahap, serta doa-doa yang perlu dilafalkan. Sesi ini dipandu oleh Ustad Maman, yang memberikan pemahaman mendalam tentang pentingnya mengikuti tata cara yang benar menurut ajaran agama.
“Kami ingin memastikan bahwa semua warga, terutama anak-anak muda, memahami betul pentingnya pemulasaraan jenazah,” ujar Ustad Maman. “Ini bukan hanya tentang tradisi, tapi juga tentang tanggung jawab kita sebagai umat beragama.”
Pada sesi praktik, peserta diajak untuk langsung terlibat dalam proses memandikan dan mengkafani jenazah. Ibu Haji Sri dengan telaten memandu peserta dalam setiap langkah, mulai dari mempersiapkan alat-alat yang dibutuhkan hingga cara melipat kain kafan dengan benar.
“Melalui praktik langsung, peserta bisa lebih memahami dan merasakan betapa pentingnya proses ini,” kata Ibu Haji Sri. “Kami berharap ilmu yang diajarkan dapat diteruskan kepada generasi berikutnya.”
Pelatihan ini disambut antusias oleh generasi muda di Desa Pada Asih RW 11. Banyak dari mereka yang merasa perlu mempelajari tradisi ini agar bisa membantu ketika ada warga yang meninggal dunia.
“Awalnya saya merasa canggung, tapi setelah ikut pelatihan ini, saya jadi lebih paham dan merasa siap jika nanti dibutuhkan,” ujar Andi, salah satu peserta pelatihan.