Mohon tunggu...
muhammad fahroly
muhammad fahroly Mohon Tunggu... Dosen - BKKBN Provinsi Kalsel

Berbagi tulisan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pengaruh Konten Pornografi Pada Aktifitas Anak Remaja

9 Januari 2023   01:01 Diperbarui: 9 Januari 2023   00:59 214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Keingintahuan yang kuat dikombinasikan dengan kegembiraan remaja adalah salah satu alasan mengapa mereka mulai mengeksplorasi pornografi. Awalnya, saya "hanya ingin tahu" karena di sekolah mereka sudah mulai berbicara tentang menyalin, dan teman-teman mereka mulai mencuri informasi dan saling berbagi. Ujung-ujungnya rasa penasaran berujung pada rasa ingin tahu yang semakin banyak, diikuti dengan keinginan yang seolah dipengaruhi oleh exposure, akhirnya menginginkan lebih (more), hingga tidak tahu kapan harus berhenti.

"Pornografi melalui Internet berkembang lebih cepat daripada kecanduan narkoba dan alkohol karena dengan mudah menyentuh area sensitif tubuh kita. Selain itu, mudah digunakan oleh anak-anak, dengan pilihan tak terbatas." Selain itu, melihat visual secara langsung tercatat dalam ingatan dan imajinasi dan bertahan cukup lama setelah melihatnya hingga mengganggu kinerja otak dan menimbulkan kecanduan (kecanduan), terutama pada remaja yang masih berkembang di otaknya.

"Banyak remaja menderita disfungsi ereksi akibat pornografi internet, dan sayangnya pengobatannya sulit karena hanya merawat organ, bukan otak di mana masalahnya."

Faktanya, anak laki-laki memiliki 90% kemungkinan terpapar pornografi pada usia 18 tahun, sementara anak perempuan memiliki sekitar 60% kemungkinan terpapar pornografi sebelum mencapai usia dewasa. Selain itu, satu dari tujuh remaja dapat menjadi sasaran atau pelaku kekerasan seksual online.

Padahal, ketika anak kecanduan pornografi, tidak ada gejala yang jelas. Namun, berbagai penelitian telah menemukan bahwa anak-anak yang kecanduan pornografi memiliki gejala ADHD seperti kurangnya perhatian, ketidakmampuan untuk berdiri diam, dan keinginan terus-menerus untuk bergerak.

Anak juga dapat mengalami kesulitan belajar, seperti kesulitan membaca atau menulis dan rentan terhadap kecemasan. Sebagai orang tua, kita perlu mengawasi Ananda yang selalu berada di kamar (dengan gadgetnya) tanpa pengawasan.

Kita perlu punya hubungan komunikasi yang terbuka dan jujur dengan anak. Kita itu, punya pengaruh dalam mengajarkan seks lho. Jadi, mengajarkan anak tentang seks dan bahaya pornografi itu PENTING. Kita juga perlu memberikan mereka cara untuk bertahan menghadapi peer pressure (tekanan teman sebaya) apabila ternyata kawannya menganggap ini hal yang sepele. 

  • Selalu disiplin dalam kewaspadaan. kontrol ruang permainan dan webiste yang sering digunakan oleh anak. Karena bisa jadi, visual seks dalam bentuk pornografi bukan dari video porno yang biasa kita jumpai tapi justru lewat permainan (game).
  • Batasi waktu bermain anak. Kita harus menjadi teladan bagi anak untuk tidak menggunakan gawai terus menerus. Terapkan batasan aturan bermain pada anak (dan lakukan hal yang sama). Intinya, aturan screen time berlaku untuk seluruh anggota keluarga tidak terpaku kepada si anak.
  • Ajarkan mereka untuk bisa menolak saat teman berbagi visual gambar yang berbau pornografi melalui aplikasi medsos.
  • Selalu ada konsekuensi akan apa yang kita lakukan, saat anak mulai adiksi pornografi dan melakukan masturbasi saat menontonnya tentu ada konsekuensi fisik yang bisa terjadi. Atau, ketika adiksi pornografi diikuti dengan mengirimkan berbagai gambar ke teman (atau siapapun) bisa terkena sanksi hukum.

sisi hal positif lainnya, adiksi pornografi bisa diatasi atau disembuhkan walaupun memerlukan waktu dan kesabaran dari orang tua. Dengan bantuan guru, psikolog dan keluarga, kecanduan pada anak bisa diobati asalkan kita juga mau sepenuhnya berusaha mendukung prosesnya.  ingat!!! tidak ada kata terlambat untuk memperbaiki masa depan anak-anak kita.  karena mereka adalah generasi emas bangsa sebagai bentuk bonus demografi 2045.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun