Mohon tunggu...
Muhammad Fajr
Muhammad Fajr Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Cita-cita dan Harapan dari Seorang Tukang Kuli Bangunan

14 Agustus 2018   20:00 Diperbarui: 14 Agustus 2018   20:03 425
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Cita-cita dan harapan dari seorang tukang kuli bangunan

Pada suatu hari di sebuah daerah yang bernama pulau Buton, Sulawesi Tenggara lahirlah seorang anak laki-laki yang bernama Asmawing atau biasa dipanggil dengan sebutan Awi. Beliau terlahir dengan kondisi ekonomi orang tua yang stratanya dibawah. Awi kecil berjuang untuk mengemban ilmu di Sekolah Dasar (SD) hingga lulus dan berlanjut ke Sekolah Menengah Pertama (SMP) sampai ke jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA).

Kesadaran bahwa pendidikan begitu penting bagi anaknya dan kewajiban menuntut ilmu menjadi penyemangat bagi pak Awi untuk memperjuangkan keinginan dari anaknya menjadi calon sarjana. 

Tak mengenal pekerjaan apa yang ia jalani dan tak peduli berapa besar biaya yang ia keluarkan untuk pendidikan sekolah anaknya. Pada tahun 2007 anaknya mulai duduk dibangku (SD) Sekolah Dasar. Hanya bermodalkan hasil upah yang ia dapat dari pekerjaan tukang kuli bangunan bulan lalu.

Ia mampu membayar uang masuk sekolah anaknya. Dari mulai pembayaran uang pangkal hingga biaya iuran lainnya yang lumayan mahal itu semua dia mampu membayarnya. 

Beliau mempunyai tekad dan cita-cita tinggi kepada anaknya. Istri beliau yang bernama ibu Endang yang selalu mendukung segala kegiatan yang dilakukan oleh suaminya. Pak awi dan ibu endang bersama-sama untuk menjaga serta merawat anak semata wayangnya. 

Pak awi memang terlahir dari keluarga miskin pasangan nelayan Atep (alm) dan Suryani (alm). Semua pekerjaan beliau lakoni demi menghidupi biaya hidup keluarga kecilnya. Mulai dari menjadi tukang kuli bangunan, buruh pabrik, hingga menjadi nelayan di desanya tersebut.

Awi merupakan tukang kuli bangunan di sebuah desa kecil di Buton, Sulawesi Tenggara. Umurnya sudah memasuki kepala empat (40 tahun), namun umur bukan perkara untuk tidak bekerja keras demi keluarga kecilnya. 

Kegiatan sehari-seharinya dia lakukan tanpa mengenal kata "bosan", dari mulai pagi sampai sore menjelang maghrib dan tak lupa beliau selalu menjaga sholat lima waktu. Dan begitulah rutinitas beliau setiap harinya.

Pekerjaan tukang kuli bangunan membuat dia mendapatkan pekerjaan hingga ke luar kota, sampai-sampai beliau bekerja hingga ke daerah Indonesia timur. Perjuangannya berbuah hasil dan membuat dia dipertemukan dengan keluarga Bapak Muhammad Hasan. 

Yang memberikan pekerjaan untuk membenah rumahnya Bapak Muhammad Hasan, yang merupakan majikan pertama beliau di daerah Ternate, sebelumnya pak awi memang belum mengenal Bapak Muhammad Hasan, awal mulanya pengenalannya yaitu ketika pak awi bekerja di salah satu rumah tetangganya pak muhammad hasan. Dan disitulah awal pertemuannya dengan pak Muhammad hasan.

Walaupun beliau pergi jauh, beliau tak lupa untuk membawa seluruh keluarganya dan beserta teman-teman kerja yaitu termasuk saudara-saudara sepupu yang profesi kerjanya sama dengan pak awi yaitu tukang kuli bangunan. Disitulah terlihat kekompakan dari keluarga pak awi. Yah, memang tak mudah bagi seorang tukang kuli bangunan seperti pak awi memiliki tempat tinggal. 

Pada akhirnya mereka mendapat tempat tinggal yang sebuah bangunan kosong yang di izinkan untuk tinggal oleh warga setempat. Tempat itu memang dikelola oleh warga setempat dan memang bangunannya separuhnya sudah roboh. 

Pemilik dari bangunan itu memang sudah meninggalkan rumahnya itu sejak perang antar agama yang terjadi pada tahun 1999. Dari situlah mereka meninggal bekas rumah yang disebabkan karena perang tersebut.

