Penulis: Muhammad Falik Nizar, Bunga Zaila Zahra, Ananda Dafila
Di tengah kemajuan zaman yang semakin pesat di era Digitalisasi seperti sekarang ini, gender equality (Kesetaraan Gender) masih sering menjadi salah satu challenge yang kerap dihadapi oleh masyarakat nasional hingga masyarakat global. Walau masih sering diadakan sosialisasi tentang kesetaraan gender namun pasti, kerap kali masyarakat awam masih belum mengerti betapa pentingnya kesetaraan gender. Seperti halnya diskriminasi terhadap wanita yang terlihat di sekitaran kita.Â
Tidak sedikit yang mengungkapkan bahwa wanita merupakan salah satu dari banyaknya aspek kegiatan, sementara menurut berbagai peristiwa yang banyak memberikan bukti bahwa perempuan adalah agent of development. Sebagai bukti nyata di pemerintahan Indonesia terdapat perempuan-perempuan hebat yang ditunjuk menjadi seorang pemimpin yang sangat berperan dalam memimpin sebuah organisasi. Contohnya seperti Megawati Soekarno Putri sebagai presiden kelima, Sri Mulyani sebagai menteri keuangan. Keunggulan ketika perempuan menjadi seorang pemimpin yakni sebagai berikut.
Perempuan sebagai pemimpin dapat memberikan perspektif yang berbeda dalam mengambil keputusan, mereka sering membawa pendekatan yang lebih menyeluruh dan melibatkan semua orang yang bisa memperkaya dinamika tim dalam organisasi untuk mengambil keputusan. Keputusan yang diambil cenderung lebih inklusif, karena mempertimbangkan dari berbagai pendapat atau sudut pandang (Dwi 2023).
Sebagai pemimpin sering kali perempuan lebih peka dan lebih tanggap terhadap isu-isu sosial, kesehatan masyarakat serta isu-isu lingkungan lainnya, kepekaan ini dapat membuat kebijakan-kebijakan berkelanjutan yang dihasilkan oleh pemimpin perempuan. Bahkan wanita memiliki keunggulan tertentu dalam memimpin dan mengkontribusi sosial yang dapat melengkapi hingga melampaui peran laki-laki di berbagai bidang. Hal ini dapat kita lihat dari tokoh Sri Mulyani sebagai menteri keuangan, beliau tidak hanya fokus pada stabilitas ekonomi tetapi juga pada alokasi anggaran untuk pembangunan berkelanjutan, pendidikan, serta pemberdayaan perempuan.
Lebih lanjut, pemimpin perempuan yakni memiliki kecerdasan emosional yang lebih tinggi dibanding laki-laki, kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang untuk memahami, mengontrol, dan mengekspresikan emosi diri sendiri dan orang lain dengan cara yang efektif dan konstruktif. Kecerdasan emosional disebut juga Emotional Intelligence (EI) yang dimana terdapat 3 komponen dalam kecerdasan emosional yaitu Kesadaran Diri dan Sosial (self awareness), Manajemen Diri (self management), Kemampuan Sosial (social skill).
Sebagai pemimpin memerlukan kemampuan multitasking serta kemampuan dalam manajemen waktu, dalam hal ini perempuan memiliki kemampuan multitasking yang lebih tinggi dibanding laki-laki. Dari segi sosial dan biologis wanita dituntut mengerjakan berbagai tanggung jawab sekaligus, mereka mampu bekerja di bawah tekanan dengan efisiensi tinggi. Dengan hal ini kemampuan wanita dalam memimpin di berbagai aspek organisasi tidak perlu diragukan (Nandy 2021).
Menjadi sumber inspirasi bagi generasi muda, pemimpin yang berperan penting dalam menciptakan sebuah organisasi tidak memandang gender, dengan menjadi seorang pemimpin perempuan dapat menginspirasi generasi berikutnya untuk mengejar sebuah ambisi tanpa adanya batasan gender. Dengan ini dapat kita lihat pada organisasi di kampus IAIN Kudus bahwasannya pemimpin atau ketua dari Dema FEBI adalah perempuan. Beliau sukses dalam menjalankan tugasnya sebagai ketua meskipun ia seorang perempuan.
Selanjutnya kreativitas dan inovasi dalam pemikiran, dengan adanya pemimpin perempuan dapat membawa manfaat yang signifikan termasuk dalam hal inovasi bahwasannya perempuan lebih sering mendekati tantangan dengan kreativitas yang berbeda dari laki-laki. Sehingga perempuan dapat menghasilkan solusi yang inovatif, relevan, serta berdampak positif.
Perempuan cenderung memiliki motivasi yang tinggi, mampu berkomunikasi secara efektif, sensitivitas terhadap budaya, organisatoris, serta berperilaku tidak agresif dibanding laki-laki. Ketika perempuan memimpin cenderung lebih toleran terhadap kekurangan atau kesalahan dan mampu memecahkan masalah secara realistis. Dengan ini, perempuan yang memimpin tidak hanya menjalankan tugasnya tetapi juga menjadi pelopor dalam menciptakan lingkungan yang adil serta memotivasi masyarakat untuk memecahkan batasan tradisisonal (Setyoningrum 2021).