Hukum dalam perspektif Soerojo Wignjodipoero, merupakan himpunan peraturan hidup yang bersifat memaksa, berisikan perintah, larangan, atau izin untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu, serta dengan maksud mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.Â
Sejatinya pemberlakuan hukum adalah mengatur sekelompok masyarakat agar terciptanya kehidupan aman, tentram, dan damai. Hukum bisa disebut sebagai peraturan, dimana ada sekelompok manusia dan membentuk sebuah peraturan. Maka, di dalam nya terdapat hukum. Pada prinsipnya hukum mengatur kehidupan agar tercipta kehidupan yang sesuai dengan visi dan misi.
Hukum pada perspektif masyarakat di ibaratkan sebagai bentuk tindakan yang mengacu kepada kurungan, denda, penjara dsb. Padahal mengenai definisi diatas yang di tulis, tujuan pembentukan hukum adalah mengatur tata tertib. Jika seseorang melanggar hukum maka akan ada sanksi/konsekuensi yang di dapat.Â
Pemberlakuan hukum di indonesia yaitu penerapan hukum positif, dimana hukum tersebut merupakan warisan kolonial Belanda dan menjadi hukum yang tetap. Dengan demikian masyarakat Indonesia memandang hukum positif erat kaitan nya dengan pidana dan pemidanaan yakni bentuk dan jenis hukuman nya seperti : pidana kurungan, pidana penjara, pidana denda dsb Sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan pelaku.Â
Paradigma masyarakat Indonesia memandang hukum pidana positif lebih tinggi pemberlakuan nya daripada hukum apapun. Tujuan hukum pidana tentu saja untuk memberikan efek jera terhadap pelaku. Namun, kadang kala pemberlakuan hukum tersebut tidak memberikan efek jera dan banyak menimbulkan residivis melakukan tindak pidana kejahatan kembali. Ini membuktikan pemberlakuan hukum pidana positif kurang maksimal, apalagi banyak keluhan mengenai penegakkan hukum di Indonesia yang lemah.Â
Dilansir dalam situs statistik kriminal, pada periode 2019-2020, persentase penduduk Indonesia yang mengalami kejadian kejahatan kemudian melaporkannya ke polisi tidak lebih dari 25 persen. Pada tahun 2020 persentasenya sebesar 23,46 persen, sedikit mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan tahun 2019 (22,19 persen). Statistik tersebut menunjukkan bahwa lonjakan kriminalitas di Indonesia dari tahun 2019-2020 mengalami kenaikan yang begitu signifikan.
Hukum pidana positif dan pidana islam kurang lebih bertujuan sama untuk memberikan rasa ketentraman, kedamaian atas kehidupan sosial masyarakat. Namun, lebih dari pada itu pengenaan hukum pidana islam di landaskan kepada al Qur'an dan As-Sunnah (hadits) sebagai sumber hukum.Â
Hukum pidana islam dikenal dengan 7 macam tindak pidana atau jarimah hudud : zina, qazaf (menuduh orang berbuat zina), meminum minuman keras (khamr) , mencuri (sariqah) , hirabah (orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya), murtad, dan orang yang memberontak terhadap penguasa yang sah. Jikalau ada persoalan hukum yang tidak diatur dalam Al Quran dan Al Hadist maka hukuman yang di kenakan adalah Tazir, yakni di kembalikan kepada hakim atau penguasa yang mengurusi persoalan tersebut.Â
Problematika yang terjadi di masyarakat Indonesia memandang bahwa hukum pidana islam di anggap sebagai hukum yang keras, melanggar hak asasi manusia, tertinggal, dan kuno. Mereka menganggap bahwa hukum pidana islam tidak sesuai dengan norma yang berlaku. Apalagi, seseorang yang menggemborkan human right (hak asasi manusia) mereka menentang keras atas hukuman yang dilakukan oleh islam. Anggapan mereka bahwa hukum barat lah yang terbaik dalam pemberlakuan pidana dan pemidanaan.Â
Padahal sejatinya hukum pidana islam sangat memprioritaskan kehidupan dan keberlangsungan manusia. Hukum pidana islam lebih mengedepankan kepada hak asasi manusia. Yang dimana di dalam hukum pidana islam terdapat Maqashid Syari'ah yakni menjaga JIWA. Seseorang yang melakukan pembunuhan, sesuai dengan syari'at islam maka hukuman yang dilakukan adalah Qishas yaitu membunuh kembali orang yang melakukan pembunuhan tersebut. Dalam hal ini islam melakukan karena menjaga jiwa, hak hidup seseorang. Agar tidak ada orang yang dapat melakukan kesewenang-wenangan dengan jiwa manusia.Â
Paradigma yang menjadi ketakutan masyarakat Indonesia menganggap bahwa hukum islam jahat, kejam dsb. Mereka tidak mengetahui dan tidak faham arti atau aktualisasi hukum pidana islam itu tersendiri. Dan perlunya masyarakat Indonesia diberikan pemahaman atas kekeliruan berkaitan dengan paradigma hukum pidana islam.