Pentingnya Pendidikan Dalam Lingkup Satuan Pendidikan 

Pak awi dan keluarganya tinggal disitu sambil bekerja merenovasi rumah dari pak Muhammad hasan. Disinilah awal mula perjalanan cerita pendidikan anaknya. Anaknya terpaksa untuk pindah sekolah. Tidak mengurungkan niat anaknya untuk tidak bersekolah, pak awi dan istirnya selalu memotivasi anaknya dalam hal membangkitkan semangat anaknya untuknya bersekolah. 

Orang-orang desa di kampung pak awi banyak memilih mencukupkan pendidikan. Tetapi beda dengan pemikiran pak awi. Pak awi justru berpikir bahwasanya pendidikan itu penting untuk masa depan anak bangsa.

Beliau sangat miris dengan keadaan Indonesia saat ini yang katanya sudah merdeka tetapi sampai saat ini dan detik ini banyak sekolahan di desa-desa kecil yang kualitas pendidikan dibawah rata-rata, beliau menginginkan anaknya untuk menuntut ilmu setinggi mungkin. 

Bila perlu sampai ke luar negeri. Impian pak awi dan ibu endang bisa menyekolahkan anaknya sampai ke luar negeri untuk mewujudkan impian itu memang tidak mudah bagi pak awi dan ibu endang untuk merealisasikan ke anaknya. Apalagi dilihat dari sisi ekonomi mereka hanya mampu menyekolahkan anaknya hanya sebatas Sekolah Menengah Atas (SMA) saja.

Bercerita tentang situasi kampungnya, pak awi mengatakan bahwa dari seluruh anak muda yang ada di desa, hanya sebagian kecil dari anak muda di desa yang mau meneruskan pendidikan sampai ke jenjang perkuliahan dan memahami arti penting pendidikan. Orang-orang tua yang ada di desa menurut pak awi banyak yang masih belum mengerti dengan pentingnya pendidikan bagi diri sendiri. 

Mereka juga banyak yang tidak menamatkan sekolah pada saat masa mudanya. Memang dari segi ekonomi menurut pak awi ekonomi di desanya itu sangatlah lumayan banyak untuk menyekolahkan anak-anak mereka sampai ke jenjang perkuliahan.

Banyak dari mereka hanya berpikir bahwasanya sekolah itu kurang begitu penting, dan lebih baik ketika selesai menamatkan Sekolah Menengah Atas (SMA) mereka langsung kerja dan menghasilkan uang bagi keluarga. Pemikiran inilah yang menurut pak awi agak berseberangan dengan pemikiran beliau. Pemikiran beliau ingin membuat supaya masyarakat disana tidak berpikir seperti demikian.

Pak awi sangat berterima kasih kepada Allah SWT yang telah membukakan kesadaran bagi anak-anaknya tentang pentingnya pendidikan bagi setiap orang. Dia tak mau anaknya merasakan hal yang sama seperti bapaknya saat ini. Dia mau anaknya kelak akan jauh lebih pintar dan lebih mempunyai pekerjaan yang sesuai passionnya. Menurutnya, menuntut ilmu sampai setinggi langit itu penting. Orang yang mempunyai ilmu dapat bermanfaat bagi masyarakat.

Pentingnya peranan keluarga dan masyarakat dalam pendidikan anak itu penting bagi pak awi dikarenakan menurutnya peranan keluarga didalamnya terdapat pembelajaran yang mengajarkan anak menjadi pribadi yang baik dan santun lebih kepada mendidik karakter. 

Sedangkan peranan masyarakat pada pendidikan anak itu menurutnya sangat mempunyai nilai kemampuan skill professional yang dapat menunjang karirnya kedepannya serta terdapat banyak hal didalamnya termasuk nilai kerohanian dalam beragama.

Di akhir ceritanya, ia sebagai orang tua berharap kalau suatu saat putrinya sudah tidak bisa melihat bapak dan ibunya kelak. Maka yang ia harapkan dari putrinya itu bisa memanfaatkan ilmu yang dia dapat untuk mendapatkan pekerjaan serta tak lupa selalu berbagi ilmu kepada orang lain. 

Tak lupa juga selalu mengingat kedua orang tua dan senantiasa menjaga sholat, mengaji, serta menghargai dan menghormati masyarakat sekitar atau orang-orang yang ada di sekitarnya.

"Barang siapa yang keluar untuk mencari ilmu maka ia berada 

di jalan Allah hingga ia Pulang"

                                                                                                                                            (HR. Turmudzi)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun