Kalideres, sebuah kampung tua yang terletak di sudut Jakarta, mungkin belum terlalu dikenal oleh sebagian orang. Namun, di balik keterbatasan pengetahuan ini, tersimpan segudang sejarah dan budaya yang patut untuk dijelajahi.
Mungkin tidak banyak yang tahu bahwa di Kalideres, airnya bening dan menjadi tempat favorit bagi para pemancing. Namun, di masa lalu, perairan ini pernah menjadi sarang nyamuk yang sangat meresahkan warga sekitar. Oleh karena itu, pada masa Gubernur Jenderal Belanda Deddyc Durfan, dilakukan pendalaman dan pengerukan kali dari wilayah Western hingga Pesing, sehingga air kali mengalir dengan sangat derasnya hingga warga menyebut wilayah tanah partikelir itu dengan sebutan Kalideres atau Kalideres.
Sejarah nama Kalideres tak lepas dari pembangunan Kali Mookervat atas inisiatif Cornelis Vincent Van Mook pada tahun 1681. Pekerjaan yang melibatkan ribuan orang ini akhirnya selesai pada tanggal 6 Oktober tahun 1687, sehingga telah terhubung antara Kali Cisadane dengan Kali Angke dengan kanal buatan sepanjang 13 KM yang berair deras. Kanal buatan ini juga menambah pendapatan pemerintah Belanda karena setiap perahu atau kapal yang lewat akan dipungut biaya layak mobil melintas di jalan tol.
Setahun kemudian tepatnya tanggal 20 Oktober tahun 1688, Van Mook meninggal dunia dan untuk mengenang jasanya kanal buatan tersebut diberi nama Mookervat atau saluranmu. Sebelum dibangun Kali Mookervat , dahulu nama Kalideres adalah Western hingga awal abad ke-18. Van denberg membeli tanah partikelir di wilayah itu dan mengganti nama Western menjadi Berplit.
Ketika akhir kali Muker masih bersih dan deras dulu, masyarakat tidak hanya menggunakannya untuk mandi, mencuci, mancing, dan mengairi persawahan, tapi masyarakat Tionghoa peranakan juga menjadikan kali Mukerfad untuk kegiatan tradisi atau perahu naga yang dilombakan setiap tanggal 5 bulan 5 penanggalan Imlek.
Pada tahun 1920, dalam dokumen Pertanahan, tanah tersebut dicantumkan nama Kalideres. Sejak saat itulah nama Kalideres bertahan hingga saat ini. Bahkan, ketika warga Kalideres ingin pindah rumah, mereka biasa menghanyutkan rumahnya yang masih menggunakan tiang kayu dan dinding bilik anyaman bambu melalui kali Mukerfat.
Secara administrasi, dahulu Kalideres merupakan bagian dari wilayah kecamatan Cengkareng. Namun, pada tanggal 18 Desember tahun 1990, Presiden Soeharto melalui peraturan pemerintah nomor 60 tahun 1990 menjadikan wilayah Kalideres sebagai kecamatan dengan memiliki 5 kelurahan, yaitu Semanan, Kamal, Tegal Alur, Pegadungan, dan Kalideres.
Sebagai salah satu kampung tua di sudut Jakarta, Kalideres memiliki sejarah yang panjang dan kaya akan cerita. Dari kanal buatan Van Mook hingga perahu naga tradisional yang masih dilombakan setiap tahunnya, Kalideres mempunyai daya tarik tersendiri bagi masyarakat Jakarta.Â
Meskipun sudah mengalami banyak perubahan dari masa ke masa, tetapi Kalideres masih mampu mempertahankan sebagian dari keunikan dan keasrian alamnya, meskipun demikian masih banyak masalah yang harus diatasi oleh pemerintah dan masyarakat setempat seperti pendangkalan kali yang mengancam lingkungan dan keselamatan warga sekitar. Dengan upaya bersama, semoga Kalideres tetap bisa mempertahankan keindahannya dan menjadi destinasi wisata yang menarik bagi masyarakat Jakarta dan sekitarnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H