Mohon tunggu...
muhammad farhan
muhammad farhan Mohon Tunggu... Lainnya - Seorang Pelajar

Muhammad Farhan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Haram Berjoget ketika Salawatan: antara Perbedaan Pendapat dan Potensi Perpecahan Umat

7 Maret 2024   17:40 Diperbarui: 7 Maret 2024   17:44 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tidak disangka kalau saat-saat bersantai setelah lelah menyelesaikan tugas terusik oleh sebuah video di media sosial. Pikiran yang tadinya hendak bersantai terpaksa harus bekerja lagi guna mencerna dan menyimak video tersebut. Setelah diamati beberapa saat, saya berpendapat bahwa isi bahasan video itu bukanlah kejadian baru. Hal itu merupakan kejadian baru yang berpola kejadian-kejadian yang telah lalu sepanjang sejarah masyarakat muslim. Dikhawatirkan video tersebut memicu masyarakat muslim mengambil sikap yang destruktif sehingga kejadian-kejadian yang telah lalu sepanjang sejarah masyarakat muslim terulang, yaitu perpecahan umat.

Video tersebut memperlihatkan seorang habib yang sedang berorasi di atas panggung pada sebuah acara salawat. Rupanya beliau risau terhadap fenomena yang sedang terjadi. Belakangan ini, sedang viral senandung salawat yang berjudul "Alamat Anak Sholeh" yang diimprovisasi liriknya sehingga menggelitik pendengarnya untuk berjoget. "Katanya, 'Mending berangkat salawatan walau jogetan daripada ngga berangkat sama sekali.' Itu keliru. Menurut saya ya mending ngga usah berangkat salawatan daripada kamu joget-joget di majlis dan tidak menghormati Nabi." kata beliau, kurang lebih, dengan tegas.

Poin permasalahannya ialah adanya pendapat bahwa berjoget ketika bersalawat merupakan tindakan tidak sopan. Dengan kata lain, orang yang berjoget ketika bersawalat adalah orang yang tidak menghormati Nabi Muhammad. Di sisi lain, fenomena lirik salawat yang diimprovisasi itu telah viral di media sosial. Banyak orang yang menggunakan lagu tersebut sebagai suara latar video pendeknya. Ada juga orang yang membuat video parodi dengan lagu tersebut. Tindakan berjoget ketika atau dengan lagu salawat telah ternormalisasi.

Menurut saya, adanya fenomena pengubahan lagu salawat menjadi semakin "mengasyikkan" sampai-sampai pendengarnya berjoget dan adanya pendapat yang "mengharamkan"-nya merupakan hal yang biasa terjadi sepanjang sejarah masyarakat muslim. Namun, ada hal yang patut diwaspadai. Adanya perbedaan pendapat seringkali memicu perselisihan bahkan perpecahan umat.

Ada masalah lain dalam fenomena itu. Masalah yang dimaksud adalah cara penyajian video tersebut. Video itu disajikan dalam wujud potongan video yang lebih panjang. Teknik penyajian video semacam ini efektif untuk memusatkan penonton ke inti gagasan yang ingin disampaikan. Akan tetapi, teknik ini juga memiliki potensi negatif. Potensi negatif tersebut adalah potensi framing. Penonton video potongan berpotensi masuk ke dalam perangkat framing. Mereka, para penonton video potongan, tidak mengetahui video yang mereka tonton secara utuh. Bisa jadi, pada saat setelah habib yang berorasi itu menyampaikan pesan bijak yang menyejukkan hati umat sehingga jamaah yang mendengar tidak bersikap negatif terhadap orang yang masih berjoget ketika bersalawat. Karena videonya dipotong dan hanya menyajikan adegan ketika sang habib berorasi secara berapi-api dan berkesan merendahkan orang yang berjoget ketika bersalawat, para penonton video potongan hanya memakan "api"-nya, tanpa meminum "air zam-zam"-nya di bagian lain video. Alhasil, para penonton tergiring untuk merendahkan mereka yang berjoget ketika bersalawat, bahkan mungkin memusuhi mereka. Semakin tinggilah potensi perpecahan umat.

Mengenai potensi perpecahan umat dalam kasus ini, terdapat pemicu lainnya, selain framing. Pemicu tersebut adalah cara penyampaian pendapat oleh habib. Terlihat dalam video pendek itu, sang habib menyampaikan pendapatnya dengan nada yang cenderung berapi-api, terutama ketika menyampaikan poin penegasnya. Perbedaan pendapat di kalangan ulama adalah hal yang lumrah terjadi; seakan adanya kejadian ini adalah bagian keber-Islam-an sejak dahulu. Namun, sikap tidak suka, merendahkan, atau bahkan memusuhi orang lain yang berbeda pendapat bukanlah ajaran Islam; sikap semacam itu tidak diajarkan oleh Nabi Muhammad.

Sebagai kesimpulan, perlu kita renungi bersama bahwa perbedaan pendapat dalam ranah fiqh dan muamalah Islam merupakan hal yang lumrah. Sebagai muslim yang bukan ulama atau ditokohkan masyarakat serta pengguna aktif media sosial, kita perlu lebih cermat dan waspada ketika mendapati video potongan semacam itu. Berbeda pendapat dalam keber-Islam-an tidak serta merta berarti berbeda agama. Kita masih seumat Nabi Muhammad meski berbeda pendapat di ranah fiqh atau adab. Semoga kerukunan antar muslim Indonesia tetap terjaga meskipun banyak perbedaan pendapat di ranah tersebut. Dan semoga para ulama dan tokoh muslim yang berpengaruh selalu menyejukkan hati umat yang berpotensi tersulut emosinya untuk memusuhi kelompok muslim lain yang berbeda pendapat di ranah tersebut.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun