Gerakan separatisme merupakan gerakan organisasi atau sekumpulan orang yang ingin memisahkan diri dari sebuah wilayah atau negara. Pastinya, gerakan ini akan menimbulkan perpecahan dan masalah. Ada banyak sekali kasus gerakan separatisme yang sudah terjadi di berbagai negara. Tidak terkecuali di Indonesia. Bahkan, kasus gerakan separatisme di Indonesia tidak hanya terjadi satu atau dua kali saja. Sering kali terjadi kasus gerakan separatisme di Indonesia. Salah satu contoh kasus yang bahkan sampai saat ini masih berlangsung adalah pemberontakan Organisasi Papua Merdeka (OPM).
      Organisasi Papua Merdeka (OPM) merupakan organisasi yang ingin memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pemberontakan yang dilakukan oleh Organisasi Papua Merdeka merupakan respons mereka terhadap ketidakadilan dan penindasan yang dialami segenap masyarakat Papua. Mereka menjadikan pemberontakan ini sebagai simbol perjuangan terhadap hak dan identitas mereka.
      Masyarakat Papua merasa tidak mendapatkan hak-hak mereka sebagai warga negara. Penjajahan yang mereka alami, baik dari Belanda maupun Indonesia, membuat masyarakat Papua merasa kecewa. Papua memiliki sumber daya alam yang melimpah, namun mereka merasa bahwa sumber daya alam yang mereka miliki dieksploitasi. Hal ini membuat rakyat Papua merasa terpinggirkan, mengalami kemiskinan, dan minim akses terhadap pendidikan serta layanan kesehatan.
      Pemberontakan ini bukan hanya karena mereka ingin merdeka, tetapi juga berkaitan dengan isu-isu seperti hak asasi manusia, ketidakadilan sosial, dan diskriminasi. Hal-hal tersebutlah yang membuat beberapa warga Papua merasa kesal hingga ingin memisahkan diri dari Indonesia. Tentunya, kejadian-kejadian ini memperburuk hubungan masyarakat Papua dan pemerintah pusat.
      Meskipun masyarakat Papua tertindas, bukan berarti semua yang akan mereka lakukan menjadi benar. Belakangan ini, para anggota Organisasi Papua Merdeka melakukan hal-hal yang melanggar hak asasi manusia. Salah satu contohnya adalah pada 1 Desember 2018 di Jalan Trans Papua, Kabupaten Nduga, Papua, terjadi salah satu peristiwa paling mengerikan bagi warga sipil dalam sejarah kemerdekaan Indonesia, yaitu pembunuhan terhadap sebanyak 31 orang pekerja PT Istaka Karya yang dilakukan Kelompok Kriminal Sipil Bersenjata (KKSB) pimpinan Egianus Kogoya. Peristiwa tersebut amat mengiris nadi kemanusiaan kita karena dilakukan oleh sesama masyarakat sipil. Hanya saja, para pembunuh tersebut telah terindoktrinasi ideologi Papua Merdeka.
Tentunya, hal tersebut membuat pemerintah dan TNI geram. Mereka mengatakan bahwa mereka akan menindaklanjuti kasus ini secara tegas. TNI tidak bisa menoleransi atas apa yang telah dilakukan para anggota Organisasi Papua Merdeka, karena yang menjadi sasaran kekerasan bukan lagi anggota TNI, melainkan warga sipil. Bahkan di beberapa tempat, OPM juga melakukan tindakan keji kepada  beberapa guru dan tenaga kesehatan.
Peningkatan intensitas penanganan OPM sudah jadi hal yang harus dilakukan TNI dan Polri. TNI berpendapat bahwa peningkatan strategi hingga penguatan perlindungan masyarakat sipil di Papua pun harus menjadi salah satu yang diprioritaskan untuk dilakukan. Namun, semua itu hanya akan jadi rencana yang susah tercapai jika koordinasi antara TNI dan Polri tidak diperkuat terlebih dahulu. Namun, ada satu hal dasar yang harus dilakukan terlebih dahulu, yakni penguatan kualitas sumber daya manusia (SDM) personel. Penguatan fisik juga harus dilakukan, mengingat medan yang akan mereka selami di Papua sangat ekstrem. Dengan penguasaan medan dan taktik yang jitu, TNI diyakini mampu menuntaskan tugas di lapangan.
Sayangnya, pendekatan pemerintah yang lebih bersifat militeristik justru memperburuk situasi. Ketika dialog terbuka dan komunikasi tidak dijalin, ketegangan semakin meningkat. Untuk mencapai perdamaian yang berkelanjutan, penting bagi pemerintah untuk mendengarkan suara masyarakat Papua.
Semntara itu, Â Komnas HAM lebih memilih jalan lain untuk menuntaskan konflik OPM, yakni penyediaan infrastruktur yang merata oleh Pemerintah untuk masyarakat Papua. Pemerintah harus menghadirkan pelayanan kesehatan, pendidikan, dan pengembangan perekonomian lokal. Dengan upaya konkret tersebut, disparitas di bidang perekonomian, kesehatan, hingga pendidikan antara masyarakat Papua dengan warga di wilayah lain bisa ditekan.
Kesimpulannya, pemberontakan OPM bukan hanya soal separatisme; ini adalah seruan untuk keadilan dan pengakuan. Hanya melalui dialog dan kerja sama yang tulus, kita bisa berharap untuk menciptakan Papua yang damai dan sejahtera. Mendengarkan dan merangkul masyarakat Papua adalah kunci untuk mencapai solusi yang berkelanjutan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI